2018-07-01

Abdiya aceh Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Utara Agam Inong Aceh Agama Aksi 112 Aksi 313 Aleppo Artikel Artis Auto Babel Baksos Bambang Tri Banda Aceh Banjir Batu Akik Bencana Alam Bendera Aceh Bergek Bimtek Dana Desa Bireuen Bisnis Blue Beetle BNN BNPB Bom Kampung Melayu Budaya BUMN Carona corona Covid-19 Cuaca Cut Meutia Daerah Dana Bos dayah Deklarasi Akbar PA Deplomatik Depok Dewan Pers DPR RI DPRK Lhokseumawe Editorial Ekomomi Ekonomi Energi Feature Film Fito FORMATPAS Foto FPI Gampong Gaya Hidup Gempa Aceh Gempa Palu Gunung Sinabung Haji HAM Hathar Headlines Hiburan Hindia History Hotel Hukum Humor HUT RI i ikapas nisam Indonesia Industri Info Dana Desa Informasi Publik Inspirasi Internasional Internet Iran Irwandi-Nova Irwndi Yusuf Israel IWO Jaksa JARI Jawa Timur Jejak JKMA Kemanusiaan Kemenperin Kemenprin Kesehatan Khalwat KIP Kisah Inspiratif Korupsi Koruptor KPK Kriminal Kriminalisasi Kubu Kuliner Langsa Lapas Lapas Klas I Medan Lapas Tanjungbalai lgbt Lhiokseumawe Lhokseumawe Lingkungan Listrik Lombok Lowongan Kerja Maisir Makar Makassar Malaysia Malware WannaCry Masjid Migas Milad GAM Mitra Berita Modal Sosial Motivasi Motogp MPU Aceh Mudik Mudik Lebaran MUI Musik Muslim Uighur Nanang Haryono Narapidana Narkotika Nasional News Info Aceh Nisam Nuansa Nusantara Obligasi Olahraga Ombudsman Opini Otomotif OTT Pajak Palu Papua Parpol PAS Patani Patroli Pekalongan Pekanbaru Pelabuhan Pemekaran Aceh Malaka Pemekaran ALA Pemerintah Pemilu Pendidikan Penelitian Pengadilan Peristiwa Pers Persekusi Pertanian Piala Dunia 2018 Pidie Pidie Jaya Pilkada Pilkada Aceh Pilkades Pj Gubernur PKI PLN PNL Polisi Politik Pomda Aceh PON Aceh-Sumut XXI Poso PPWI Presiden Projo PT PIM Pungli PUSPA Ramadhan Ramuan Raskin Riau ril Rilis Rillis rls Rohingya Rohul Saladin Satwa Save Palestina Sawang Sejarah Selebgram Selebriti Senator Sinovac SMMPTN sosial Sosok Sport Status-Papua Stunting Sumatera Sunda Empire Suriah Syariat Islam T. Saladin Tekno Telekomunikasi Teror Mesir Terorisme TGB Thailand TMMD TMMD reguler ke-106 TNI Tokoh Tol Aceh Tsunami Aceh Turki Ulama Universitas Malikussaleh USA Vaksin MR Vaksinasi Vaksinasi Covid-19 vid Video vidio Viral Waqaf Habib Bugak Warung Kopi Wisata YantoTarah YARA


Jakarta - Persoalan kriminalisasi jurnalis belakangan ini telah mencapai tingkat krusial yang sangat membahayakan. Rentetan penangkapan demi penangkapan wartawan di hampir seluruh wilayah Indonesia akibat pemberitaan yang tidak dapat diterima oleh segelintir orang telah mengancam eksistensi elemen kontrol sosial di masyarakat. Tewasnya wartawan Sinar Pagi Baru, Muhammad Yusuf, di Lapas Klas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, di penghujung bulan suci Ramadhan lalu  merupakan gong pertanda kematian jurnalisme kritis di negeri ini.

Hal tersebut diungkapkan Fachrul Razi, MIP, Senator DPD RI asal Aceh menyikapi kondisi pers dalam negeri yang semakin buruk akibat maraknya kasus kriminalisasi terhadap wartawan oleh aparat kepolisian. "Ratusan wartawan saat ini sedang menjalani proses hukum, dilaporkan ke polisi akibat pemberitaan media. Mekanisme penyelesaian sengketa pers adalah melalui koridor UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, yang oleh karena itu, seluruh tindakan aparat kepolisian yang menangkap wartawan karena pemberitaan dan memprosesnya melalui penerapan peraturan di luar UU Pers adalah kriminalisasi. Itu dapat dikategorikan ilegal, polisi telah melakukan pelanggaran hukum," jelas Fachrul Razi kepada media ini melalui saluran selulernya, Jumat, 6 Juli 2018.

Lebih jauh, kandidat doktor di bidang ilmu politik ini, juga menyoroti tewasnya wartawan Muhammad Yusuf di Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu. "Tewasnya wartawan Muhammad Yusuf di Lapas Klas IIB Kotabaru Kalimantan Selatan lalu itu hakekatnya adalah gong kematian pers Indonesia. Ini tanda bahaya yang mengancam keberadaan elemen kontrol publik terhadap penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara kita," imbuh senator muda yang akrab disapa 'Bang Fachrul' itu.

Keadaan pers di tanah air yang sudah sangat genting tersebut, lanjut Bang Fachrul, bahkan sudah diketahui dan direspon oleh Badan PBB, yakni UNESCO. Sebagaimana diberitakan di berbagai media, Pimpinan UNESCO Audrey Azoulay, (Kamis, 5/7/2018), menyerukan agar dilakukan penyelidikan dan pengungkapan secara terang-benderang tentang kematian Muhammad Yusuf. "Pihak internasional sudah mencium bau tidak sedap tentang kondisi pers di negara kita. UNESCO sudah bersuara, dan akan menjadikan kasus kematian 'misterius' wartawan Kalsel Muhammad Yusuf sebagai pintu masuk untuk mencermati perkembangan demokrasi di negeri ini yang terancam mandeg akibat kriminalisasi pers yang marak dilakukan aparat bersama lembaga dewan pers," ujar Bang Fachrul.

Untuk mengatasi masalah pelik tersebut, Fachrul Razi menyampaikan langkah-langkah strategis-teknis yang harus dilakukan para pihak terkait. "Pertama, kita mendesak Kapolri bersama jajarannya untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap wartawan di seluruh Indonesia, baik yang sedang berproses hukum maupun yang sedang dilaporkan oleh masyarakat. Polisi jangan jadi centengnya para oknum pengusaha dan pejabatlah. Umumnya kasus yang diproses polisi itu khan yang dilaporkan oknum berduit, kalau bukan pengusaha, yaa politisi, pejabat, dan semacamnya," bebernya.

Kedua, menurut Fachrul Razi, lembaga pemangku pers yang dinilai gagal melindungi kemerdekaan pers Indonesia, yakni Dewan Pers, harus diperiksa dan ditindak sesuai hukum yang berlaku. "Dewan Pers harus dimintai pertanggungjawaban, mengapa situasi kemerdekaan pers bisa memburuk seperti belakangan ini. Mereka diberikan dana APBN puluhan miliar setiap tahun untuk mengembangkan kemerdekaan pers, bukan sebaliknya membungkam kebebasan pers. Mereka harus diseret ke meja hijau. Apalagi terkait kematian wartawan Muhammad Yusuf, para pengurus Dewan Pers dan staf ahlinya wajib mempertanggungjawabkan kebijakan mereka yang melanggar hukum itu," tegas Bang Fachrul.

Dirinya juga menyarankan agar para pekerja pers harus bersatu memperjuangkan dan menjaga kemerdekaan pers Indonesia, sebab menurutnya, tanpa kemerdekaan pers, demokrasi tidak mungkin berjalan. "Saya harapkan agar kawan-kawan pers se-Indonesia bersatu, perjuangan mempertahankan kemerdekaan pers itu butuh persatuan sesama pekerja pers. Kita ciptakan kehidupan pers merdeka yang kuat, kokoh, dan merata kekuatannya di seluruh wilayah Indonesia," harap Fachrul. (Red/Rls)


Banda Aceh- Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Zulfikar Muhammad, mempertanyakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang dilakukan oleh KPK. Menurutnya penangkapan tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum yang ada.

Zulfikar Muhammad kepada aceHTrend, Sabtu (7/7/2018) menjelaskan seraya menghimbau mari melihat persoalan secara jernih, OTT terhadap Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi sangat janggal, karena ketika ditangkap, yang bersangkutan tidak dalam kondisi sedang melakukan tindak pidana dan tidak memegang barang bukti.

Dalam kontek tangkap tangan, jelas Zulfikar, barang bukti yang ditunjukkan ke publik oleh KPK berupa uang dan bukti transfer uang ketika melakukan penangkapan, diperoleh dari orang lain, bukan dari tangan Irwandi dan Ahmadi. Barang bukti itu diambil oleh KPK dari pihak swasta, bukan dari kedua orang yang di-OTT. Bahkan biaya yang dicatat dalam print outpengiriman uang, diduga tidak pun dikirimkan kepada Irwandi, tapi kepada pihak lain yang disinyalir dikirimkan untuk keperluan Aceh Marathon.

“Kemudian kita harus melihat, uang itu milik siapa dan sedang berada di tangan siapa? Bagaimana Irwandi menerima dan bagaimana pula Ahmadi memberikan sedangkan mereka ditempat terpisah? Dan jika ada perantara maka harusnya ada barang bukti lain yang sangat kuat, bukan hanya sekedar pengakuan perantara? Bagaimana jika itu hanya upaya pihak lain untuk mencatut nama? Bila itu disebut uang Ahmadi, jelas ketika ditangkap Bupati Bener Meriah itu tidak membawa uang itu. Artinya uang yang dijadikan sebagai barang bukti tidak dalam penguasaan Ahmadi sebagai pemberi dan uang itu juga tidak dalam penguasaan Irwandi sebagai penerima, baik langsung maupun tidak langsung,” kata Zulfikar.

Analisa ini, menurut Zulfikar harus dipisahkan dengan kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh KPK. “Pisahkan dulu dari kegiatan penyadapan, kita menilai, apakah proses penangkapan sudah sesuai dengan aturan hukum, khususnya dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ahmadi disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b jo Pasal 13, Sedangkan Irwandi disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a dan b jo Pasal 11.

Bila melihat pasal yang disangkakan kepada keduanya, Zulfikar menjelaskan, Irwandi sebenarnya tidak bisa disebut terlibat dalam kasus ini. Untuk saksi saja dia tidak memenuhi syarat, karena dalam aturan hukum saksi haruslah orang yang mendengar, melihat dan mengalami langsung. Dengan melihat kronologis kejadian serta bukti-bukti yang ada di media massa , untuk saksi saja, Irwandi sebenarnya tidak memenuhi syarat, apalagi sebagai tersangka.

“Di sini jelas bahwa kalaulah Irwandi ingin diperiksa untuk dimintai keterangannya, maka haruslah terlebih dahulu dipanggil melalui surat panggilan resmi yang menjelaskan mengapa dia dipanggil dan dalam kasus apa. Tapi itu tidak dilakukan oleh KPK, dan dengan demikian jelas ada yang janggal prosedur hukum yang diterapkan KPK RI,” kata Zulfikar.

Zulfikar juga mengatakan, KPK dalam melakukan OTT terhadap Ahmadi dan Irwandi Yusuf belum sesuai dengan KUHAP Pasal 1 angka 19: Tangkap Tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindakan pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelaku atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

“Dengan menggunakan KUHAP 1 angka 19, jelas bahwa Irwandi dan Ahmadi tidak bisa di OTT, mereka terlebih dahulu harus dipanggil sebagai saksi melalui surat yang disampaikan oleh KPK. Logika hukumnya, ketika Irwandi dan Ahmadi ditangkap, apakah sedang melakukan tidak pidana, sesaat setelah melakukan tindak pidana? atau pada dirinya ditemukan barang bukti (barang bukti melekat), kan tidak ada pada mereka,” kata Zulfikar.

Dalam kesempatan itu Zulfikar juga mengatakan, ketika pemegang barang bukti ditangkap oleh KPK, Irwandi dan Ahmadi tidak berada di sana, juga uang yang menjadi barang bukti bukan bersama mereka berdua. Seharusnya yang di OTT adalah orang yang saat itu melekat barang bukti dan ini menjadi kejanggalan utama, ketika empat nama dijadikan terangka, sedangkan M dan F, justru tidak ditetapkan menjadi tersangka, padahal, barang bukti bersama dan berasal dari mereka.” Ini adalah kejanggalan utama dari drama OTT KPK RI di Aceh”.

“Yang memegang barang bukti tidak ditetapkan sebagai tersangka, justru yang hanya disebut namanya saja seperti Irwandi dan Ahmadi yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap tanpa panggilan terlebih dahulu. Tindakan KPK ini juga makin kabur dengan Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana, dan Irwandi dan Ahmadi turut serta bersama siapa? sedangkan pelaku utama tidak menjadi tersangka,” kata Zulfikar.


Irwandi Harus Lakukan Pra Peradilan


Dalam kesempatan itu Zulfikar juga mengatakan, Irwandi dan Ahmadi bisa menempuh pra peradilan terkait penangkapan dan penahanan mereka yang rancu secara hukum. Mereka punya peluang untuk itu karena KPK telah menangkap keduanya dengan dugaan telah mengabaikan sejumlah aturan hukum yang ada di Republik Indonesia.

“Kalau mereka memang yakin tidak melakukan tindak pidana rasuah tersebut, keduanya bisa menempuh pra peradilan,” ujar Zulfikar.

Selain itu, Zulfikar juga mengatakan, apa yang ia sampaikan bukan sebagai bentuk mendukung tindak pidana korupsi, tapi semata agar setiap orang harus diperlakukan yang sama di muka hukum.

“Saya tetap mendukung penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tapi setelah melihat kronologis yang menjadi konsumsi publik, besar dugaan kami KPK telah mengabaikan prosedur hukum dan ini juga seharusnya tidak boleh terjadi,” imbuhnya. []


Jakarta- Pernyataan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, sebagai respon terhadap putusan PN Sidoarjo yang menolak permohonan praperadilan kasus kriminalisasi jurnalis beritarakyat.com Slamet Maulana, Kamis, 5 Juli 2018.

Hakim praperadilan dinilai tidak obyektif dalam mengadili kasus salah prosedur penanganan pengaduan delik pers oleh oknum polisi dari Polres Sidoarjo.

Pertama: Proses penangkapan dan penetapan tersangka atas jurnalis Slamet Maulana (bukan Mulyono seperti di video ini), bertentangan dengan peraturan KUHAP, peraturan Kapolri, dan UU No 40 tahun 1999, tentang Pers.

2. Ahli hukum pidana, Prof. Dr. Sudjojono telah dihadirkan di persidangan, yang secara tegas mengatakan bahwa proses penetapan tersangka dan penangkapan jurnalis Slamet Maulana adalah cacat yuridis alias cacat hukum, yang oleh karena itu harus dianulir oleh putusan pengadilan.

3. Saksi-saksi, termasuk ahli pers dan ahli hukum, dari pihak kepolisian selaku tergugat atau termohon (saksi memberatkan) tidak hadir di persidangan.

Oleh sebab itu, Wilson menyarankan kepada korban kriminalisasi pers, Slamet Maulana, melalui kuasa hukumnya untuk melakukan beberapa hal berikut:

1. Melaporkan hakim praperadilan kasus kriminalisasi jurnalis Slamet Maulana ke Komisi Yudisial Republik Indonesia, agar memeriksa oknum hakim tersebut.

2. Melaporkan oknum polisi yang menangani kasus ini ke Divisi Propam Mabes Polri, agar oknum tersebut diperiksa terkait salah prosedur dalam menangani kasus delik pers.

3. Melaporkan kasus tersebut, dalam hal ini terkait kinerja Polres Sidoarjo, yang menangani kasus ini ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), agar memeriksa dan mengevaluasi kinerja Polres Sidoarjo.

Sebagai tambahan, disarankan juga untuk melaporkan kasus Kriminalisasi wartawan Slamet Maulana ini ke Ombudsman, untuk ditangani secara komprehensif atas malpraktek administrasi, SOP, dan pola kerja dari institusi terkait, baik Polres Sidoarjo, Kejari Sidoarjo, maupun Pengadilan Negeri di sana.

Berdasarkan informasi dan data yang diterimanya, berupa foto dan video, serta bukti-bukti lainnya, Wilson mengatakan bahwa dalam kasus kriminalisasi wartawan Slamet Maulana itu, sangat patut diduga adanya mafia kejahatan sistemik yang melibatkan oknum polisi Polda Jawa Timur dan Polres Sidoarjo dengan oknum pengusaha obat ilegal, pengedar dan pemakai narkoba di Surabaya.(Red/rls)


SAWANG- Aparat Polisi Sektor Sawang berhasil mengamankan dua orang tersangka dengan barang bukti setengah ton ganja di Kecamatan Sawang, Aceh Utara, Aceh. Kedua tersangka ditangkap di sebuah rumah.

"Informasinya dari masyarakat ada dugaan orang yang menyimpan ganja kering di rumahnya di Dusun Cot Rawatu, Desa Jurong, Kecamatan Sawang," kata Kapolsek Sawang Ipda Zahabi kepada wartawan, Kamis (5/7/2018).

Setelah menerima laporan masyarakat, personel Polsek Sawang langsung menggerebek para tersangka berinisial MS (23) dan NS (65) itu. Sebelumnya, rumah kedua tersangka sudah dicurigai, dan kedua tersangka merupakan warga setempat.

Dari tangan keduanya, polisi menemukan satu karung ganja kering. Kemudian dilakukan pengembangan, dan berhasil menemukan ganja kering lebih kurang 320 kg di sebuah gubuk. Sementara itu, pemilik gubuk berhasil melarikan diri.

"Awalnya petugas mengamankan dua orang tersangka bersama satu karung ganja kering. Kemudian dilakukan pengembangan dan berhasil menemukan ganja kering sekitar 320 kg di sebuah gubuk, tapi pemiliknya melarikan diri. Semuanya diperkirakan mencapai setengah ton," sebut Zahabi.

Saat ini kedua tersangka bersama barang bukti ganja kering tersebut diamankan ke Mapolsek Sawang, wilayah hukum Polres Lhokseumawe. (Red/dtk)

StatusAceh.Net - Nama Steffy Burase mendadak jadi perbincangan, menyusul ditangkapnya Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Media lokal di Aceh memberitakan isu hubungan khusus Steffy, perempuan kelahiran Manado, Sulut itu, dengan Irwandi. Bahkan foto Irwandi dan Steffy di sebuah kafe, satu hari sebelum OTT KPK juga dimuat.

Lalu benarkah ada hubungan khusus antara Steffy dan Irwandi?

A post shared by Steffy Burase (@steffyburase) on

kumparan mengecek ke akun instagram Steffy Burase @steffyburase yang memiliki followers 31.500 followers. Steffy, di bionya menulis bahwa dia seorang MC, moderator, dan host tv. 

Sayangnya pesan permintaan wawancara yang disampaikan ke akun Steffy tak berbalas. Tapi di insta story instagramnya, Steffy memberikan dukungan bagi Irwandi, dan sepertinya dalam koridor teman hal ini biasa.

Sosok Steffy ini sendiri sebenarnya bukan orang asing bagi publik Aceh. Buktinya dia dilibatkan dalam struktur kepanitiaan event Aceh Marathon 2018 yang berlangsung di Pulau Weh Sabang 29 Juli mendatang.

Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Aceh, Darmansyah mengatakan Steffy dipakai sebagai tenaga ahli dalam kegiatan Aceh Marathon 2018 lantaran selain model ia juga seorang atlet pelari. 

“Jadi ibu Steffy itu sebagai tenaga ahli buka. Dalam kegiatan ini kita tidak memakai EO kita, kalau pakai merekakan harus tender,” kata dia ditemui kumparan di kantor Gubernur Aceh, Kamis (5/7).

Darmasnyah menjelaskan, pihaknya tidak memakai event organizer yang hanya ada tenaga ahli. Steffy diajak kita sebagai tim ahli karena ia seorang pelari Internasional 42 kilometer. 

“Dia kami yang pilih karena Steffy berasal dari komunitas pelari. Saat kita tau dia punya komunitas dan bisa menghandel semua pelari baik di Indonesia maupun luar negeri,” ujarnya. 

Dikatakan Darmansyah, ia tidak mengetahui keberadaan pasti Steffy saat ini. Ia terakhir bertemu saat di Sabang pada Selasa lalu, dia ikut dalam rapat bersama membahas soal pelaksaan kegiatan Aceh Marathon. | Kumparan.com

Sport - Bomber Belgia Romelu Lukaku berpeluang memanaskan persaingan top scorer Piala Dunia 2018. Syaratnya dia menambah koleksi pada laga 8 besar melawan Brasil di Kazan Arena, Jumat (6/7/2018) atau Sabtu dini hari WIB.

Lukaku saat ini menorehkan empat gol dari empat penampilan di Piala Dunia 2018. Dia merobek gawang Panama dan Tunisia masing-masing dua kali pada fase grup.

Setelah tidak bermain di laga melawan Inggris akibat cedera, Lukaku gagal mencatatkan nama di papan skor saat Kolombia menyisihkan Jepang pada 16 besar.

Catatan empat gol membawa Lukaku mendampingi bintang Portugal Cristiano Ronaldo. Keduanya tertinggal dua angka di belakang striker Inggris Harry Kane.

Kesuksesan Lukaku menjebol gawang Brasil akan berdampak positif bagi dirinya maupun kolektif. Kontribusinya bisa membantu Belgia terus melaju di Piala Dunia 2018.

Artinya, Dia mendapat banyak kesempatan untuk menambah koleksi gol dalam usaha membawa pulang penghargaan Sepatu Emas.

Kane On Fire
Kane baru beraksi pada keesokan harinya. Inggris dijadwalkan bertemu Swedia di Cosmos Arena.

Kesempatannya menambah koleksi juga besar. Kane sedang on fire dan selalu mencetak gol pada enam penampilan terakhir bersama The Three Lions.

Daftar Top Skorer

6 Gol: Harry Kane / Inggris / 0 Assist / 275 Menit Bermain

4 Gol: Romelu Lukaku / Belgia / 0 / 242

4 Gol: Cristiano Ronaldo / Portugal (*) / 0 / 360

3 Gol: Artem Dzyuba / Rusia / 1 / 259

3 Gol: Denis Cheryshef / Rusia / 0 / 248

3 Gol: Kylian Mbappe / Prancis / 0 / 270

3 Gol: Yerry Mina / Kolombia (*) / 0 / 300

3 Gol: Diego Costa / Spanyol (*) / 0 /323

3 Gol: Edinson Cavani / Uruguay / 0 / 345



*: Sudah Gugur

Sumber: Liputan6

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (kanan) bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7). (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
StatusAceh.Net - Penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka kasus dugaan suap ijon proyek dari Dana Otonomi Khusus Aceh. Pemeriksaan ini hanya selang satu hari setelah para tersangka itu ditahan pada Kamis (6/7).

Salah satu tersangka yang diperiksa adalah Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Usai menjalani pemeriksaan, Irwandi sempat sedikit mengkomentari soal kasus yang menjeratnya tersebut.

Ia membantah pernah ada pertemuan antara dirinya dengan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, membahas mengenai proyek maupun soal pemberian suap. “Enggak ada ketemu, sudah lama itu,” ujar Irwandi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/7).

Sesaat sebelum masuk ke mobil tahanan, Irwandi sempat menemui sejumlah pendukungnya yang sudah menunggu di lobi Gedung KPK. Salah satu pendukung sempat berbicara dalam bahasa Aceh. Mereka meminta Irwandi menjaga kesehatannya selama ditahan.

“Oke,” sahut Irwandi sambil memasuki mobil tahanan.

Dalam kasus ini, Irwandi diduga menerima suap Rp 500 juta dari Ahmadi. Diduga, uang itu bagian dari commitment fee sebesar Rp 1,5 miliar yang diminta oleh Irwandi kepada Ahmadi.

Ahmadi diduga memberikan uang itu sebagai ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Anggaran 2018. KPK menduga uang suap dari Ahmadi berasal dari sejumlah pengusaha. |Kumparan

StatusAceh.Net - Bupati Bener Meriah Ahmadi menegaskan tidak pernah memberikan suap kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Namun, Ahmadi mengatakan akan kooperatif terkait kasus dugaan suap terkait proyek yang bersumber dari dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018, yang disangkakan kepadanya.

"Saya tidak pernah menyerahkan uang dan Pak Gubernur (Irwandi Yusuf) tidak pernah meminta uang kepada saya," tegasnya di Gedung KPK Jakarta, Kamis (5/7).

Ahmadi mengaku akan kooperatif dengan proses hukum yang akan ia jalani. Ahmadi juga mengatakan akan memberikan penjelasan apa yang ia ketahui terkait alokasi dana khusus untuk Kabupaten Bener Merian. Kepada penyidik, Ahmadi  mengakui semua yang ia kerjakan. Ia pun yakin tidak bersalah karena saat tangkap tangan dilakukan tidak ada barang bukti apapun dari dirinya.

"Dalam pencegatan saya tidak ada barang bukti apapun.  uang tidak ada hanya ada bundel perencanaan  alokasi dana khusus yang berasal dari unit pelayanan terpadu yang sistem itu siapun bisa mengakses. Namun penyidik KPK merasa perlu meminta keterangan saya  karena terkait OTT terhadap bapak Gubernur Aceh," katanya.

Usai menjalani pemeriksaan, KPK memutuskan menahan Bupati Bener Meriah Ahmadi di Rutan cab KPK di POMDAM Jaya Guntur. Sedangkan pihak swasta Syaiful Bahri ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.

"Setelah dipandang memenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP, Penyidik melakukan penahanan terhadap keduanya selama 20 hari ke depan terhitung hari ini. Baik alasan objektif ataupun subjektif serta para tersangka diduga keras melakukan korupsi telah terpenuhi," ujar Febri.

KPK  menetapkan Irwandi dan Ahmadi serta dua orang lainnya yang merupakan pihak swasta Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri sebagai tersangka suap terkait proyek yang bersumber dari dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018.

Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Aceh  Irwandi dan Bupati Bener Meriah Ahmadi pada Selasa (3/7), tim penindakan KPK mengidentifikasi penyerahan uang sejumlah Rp500 juta. Uang itu disinyalir bagian dari jatah yang diminta  Rp1,5 oleh Irwandi ke Ahmadi.

Diduga sebagai penerima ada tiga orang yakni Irwandi Yusuf Gubernur Provinsi Aceh, pihak swasta Hendri Yuzal dan pihak swasta lainnya Syaiful Bahri. Sementara, diduga sebagai pemberi adalah Ahmadi tidak dibacakan, Bupati Kabupaten Bener Meriah.

Dalam kegiatan ini KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang Rupiah sebesar Rp 50 juta dalam pecahan seratus ribu ruplah dan bukti transaksi perbankan dari Bank BCA, Mandiri serta catatan proyek.

Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi. | Republika

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pascaterjaring operasi tangkap tangan (OTT), di gedung KPK, Jakarta
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyegel ruang kerja Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dan ruang Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Aceh pada Rabu kemarin, 4 Juli 2018. Penyegelan dilakukan pascaGubernur Irwandi ditetapkan sebagai tersangka suap dana Otonomi Khusus Aceh tahun 2018.

Penyegelan dilakukan agar ruangan tersebut steril, seiring penggeledahan yang dilakukan petugas KPK di kantor Pemprov Aceh.

Namun, penyegelan ULP Aceh belakangan dipersoalkan, mengingat sebelumnya Pemerintah Aceh telah menetapkan sekitar 2.872 paket proyek yang nominalnya hingga Rp5 triliun. Di sisi lain, ruangan yang mengelola paket-paket itu telah disegel oleh KPK.

Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menghormati penyegelan ruangan yang dilakukan KPK di lingkungan Pemprov Aceh. Ia tengah mencari jalan, agar urusan teknis biro pengadaan barang dan jasa di ULP tetap berjalan.

Nova memastikan, Pemerintah Aceh tetap menjalankan proses tender yang dananya sudah dikucurkan. Adapun yang belum, pihaknya masih menunggu berakhirnya proses pemeriksaan di ULP pemerintah Aceh.

"Tetap jalan, itu seperti proyek yang serapan anggaran apakah itu PL (penunjukan langsung) atau hal lainnya," kata Nova, usai menghadiri rapat di kantor Gubernur Aceh, Kamis 5 Juli 2018.

Wagub Aceh ini berharap, semua paket proyek itu akan selesai sampai batas yang telah ditentukan. Meskipun, ia tak menampik akan ada keterlambatan, tetapi tidak terlalu jauh dari jadwal. "Kami dapat informasi itu (ULP) disterilkan selama dua hari," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena dugaan kasus suap Dana Otonomi Khusus Aceh 2018. KPK juga menetapkan tiga orang lainnya menjadi tersangka, yaitu Hendri Yuzal, Syaiful Bahri, dan Bupati Bener Meriah, Ahmadi.

KPK juga menyita barang bukti berupa uang Rp50 juta dalam pecahan seratus ribu dan bukti transfer bank BCA dan Bank Mandiri.

Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. | Viva

Dokumentasi proses pemeriksaan di Mapolres Aceh Tamiang, Senin 02 Juli 2018
StatusAceh.Net - Dalam seminggu terakhir, tepatnya 2 hingga 6 Juli 2018, bertempat di Polres Aceh Tamiang, berlangsung pemeriksaan terhadap 25 (dua puluh lima) orang warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang. 

Mereka diperiksa dalam statusnya sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan atau rumah tanpa hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960. Sebelumnya, pada tanggal 5 dan 6 Juni 2018, mereka diperiksa sebagai Saksi dalam dugaan tindak pidana yang sama. Dalam proses pemeriksaan -baik dalam status hukum sebagai saksi maupun tersangka- warga didampingi oleh tim kuasa hukum dari LBH Banda Aceh. 

Kondisi ini merupakan imbas lebih lanjut dari persoalan konflik pertanahan yang terjadi antara warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara,  Aceh Tamiang dan PT.  Rapala yang telah berlangsung cukup lama. Dalam perkembangannya, sejak 8 Februari 2018 yang lalu sudah ada informasi bahwasanya PT. Rapala akan melakukan pengusiran warga dengan alasan desa ini merupakan bagian dari objek HGU perusahaan, dan perusahaan meminta kepolisian untuk membantu perusahaan dalam pengusiran terhadap warga. 

Untuk diketahui, desa ini berdiri sejak 1953 dan merupakan desa definitif serta terdaftar di Kementerian Dalam Negeri dan terdata pula dalam SK Gubernur Aceh.  Desa Perkebunan Sungai Iyu Kecamatan Bendahara adalah salah satu desa yang terdaftar,  legal, dan diakui eksistensinya secara hukum. Keberadaan desa tersebut telah ada jauh sebelum diterbitkannya HGU bagia PT. Parasawita untuk  pertama kalinya pada tahun 1973 dan perpanjangan di tahun 1990 yang kemudian beralih pada PT. Rapala pada tahun 2013. 

Dalam rangka mendorong proses penyelesaian permasalahan ini, pada bulan Oktober 2017, LBH Banda Aceh bersama perwakilan masyarakat korban konflik telah melakukan komplain nasional terkait permasalahan ini. Komplain nasional tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan pengaduan secara resmi dan langsung kepada beberapa institusi: diantaranya Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dan Kantor Staff Kepresidenan Republik Indonesia. 

LBH Banda Aceh menilai bahwasanya tindakan Kepolisian Resor Aceh Tamiang dalam melakukan pemanggilan dan pemeriksaan dan penetapan status tersangka terhadap 25 masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu terkait dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960  tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dikarenakan aturan hukum yang digunakan bukanlah aturan yang melegitimasi kewenangan penyidik Kepolisian. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 51 tahun 1960 murni kewenangan Menteri Agraria dalam menyelesaikan permasalahan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal tersebut selaras dengan pengaturan yang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) Perpu Nomor 51 Tahun 1960 yang mengatur bahwa penyelesaian permasalahan mengenai pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya diselesaikan menurut ketentuan, mekanisme dan prosedur yang ditetapkan oleh Menteri Agraria, bukan melalui mekanisme hukum acara pidana yang dilakukan oleh pihak Kepolisian.

Dalam ayat (2) ditegaskan bahwa Menteri Agraria memiliki kewenangan penuh dalam melakukan berbagai tindakan untuk menyelesaikannya pemakaian tanah-tanah perkebunan dan hutan tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah. Artinya, Perpu Nomor 51 tahun 1960 mengatur mengenai pemberian kewenangan hanya kepada Menteri Agraria dalam melakukan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan permasalahan pemakaian tanah tersebut. Apabila ada instansi lain yang melakukan tindakan tersebut, harus atas persetujuan dan ditunjuk langsung oleh Menteri Agraria. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3).

Berdasarkan hal tersebut, LBH Banda Aceh menyayangkan tindakan kepolisian yang melakukan pemanggilan terhadap  warga Desa Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara,  Aceh Tamiang sebagai saksi dan melakukan penetapan status Tersangka terhadap 25 warga. Hal ini didasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 51 Tahun 1960 yang merupakan pengaturan  mengenai kompetensi absolut atau kewenangan mutlak dari Menteri Agraria dan tidak dibenarkan adanya campur tangan pihak lain, termasuk Kepolisian. 

Terlebih lagi, masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu telah melaporkan permasalahan tersebut ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan Kantor Staf  Kepresidenan Republik Indonesia, dan hingga kini proses penyelesaiannya masih berlangsung. Maka sudah seharusnya setiap pihak menghargai dan menghormati proses penyeelsaian yang hingga saat ini masih berjalan. 

Oleh karena itu, tindakan Kepolisian dalam melakukan pemanggilan dan pemeriksaan baik sebagai saksi maupun tersangka terhadap masyarakat Desa Perkebunan Sungai Iyu  dalam dugaan tindak pidana menguasai lahan atau rumah tanpa hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 jo Pasal 5 Perppu Nomor 51 Tahun 1960 tidak diperkenankan dalam hukum, sehingga tindakan tersebut merupakan tindakan yang patut dianggap bersifat intimidatif serta merupakan wujud kriminalisasi terhadap warga yang masih memperjuangkan tanahnya. 

Selain itu, LBH Banda Aceh mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dan Pemerintah Aceh untuk dapat sesegera mungkin melakukan berbagai tindakan yang dianggap penting dan patut guna mendorong penyelesaian konflik tersebut secara bermartabat dan mengedepankan kepentingan warga.

Banda Aceh, 6 Juli 2018
Kepala Operasional

ttd

Chandra Darusman S, S.H., M.H.

,
Aceh Besar – Sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan, Kodim 0101/BS bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Aceh Besar melakukan penanaman ratusan pohon keutapang.

Penanaman ini dilakukan di seputaran Lapangan Bungoeng Jeumpa dan halaman Mesjid Al-Munawwarah yang berlokasi di Desa Jantho Makmur Kecamatan Jantho Kabupaten Aceh Besar, Kamis (05/07/18).

Komandan Kodim 0101/BS Kolonel Inf Iwan Rosandriyanto, S.IP melalui Kepala Staf Kodim (Kasdim) Letnan Kolonel Inf Catur Adi Siswoyo, S.IP menyampaikan, bahwa kegiatan penanaman pohon ini merupakan momentum gerakan indonesia menanam pohon demi menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

“Penanaman pohon ini untuk menambah kontribusi oksigen, sehingga akan mewujudkan lingkungan yang sehat,” ucap Kasdim.

Diharapkan, supaya kelangsungan hidup tanaman ini dapat terus terjaga dan benar-benar memberikan manfaat baik bagi masyarakat, maka perlu adanya kepedulian semua pihak untuk mengawasi dan merawat tanaman tersebut.

“Pentingnya kepedulian kita bersama untuk menjaga dan merawat tanaman yang sudah kita tanam ini, agar bisa tumbuh kembang dengan baik dan tidak ada yang merusak pohon yang sudah ditanami ini,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Aceh Besar Ir. Mawardi Ali yang diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Drs. Iskandar M.Si mengatakan, bahwa dengan adanya penanaman pohon yang dilaksanakan oleh Kodim 0101/BS bekerjasama dengan DLH Kabupaten Aceh Besar sangat besar manfaatnya dirasakan oleh masyarakat setempat.

“Saya berpesan kepada seluruh masyarakat untuk dapat terus menjaga dan merawat tanaman ini, supaya manfaatnya dapat dirasakan sampai anak cucu kita nanti,” katanya.

 Hadir juga dalam kegiatan tersebut diantaranya Kapolres Aceh Besar AKBP Drs. Heru Suprihasto, SH diwakili Kabag Ops,  Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Besar, para tokoh dan gechik serta masyarakat se Kecamatan Jantho. (Rill)

Razman Arif Nasution, pengacara tersangka kasus dugaan korupsi dana otsus di Aceh, Hendri Yuzal (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
Banda Aceh - Salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dana otonomi khusus di Aceh, Hendri Yuzal, mengaku akan mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC) ke KPK. Hendri Yuzal merupakan staf khusus dari Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, yang juga tersangka dalam kasus ini. 

"Jadi kami nanti akan surati pihak KPK. Kemudian memberitahu bahwa klien kami bersedia jadi justice collaborator," kata kuasa hukum Hendri, Razman Arif Nasution di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/7).

Menurut Razman, kliennya siap menjadi JC karena mengetahui banyak soal perkara tersebut. Baik itu soal adanya pertemuan yang terkait dengan kasus, hingga soal adanya transaksi uang.

"Dia mengatakan mengetahui adanya pertemuan antara Pak Gubernur dengan Pak Bupati. Tapi dia tidak mau menyebut angkanya karena takut. Bahkan tadi dia bilang dalam OTT itu merupakan pertemuan ketiga kalinya," paparnya.

Razman mengungkapkan, kliennya mengetahui beberapa pengusaha yang memberikan uang kepada Irwandi. Bahkan Razman menyatakan kliennya itu pernah kecipratan uang dari pengusaha itu pada saat bulan ramadhan atau sebelum lebaran.
Surat kuasa tersangka kasus dugaan korupsi dana otsus di Aceh, Hendri Yuzal kepada pengacara Razman Arif Nasution. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
"Ada kirimanlah, menjelang Lebaran. Uang transfer menjelang Lebaran, dia terima. Tapi dia tidak tahu, uang itu untuk itu (Permintaan permohonan dana otsus), tapi yang berkepentingan itu mengirim ke dia," lanjut Razman.

Razman mengaku segera mengirim surat permohonan JC kepada KPK. Ia juga akan mengirimkan surat permohonan perlindungan sebagai saksi untuk kliennya.

"Saya akan buat surat agar dijaga keamanannya. Karena dia ini saksi mahkota karena sebagai staf khusus. Maka kita akan buat surat nanti agar beliau mau membuka semuanya," kata Razman.

Secara terpisah, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pengajuan JC merupakan hak seorang tersangka. Namun dia meminta untuk para tersangka tidak bermain-main dalam mengajukan JC tersebut. 

"Tadi saya cek ke penyidik, surat permohonan JC belum masuk. Prinsipnya jika ingin mengajukan JC, silakan tapi jangan setengah hati. Karena KPK akan sangat hati-hati mempertimbangkan ketepatan seorang menjadi JC," kata Febri.
Febri juga menyatakan tidak serta merta KPK mengabulkan JC terhadap seseorang. Febri mengatakan, pertimbangan terkabulnya JC antara lain bukan pelaku utama, mengakui perbuatanya dan membuka informasi tentang keterlibatan pihak lain yang lebih tinggi.

"Dalam kasus suap terkait DOK (Dana Otonomi Khusus) Aceh ini, KPK telah memiliki bukti yang kuat sebelum menetapkan tersangka dan melakukan penahanan. Jadi mengakui perbuatan atau bahkan menjadi JC akan lebih baik bagi para tersangka dan juga membantu proses hukum ini," imbuhnya.

Dalam kasus ini, Irwandi bersama dengan Syaiful Bahri dan Hendri Yuzal ditetapkan sebagai pihak yang diduga menerima suap. Sementara Ahmadi ditetapkan sebagai tersangka sebagai pihak yang diduga memberikan suap.

Dalam kasus ini, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf diduga menerima suap Rp 500 juta dari Bupati Bener Meriah Ahmadi. Diduga uang itu bagian dari commitment fee sebesar Rp 1,5 miliar yang diminta oleh Irwandi kepada Ahmadi.

Ahmadi diduga memberikan uang itu sebagai ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Anggaran 2018. (*)

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf resmi ditahan KPK (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
StatusAceh.Net - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunjuk Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubenur Aceh. Penunjukan tersebut dilakukan pasca Gubernur Aceh Irwandi Yusuf resmi ditahan oleh KPK.

Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah saat ditemui sejumlah media di kantor gubernur, mengaku pemerintah Aceh sedang berduka karena kehilangan sahabat mitra kerja yang sangat baik.

“Dengan doa mudah-mudahan Pak Irwandi tetap tabah dan sabar menjalaninya dengan baik,” sebut Nova, Rabu (5/7) usai memimpin rapat di ruang P2K APBA.

Sementara itu, menyangkut dengan ketatanegaraan Mendagri telah menunjuk dirinya sebagai PLT Gubernur. Namun hingga saat ini proses administrasi tentang PLT belum diterimanya.

“Yang saya baca di media bahwa akan ditunjuk PLT. Dan Mendagri sudah bicara bicara akan menunjuk PLT kemungkinan wagub. Tapi sampai hari ini saya dengar proses administrasi tentang PLT itu masih ditangan Mendagri saya belum terima,” ujarnya.

Nova menyebutkan, roda pemerintahan Aceh tetal berjalan seperti biasa. Tentang pelaksanaan proyek tender yang tersisa belum ada penetapan pemenang maka harus diberhentikan sementara.

“Sebagai wakil gubernur saya sedang mencari jalan lain karena biro pengadaan barang dan jasa dihentikan karena pemeriksaan KPK. Tetapi hal-hal lain kita jalan terus tidak semuanya terhenti. Sambil menunggu proses yang sedang dijalani Irwandi hal-hal lain yang bisa dijalankan ya jalan terus. Seperti ada serapan anggaran untuk yang non tender apakah itu Penunjukan Langsung (PL)dan lain-lain,” ungkapnya.

“Masa penyegelan ruang dilakukan KPK kami minta itu disterilkan sesuai kebutuhan mereka. Kami minta selama dua hari. Mudah-mudahan itu tidak berubah,” tambahnya. | Kumparan

Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menunjuk Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh. Surat penunjukan Nova sudah diteken Mendagri menyusul ditahannya Irwandi Yusuf oleh KPK sejak dini hari tadi.

KPK menetapkan Gubernur Irwandi Yusuf sebagai tersangka dalam kasus suap pengalokasian dan penyaluran dana otonomi khusus Aceh 2018 dan langsung ditahan.

"Hari ini saya sudah teken wakil gubernur sebagai pejabat gubernur sampai berkekuatan hukum tetap," kata Tjahjo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/7/2018).

Selain itu, Tjahjo juga telah menandatangani surat penunjukan Wakil Bupati Bener Meriah Syarkawi sebagai Plt Bupati Bener Meriah. Hal itu setelah Bupati Bener Meriah Ahmadi juga ikut tertangkap tangan oleh KPK hampir bersama dengan Irwandi Yusuf.

"Kemudian wakil bupati sebagai Plt bupati (Bener Meriah) sampai berkuatan hukum tetap agar tetap menjalankan fungsi pemerintahannya sehari-hari," ujar Tjahjo.

Tjahjo kesal dengan kembali tertangkapnya kepala daerah karena tersangkut kasus korupsi. Apalagi, ia sudah sering mengingatkan para kepala daerah untuk menghindari segala perbuatan yang mengarah ke perbuatan korupsi.

"Saya kemarin mengundang semua gubernur di (hotel) Borobudur hadir, tetapi kok ya Aceh masih aja," sesalnya.

Politikus PDIP itu mengaku sangat intensif berkomunikasi dengan Irwandi. Bahkan, menurut Tjahjo mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu termasuk kepala daerah yang tidak mau kompromi soal angggaran yang tidak efisien.

"Kok ya masih ini OTT. Kalau KPK, OTT itu kan sudah ada penyelidikan cukup lama," tuturnya.| okezone.com

StatusAceh.Net - Polres Kepulauan Selayar di  Sulawesi Selatan menahan Agus Susanto, nakhoda kapal Lestari Maju yang kandas di Pantai Pa'baddilang, pada Selasa 3 Juli 2018. Polisi akan memintai keterangan seputar kecelakaan kapal yang telah menewaskan 36 penumpang itu.

"Betul, saat ini sementara yang bersangkutan diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Kepala Polres Selayar Ajun Komisaris Besar Polisi Syamsu Ridwan saat dikonfirmasi pada Kamis, 5 Juli 2018.

Polisi belum menetapkan tersangka dalam insiden kapal Lestari Maju. Penyidik baru akan memeriksa sejumlah pihak terkait. Pemeriksaan belum dijadwalkan, sebab polisi dan tim Basarnas masih berfokus pada evakuasi korban.

Data terakhir Polres Selayar pada Rabu siang menyebutkan sebanyak 202 penumpang telah dievakuasi. Sebanyak 36 orang di antaranya meninggal, sedangkan 166 orang lain selamat. Mereka dievakuasi dari atas kapal maupun perairan sekitar lokasi kecelakaan.

Tim gabungan sudah berhenti mengevakuasi, namun masih menyisir perairan untuk mencari kemungkinan adanya korban lain. Sebab, jumlah korban yang dievakuasi berbeda dengan daftar manifes yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Manifes mencatat, kapal dengan rute Pelabuhan Bira Bulukumba-Pamatata Selayar itu mengangkut 139 penumpang. Kapal juga mengangkut 48 kendaraan, berjenis truk, bus, minibus, dan sepeda motor.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sudah menginstruksikan jajarannya maupun Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) agar menyelidiki kecelakaan, termasuk indikasi pelanggaran manifes.

"Semua yang bersangkutan dengan kapal, izin, kelayakan, jumlah penumpang, yang meninggal SOP (standar prosedur operasional), akan kami dapatkan nanti malam atau besok pagi. Nanti akan disampaikan secara formal," kata Budi dalam konferensi pers di Makassar. | Viva

Jakarta - JOOX penyedia layanan musik digital daring terdepan di Asia dan Afrika Selatan bekerjasama dengan H&M, sebuah merek fashion terkemuka di kalangan anak muda yang berasal dari Swedia. JOOX yang memiliki konsep ‘discover free music for every moment’  dan H&M yang memiliki konsep 'fashion & quality at the best price in a sustainable way' merupakan dua brand yang dirasa dapat mewakili ekspresi anak muda di Indonesia. 

Kedua brand yang lekat dengan kehidupan kaum muda ini berkolaborasi di salah satu festival musik yang paling ditunggu di Indonesia, We The Fest yang akan kembali hadir di tahun ini pada tanggal 20-22 Juli 2018 di JIEXPO Kemayoran. Sebagai bagian dari kegiatan Road to We The Fest 2018, JOOX dan H&M akan berkolaborasi untuk memberikan kesempatan untuk pecinta musik dan fashion agar dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dengan fashion terkini dan musik yang mereka suka.

Benny Ho, Senior Director of Business Development, International Business Group, Tencent mengungkapkan, “Kerjasama antara JOOX, H&M dan Ismaya melalui We The Fest adalah kerjasama yang menggabungkan tiga hal penting dalam industri musik dan fashion di Indonesia. Musik dan fashion adalah satu kesatuan yang saling menunjang bahkan dapat menciptakan sebuah trend di kalangan anak muda. JOOX sangat mendukung kerjasama yang dapat mengakomodasi pecinta musik untuk  mengekspresikan musik dalam  hal-hal yang mereka sukai seperti pertunjukkan  musik dan fashion.”

Jelang penyelenggaraannya yang keempat kali ini We The Fest 2018 akan bekerjasama sebagai bagian dari kegiatan Road to We The Fest 2018, JOOX dan H&M akan berkolaborasi untuk memberikan kesempatan untuk pecinta musik dan fashion agar dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dengan fashion terkini dan musik yang mereka suka.

Bagi pecinta musik yang ingin turut mengekspresikan karakter diri  mereka dengan cara berfoto dan share lirik card  di booth JOOXxH&M  yang tersedia di Grand Indonesia mulai tanggal 1 – 8 Juli 2018, dan Mall Kota Kasablanka 9 – 14 Juli 2019. JOOX juga akan menghadirkan para  musisi yang  akan tampil di We The Fest 2018 dalam tayangan JOOX Live pada Hari Rabu, 5 Juli 2018 dan menampilkan Andien dan Abenk Alter di area gerair H&M Grand Indonesia dan Hari Rabu , 11 Juli 2015 menampilkan GAC dan Kimokal  di area gerai H&M Kota Kasablanka. Di luar ini, pecinta fashion dan pengguna JOOX dapat menikmati playlist khusus yang disiapkan untuk We The Fest dan H&M di aplikasi JOOX

Sementara itu bagi H&M sendiri, kerjasama ini menghadirkan full experience bagi para konsumennya untuk berekspresi dengan selera fashion trendi dan musik pilihannya.

Karina Soegarda, Communications Manager H&M Indonesia mengatakan, “Musik dan fashion adalah 2 hal yang tidak terpisahkan dan saling memberikan inspirasi satu sama lain.  Kolaborasi H&M dan JOOX untuk festival musik We The Fest 2018 merupakan sebuah kolaborasi dari dua brand yang selalu mendukung insan kreatif anak muda di era sekarang.  Such a perfect way to bring fashion and fun to a music festival!” 

Bagi Ismaya selaku penyelenggara festival We The Fest, kerjasama dengan JOOX yang telah terjalin 3 tahun terakhir merupakan wujud konsistensi keduanya dalam industri musik di tanah air, Sarah Deshita selaku Assistant Brand Manager Ismaya Live mengatakan, “Ismaya Live dan JOOX mempunyai visi dan misi yang sama yaitu untuk memajukan industri musik Tanah Air dengan memberikan platform kepada para musisi-musisi untuk berkarya. Di Road to We The Fest 2018 ini bersama H&M, kami semua mengundang pecinta musik dan fashion untuk datang dan sama-sama menyambut datangnya We The Fest tanggal 20, 21 & 22 Juli nanti.”

Kerjasama antara JOOX, H&M dan We The Fest ini diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan pengguna JOOX untuk dapat bertemu langsung dengan musisi favorit mereka dan menjadi salah satu sarana untuk mendukung ekosistem industri musik di Indonesia. (Rill)

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengenakan rompi tahanan oranye seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/7). KPK resmi menahan Irwandi Yusuf setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap ijon proyek di Aceh..  Merdeka.com/Dwi Narwoko
Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih menunggu surat pemberitahuan atas status tersangka Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah. Kedua kepala daerah itu menjadi tersangka KPK dalam kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

Surat pemberitahuan atas status kepala daerah tersebut dari KPK agar bisa segera menonaktifkan mereka.

"Kita nunggu register (surat). Kalau registernya sudah diserahkan oleh KPK tentunya segera ditindaklanjuti dengan penerbitan Plt," ucap Sekjen Kemendagri Hadi Prabowo di hotel Mercure Ancol, Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Dia menuturkan, jika memang sudah ada surat dari KPK, pihaknya langsung menerbitkan penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur untuk Irwandi Yusuf.

"Nah kalau registernya terbitnya hari ya hari ini juga kita terbitkan tentang Plt oleh Wakil Gubernur. Itu sudah hal biasa. Begitu kejadian, langsung ditunjuk Plt, Wakilnya nanti yang akan jadi Plt," Hadi menandaskan.

KPK menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

Penetapan Tersangka

Selain Irwandi Yusuf, KPK juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya. Mereka adalah Bupati Bener Meriah Ahmadi serta dua pihak swasta bernama Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan menetapkan 4 orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2018).

Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan ini, KPK menduga ada pemberian dari Ahmadi kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar. Uang tersebut diminta Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek infrastruktur yang bersumber dari DOKA.

"Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah," ucap Basaria.(*)

StatusAceh.Net - Nama Steffy Burase kini sedang ramai diberitakan di media lokal Aceh. Perempuan itu disebut memiliki hubungan spesial dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang telah ditahan KPK setelah di-OTT pada Selasa (3/7) lalu.

Steffy Burase menjadi sorotan setelah beredar isu pernikahannya dengan Irwandi Yusuf. Tapi isu pernikahan ini masih sekadar gosip belaka yang menyeruak di masyarakat. Isu ini semakin mencuat manakala foto Irwandi dan Steffy beredar.

Dari penelusuran kumparan, Steffy merupakan seorang model asal Manado yang juga bekerja sebagai moderator dan pembawa acara televisi.

Sosok Steffy tampaknya tak lagi asing bagi banyak orang. Di akun Instagramnya saja, ia telah memiliki lebih dari 31 ribu pengikut dengan 827 unggahan hingga Kamis (5/7) pagi.

Belakangan ini Instagramnya kian menarik. Ia kerap mengunggah tulisan bernuansa galau di Instagram Story-nya.

A post shared by Steffy Burase (@steffyburase) on

Seperti yang ditulis pada hari ini, Steffy mengungkapkan dukungannya kepada Gubernur Aceh dan mengimbau agar warganet bijak menyikapi berita yang beredar.

"Capture-an tadi bisa benar itu ucapan si pengacara, atau bisa jadi juga enggak benar melainkan alat adu domba. Apapun beritanya, selidiki dengan seksama dan bawa dalam doa," tulis dia.

"Banyak pihak menggunakan momen ini. Yang pasti kita doain Pak Gubernur selamat dari tuduhan-tuduhan yang tidak benar," lanjutnya.

Tak berhenti di situ, Steffy bahkan menjamin bahwa Irwandi Yusuf telah berkorban bagi rakyat Aceh. 

"Mohon jangan mencela, kita tidak pernah tahu seberapa besar pengorbanan beliau.  Terlepas dari isu yang beredar, saya jamin kebenarannya. Dia sangat mencintai rakyatnya," tegas Steffy.

Lebih lanjut, Steffy dikabarkan sempat hadir dalam rapat Aceh Marathon International yang dipimpin Irwandi. Steffy sendiri disebut sebagai tenaga ahli dalam acara yang rencananya dihelat pada 29 Juli mendatang di Sabang itu.

Namun ketika kumparan  mencoba menghubungi Steffy, ia belum menjawab soal kabar kedekatannya dengan orang nomor satu di Aceh tersebut.

Irwandi Yusuf ditahan KPK pada pukul 00.23 WIB dini hari tadi. Irwandi diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Bupati Bener Meriah Ahmadi yang kemudian terungkap dari OTT. Penyerahan uang itu diduga dilakukan melalui dua orang bernama Syaiful Bahri dan Hendri Yuzal.

Sumber: kumparan

Jakarta - Sarono kini sudah tidak dapat melihat lagi. Penglihatannya hilang sejak 1995 lalu. Meski begitu, Rono, sapaan akrabnya, tidak patah arang. Mengaku sempat menjual telur asin dan pisang dengan berkeliling kampung, kini Rono menjadi pemecah batu di samping toko material yang tidak begitu jauh dari rumahnya.

Meski memiliki keterbatasan fisik dan biaya, tak tanggung-tanggung, Sarono memiliki anak asuh yatim piatu hingga ratusan. Ia juga merawat kaum duafa.

Kisah ini bermula pada 1994 lalu, ketika sang istri mengalami sakit dan harus dioperasi pada 1995 hingga tidak bisa memiliki anak. Rono yang saat itu sudah mulai tidak bisa melihat mengaku sempat bersedih. Tetapi, ia dan istri harus terus menjalani hidup.

Dimulai dari menjual telur asin yang penjualannya di awal sempat ramai sampai sepi, ia kemudian berjualan pisang, tapi juga tidak laris.

Sampai akhirnya suatu waktu, di perjalanan pulang dengan membawa utuh pisang dagangannya, Rono tersandung batu. Dia pun membungkuk dan mengambil batu tersebut yang ternyata sudah melukai dirinya. Rono lalu berdoa.

"Ya Allah, terima kasih ya Allah, semoga Engkau memberikan rezeki dari sini (batu-batu). Mudah-mudahan dari darah kotor ini keluar mengurangi dosa saya," cerita Rono kepada Liputan6.com di rumahnya Jalan Cipinang Jaya IIB, Jakarta Timur, Rabu, 4 Juli 2018.

Berangkat dari kejadian tersebut, Rono menekuni pekerjaannya sebagai pemecah batu. Batu merah, batako, dan batu-batu lain itu dipungutnya dari toko material.

Lalu, batu-batu tersebut dipecahkannya hingga menjadi butiran-butiran, kemudian disaring, hingga menjadi pasir halus.

Pasir tersebut dijual oleh Sarono kepada siapa pun yang mau membelinya. Diakuinya, belum lama ini pasir buatannya dibeli oleh penjual martabak.

Bertemu Anak Yatim

Rono tidak mematok harga untuk pasir tersebut. Menurut dia, asal sama-sama ikhlas dan senang, maka sudah cukup bagi dirinya berapa pun yang diberikan oleh sang pembeli.

Pria berusia 60 tahun ini bekerja dua kali dalam sehari. Pertama pagi hari mulai pukul 07.00-11.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00-17.30 WIB. Hal ini lantaran Rono ingin salat dan makan siang di rumah.

Untuk pulang dan pergi ke tempatnya memukul batu, Rono selalu diantar kemudian dijemput oleh anak asuhnya. Peralatan yang digunakannya juga sederhana, hanya menggunakan martil dan sebuah batu bata untuk tempatnya duduk memecahkan batu.

Rono membawa 1 dirijen air yang digunakan untuk membasahi pinggir jalan tempatnya duduk, agar tidak berdebu karena bisa mengenai matanya. Tak lupa, sebuah tongkat dibawa Rono untuk membantunya berjalan.

Tempat Rono memecahkan batu benar-benar berada di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan motor dan mobil. Di sampingnya ada got besar yang bisa membuatnya jatuh terperosok.

Namun, Rono tak khawatir. Ia mengaku benar-benar ikhlas bekerja karena Allah SWT. Ia tak takut jatuh apalagi tertabrak kendaraan. Ia hanya ingin bisa mendapatkan rezeki bagi anak-anak asuhnya.

Rono bersyukur, pemilik toko material baik kepadanya. Ia diizinkan untuk mengambil pecahan-pecahan batu yang tak terpakai. Rono membalasnya dengan membantu membersihkan got.

Terus giat bekerja, hingga pada 2003, Rono berkenalan dengan dua orang anak yatim yang kemudian diasuhnya.

Jumlah anak asuhnya terus bertambah setiap tahun, hingga mencapai ratusan orang sekarang. Rono mengatakan, tidak pernah kesulitan untuk membiayai anak asuh dan dhuafa. Donatur-donatur justru berdatangan kepadanya memberikan bantuan.

Menurut Rono, dititipkan anak yatim dan piatu merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan. Ia selalu mengucap syukur atas apa yang didapatkan.

Karena menurutnya, ketika masih muda dulu, dia sangat jauh dari Allah, lupa untuk beramal, infak, dan sedekah. Sehingga ia dan istrinya sepakat untuk merawat anak yatim piatu.

Tak Pernah Minta Bantuan Donatur

Tinggal di rumah seluas 10 x 3 meter membuat Rono tak bisa tinggal dengan anak-anak yatim asuhannya. Mereka yang masih punya orangtua, tetap tinggal bersama orangtuanya.

Tetapi, anak-anak tersebut sering main dan makan di rumah Rono. Tak hanya anak yatim, Rono dan istri juga merawat kaum duafa.

"Termasuk juga duafa. Duafa ini kan orangnya susah, ada bapaknya, tapi enggak diurusin," kata dia.

Untuk merawat anak asuhnya, Rono mengaku tidak pernah sama sekali meminta bantuan donatur. Melainkan, para donatur tersebut yang mencarinya. Donatur Rono tak hanya dari Ibu Kota, tapi juga dari luar kota.

Bahkan untuk memudahkan, kini Rono sudah memiliki rekening bagi para donatur jika ingin membantunya merawat anak yatim dan duafa.

Pada Hari Raya Idul Fitri lalu, Rono bersyukur ada saja rezeki yang didapat untuk kembali dibagikan kepada anak asuhnya. Sehingga, mereka semua dapat merasakan Lebaran.

Sampai sekarang, jumlah anak asuh yang dibiayai Rono, yatim dan duafa, mencapai 184 orang.

"Di Muara deket Pasar Deprok ada 35 orang, deket Pasar Elok ada 30 orang, Prumpung 15 orang, Cipinang Pulo Maja 14 orang, terus di sini di RT 09 ada 75 orang," ucapnya.

Menurut Rono, kini ada anak asuhnya yang sudah kuliah. Tak sedikit pula yang sudah bekerja karena telah berhasil disekolahkan oleh Rono hingga lulus.

"(Anak asuh) ada yang udah kuliah sana di Pasar Rebo, ada juga yang udah kerja di Tip Top (supermarket), gajinya dia Rp 1,7 (juta) alhamdulillah, karena dia udah punya duit sendiri," jelas Rono.

Meski tak bisa melihat, Rono bangga bisa menjaga, merawat, dan membiayai anak asuhnya agar tidak putus sekolah. Tak banyak yang diharapkan Rono. Ia hanya berharap, kelak anak asuhnya dapat menjadi anak saleh atau salehah serta berhasil.

Rono juga berharap agar selalu sehat dan diberikan rezeki untuk bisa diberikan kepada anak asuh yatim piatu juga duafa yang dirawatnya.

Rono bersyukur, dengan kebutaannya, ia justru menjadi semakin dekat kepada Allah dan tidak hanya hidup untuk kesenangan atau mengejar dunia semata. Ia bahagia karena meski tidak memiliki anak kandung, tetapi anak asuhnya sudah hampir 200 orang dan tetap bisa menyenangkan dirinya bersama sang istri tercinta.(*)

Banda Aceh - Gubernur Aceh Drh. Irwandi Yusuf telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Irwandi Yusuf diduga menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi yang di sampaikan dalam konferensi pers di gedung KPK.

"Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh," kata Basaria Pandjaitan Wakil Ketua KPK di kantornya malam ini, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2018).

Pemberian itu disebut terkait fee join proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh tahun anggaran 2018. Menurut Basaria, Ahmadi berperan sebagai perantara dalam kasus yang suap yang terjadi pada selasa (3/7/2018)

Seperti diketahui di Kabupaten Bener Meriah memiliki beberapa program pembangunan yang didanai dalam APBA tahun 2018 sebanyak 26 paket pekerjaan OK jalan dan jembatan di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh.

Menanggapi hal tersebut Reza turut prihatin terhadap adanya Kepala Daerah yang terkena operasi tangkap tangan dilakukan KPK, berarti selama ini memang benar seperti yang kita pikirkan fee proyek ada dimana-mana tapi tidak terlihat dengan jelas pada mata rakyat sehingga kesejahteraan memang tidak akan mungkin kita dapatkan karena tidak tepat pada sasaran pembangunan yang kita cita-citakan

"Semua masyarakat harus sadar sejak dini bahwa semua perkataan indah belum tentu diwujudkan untuk mensejahterakan rakyat, Mazhab HanaFee hanyalah propaganda yang nyata bagi Rakyat Aceh" kata Muhammad Reza Saputra mantan Wakil Presiden Mahasiswa Unsyiah.[Rill]

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan bersama dua penyidik KPK saat menunjukan barang bukti OTT Aceh yang berhasil menangkap Gubernur Aceh Irwadi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahamdi. (Issak/JawaPos.com)
Jakarta - Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) mengamankan uang sejumlah puluhan juta dan beberapa barang bukti dalam kasus yang menyeret Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Keduanya kini berstatus tersangka dan ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, saat menggelar konfrensi pers terkait kasus dugaan suap menerima hadiah atau janji oleh Gubernur Aceh terkait pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA)  tahun anggaran 2018.

"Dalam kegiatan ini KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana yaitu uang Rp 50 juta, barang bukti berupa transaksi perbankan, dan catatan proyek," ungkap Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (4/7)

Untuk diketahui, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ditetapkan menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya yakni Bupati Kabupaten Bener Meriah Ahmadi, dan dua orang dari sektor swasta yakni Hendri Yuzal serta Syaiful Bahri.

Dalam kasus tersebut, diduga pemberian uang dilakukan oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp 500 juta, uang itu bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Irwadi terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan insfrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada provinsi Aceh tahun anggaran 2018.

Pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari DOKA.

Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara.

Sebagai pihak yang diduga menerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak diduga pemberi Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU 32/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001. | Jawapos


Jakarta - Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) menggugat Dewan Pers, atas dugaan melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Proses gugatan hari ini, Rabu, 4 Juli 2018, telah memasuki sidang kelima di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Baca juga: BREAKINGNews !!! 1000 Wartawan Bakal Geruduk Dewan Pers

Agenda persidangan kali ini masih seputar membuktikan legal standing  atau status hukum masing-masing pihak. Kuasa hukum dua organisasi pers, Dolfie Rompas, memaparkan bahwa di persidangan kelima ini ada keberatan dari tergugat. "Tadi ada komplen dari pihak tergugat Dewan Pers, bahwa salah satu legal standing, dari PPWI belum lengkap," katanya seusai sidang, Rabu (4/7/2018).

"Pemahaman mereka (penasihat hukum Dewan Pers), bahwa legal standing organisasi itu harus berbadan hukum. Padahal di dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Ormas, jelas di pasal 16, bahwa Organisasi Masyarakat itu, bisa berbadan hukum bisa juga tidak berbadan hukum," terang Rompas. 

"Kalo untuk berbadan hukum, itu tadi kita jelaskan di hadapan hakim, bahwa memang di-SK-kan oleh Kementrian Hukum dan HAM. Tetapi untuk non badan hukum, cukup dikeluarkan Surat Keterangan Terdaftar dari Kementrian Dalam Negeri, dalam hal ini Kesbangpol," papar Dolfie.

Lalu, Rompas menjelaskan, "Untuk PPWI sendiri itu sudah memiliki SK Kesbangpol, dan sudah kita tunjukan, tetapi masih kurang puas, tidak apa-apa. Saya suruh mereka coba membaca lagi undang-undang, agar supaya mengerti apa yang dimaksud daripada undang-undang tersebut," ujarnya. 

"Jadi jelas, bahwa tidak ada masalah terkait legal standing penggugat, baik dari PPWI ataupun dari SPRI," imbuhnya. 

"Selanjutnya, proses mediasi antara penggugat dalam hal ini kami penggugat, PPWI dan SPRI dengan Dewan Pers. Pada intinya kami sebagai kuasa hukum mengikuti apa yang diinginkan oleh principal kami," ungkap Rompas. 

"Bahwa apa yang kita gugat, itulah yang dilaksanakan. Ada beberapa kebijakan Dewan Pers yang harus dicabut. Kalau itu dipenuhi, maka kemungkinan mediasi akan terjadi. Tapi kalo tidak, ya kita tetap akan terus berjuang agar supaya kebijakan tersebut dicabut oleh putusan pengadilan. Intinya kita siap untuk bermediasi," terang Rompas.

Lanjut Rompas, "Dengan catatan bahwa kebijakan-kebijakan yang dianggap, dirasa itu tidak adil, salah satunya adalah uji kompetensi (wartawan) harus dicabut dulu, kalo tidak, ya mediasi sudah kita pastikan akan gagal."

Dolfie Rompas mengajak para jurnalis seluruh Indonesia mengawal proses persidangan gugatan ini. "Keputusan pengadilan Jakarta Pusat harus benar-benar adil, karena harus kita ingat bahwa pers itu adalah salah satu pilar demokrasi bangsa untuk kemajuan bangsa ini, tidak boleh terjadi kriminalisasi terhadap pers. Sidang akan dilanjutkan minggu depan tanggal Rabu, 11 juli 2018," tutup Rompas. 

Terpisah, ketika dimintai komentarnya tentang hasil sidang tersebut, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke mengatakan bahwa penasehat hukum Dewan Pers itu tidak profesional alias abal-abal. "Penasihat hukum Dewan Pers itu abal-abal, mereka tidak profesional. Buktinya mereka tidak mengerti undang-undang, khususnya UU Keormasan," ujarnya dalam percakapan via telpon aplikasi whatsaps, di hari yang sama. 

Lanjut Wilson, "Saya menyarankan kepada anggota Dewan Pers, agar mempelajari seluruh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya penasihat hukumnya. Kemampuan mereka itu belum lebih baik dari mahasiswa hukum yang sedang magang di kantor pengacara."

Satu lagi, imbuh lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, keberadaan Pengurus Dewan Pers itu perlu dipertanyakan. "Mereka anggota Dewan Pers duduk sebagai Dewan Pers, apakah ada SK dari Presiden atau ditunjuk-tunjuk begitu saja?" kata Wilson dengan nada tanya.

Sebab menurut dia, ada oknum komisioner Dewan Pers yang saat ini menjabat sebagai pejabat pemerintah, yakni Sinyo Harry Sarundajang, yang sedang aktif bertugas sebagai Dubes RI di Philipina.

"Sudah jelas berdasarkan UU No. 40 tahun 1999, Dewan Pers itu harus independen, tidak ada wakil pemerintah di lembaga tersebut. Eh, kok ada oknum pejabat pemerintah? Penasehat hukum Dewan Pers itu mengerti tidak yaa, kalau yang dibelanya itu adalah lembaga yang legal standingnya cacad hukum?" pungkas alumni Utrecht University, Belanda ini. (Red/Rls)
loading...

Contact Form

Name

Email *

Message *

StatusAceh.Net. Theme images by i-bob. Powered by Blogger.