Yangon - Pemerintah Myanmar untuk pertama kalinya akan menfasilitasi
pertemuan bersejarah antara umat Buddha dan etnis Muslim Rohingya. Hal
tersebut disampaikan Konselor Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, di
sela-sela kunjungan ke pertemuan komisi khusus tentang Rohingya.
Suu Kyi menemui anggota komisi pada Senin, 5 September 2016, dalam pertemuan pertama mereka di Yangon. Komisi yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia di negara bagian barat laut Rakhine itu dipimpin oleh Kofi Annan, bekas sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Ini masalah yang selama ini gagal untuk diselesaikan. Kami berharap komisi ini akan membantu menemukan solusinya, " kata Suu Kyi pada pertemuan di Yangon.
Nasib Rohingya yang tinggal di Rakhine telah menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Suu Kyi terhadap hak asasi manusia, isu sensitif secara politis untuk Liga Nasional untuk Demokrasi (LND), yang meraih kemenangan dalam pemilu tahun lalu.
Lebih dari 100 orang tewas dalam kekerasan di Rakhine pada tahun 2012 dan sekitar 125.000 Muslim Rohingya mengungsi di kamp-kamp di mana gerakan mereka sangat dibatasi. Ribuan telah melarikan diri dari penganiayaan dan kemiskinan dengan perahu. Rohingya dianggap oleh banyak orang di Myanmar sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan.
Suu Kyi, yang secara konstitusional dilarang menjadi presiden tetapi berperan dalam pemerintahan sebagai konselor negara dan menteri luar negeri, bulan lalu mengumumkan komisi sembilan anggota, yang terdiri atas enam warga Myanmar dan tiga orang asing, untuk memberikan masukan bagi pemerintahannya terkait masalah Rohingya.
Anggota panel tersebut akan melakukan perjalanan ke ibu kota negara bagian Sittwe, di mana Annan akan menyampaikan pidato pada Selasa dan komisaris bertemu dengan anggota dari komunitas Rohingya dan Buddha Rakhine.
Sementara itu, partai politik terbesar di negara bagian Rakhine, Arakan National Party yang kerap mengkritik panel tersebut, mengatakan bahwa orang asing tidak memahami sejarah daerah mereka sehingga akan meningkatkan prospek ketegangan. Selain itu mereka juga mengatakan bahwa akan melakukan aksi protes selama kunjungan itu.
Beberapa anggota partai yang dibentuk oleh garis keras komunitas Buddha Rakhine akan berpartisipasi dalam protes terhadap komisi pada hari Selasa yang akan berlangsung selama dua hari.(Tempo)
Suu Kyi menemui anggota komisi pada Senin, 5 September 2016, dalam pertemuan pertama mereka di Yangon. Komisi yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia di negara bagian barat laut Rakhine itu dipimpin oleh Kofi Annan, bekas sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Ini masalah yang selama ini gagal untuk diselesaikan. Kami berharap komisi ini akan membantu menemukan solusinya, " kata Suu Kyi pada pertemuan di Yangon.
Nasib Rohingya yang tinggal di Rakhine telah menimbulkan pertanyaan tentang komitmen Suu Kyi terhadap hak asasi manusia, isu sensitif secara politis untuk Liga Nasional untuk Demokrasi (LND), yang meraih kemenangan dalam pemilu tahun lalu.
Lebih dari 100 orang tewas dalam kekerasan di Rakhine pada tahun 2012 dan sekitar 125.000 Muslim Rohingya mengungsi di kamp-kamp di mana gerakan mereka sangat dibatasi. Ribuan telah melarikan diri dari penganiayaan dan kemiskinan dengan perahu. Rohingya dianggap oleh banyak orang di Myanmar sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan.
Suu Kyi, yang secara konstitusional dilarang menjadi presiden tetapi berperan dalam pemerintahan sebagai konselor negara dan menteri luar negeri, bulan lalu mengumumkan komisi sembilan anggota, yang terdiri atas enam warga Myanmar dan tiga orang asing, untuk memberikan masukan bagi pemerintahannya terkait masalah Rohingya.
Anggota panel tersebut akan melakukan perjalanan ke ibu kota negara bagian Sittwe, di mana Annan akan menyampaikan pidato pada Selasa dan komisaris bertemu dengan anggota dari komunitas Rohingya dan Buddha Rakhine.
Sementara itu, partai politik terbesar di negara bagian Rakhine, Arakan National Party yang kerap mengkritik panel tersebut, mengatakan bahwa orang asing tidak memahami sejarah daerah mereka sehingga akan meningkatkan prospek ketegangan. Selain itu mereka juga mengatakan bahwa akan melakukan aksi protes selama kunjungan itu.
Beberapa anggota partai yang dibentuk oleh garis keras komunitas Buddha Rakhine akan berpartisipasi dalam protes terhadap komisi pada hari Selasa yang akan berlangsung selama dua hari.(Tempo)
loading...
Post a Comment