Aktivis Cantik dan Pemberani Afghanistan Ditembak Mati
KABUL - Para pria bersenjata dengan menaiki sepeda motor menembak mati seorang aktivis pembela hak-hak perempuan Afghanistan hari Kamis. Aktivis perempuan berparas cantik ini merupakan aktivis kedua yang dibunuh dalam dua hari terakhir sejak Rabu.
Freshta Kohistani, 29, dan saudara laki-lakinya ditembak mati di sebuah wilayah di utara Ibu Kota Afghanistan, Kabul, kemarin.
Pembunuhan terhadap kedua aktivis pada Rabu dan Kamis tersebut mengikuti pola serupa yang terlihat dalam beberapa pekan terakhir, di mana beberapa warga Afghanistan terkemuka tewas dalam pembunuhan yang ditargetkan di siang hari bolong, beberapa di antaranya di ibu kota.
"Orang-orang bersenjata tak dikenal di sepeda motor membunuh Freshta Kohistani di distrik Kohistan di provinsi Kapisa," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Tariq Arian kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Jumat (25/12/2020).
Gubernur Provinsi Kapisa, Abdul Latif Murad, mengatakan kepada AFP bahwa penembakan itu terjadi di dekat rumah Kohistani. Menurutnya, saudara laki-laki aktivis itu juga tewas dalam serangan tersebut.
Sejauh ini belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
Kohistani, yang pernah berkampanye untuk pemimpin veteran Abdullah Abdullah selama pemilihan presiden tahun lalu, memiliki pengikut yang relatif banyak di media sosial. Dia secara teratur menyelenggarakan acara masyarakat sipil di Kabul yang menyerukan hak-hak perempuan.
Abdullah mengatakan Kohistani tewas dalam "serangan teroris".
Dalam sebuah posting Facebook, dia menggambarkan Kohistani sebagai aktivis "pemberani dan tak kenal takut" yang berada di garis depan kehidupan sipil dan sosial di Afghanistan.
“Kelanjutan dari pembunuhan semacam itu tidak dapat diterima,” kata Abdullah, yang memimpin proses perdamaian negara secara keseluruhan.
Beberapa hari sebelum kematiannya, Kohistani, yang meninggalkan suami dan satu anaknya, menulis di Facebook bahwa dia telah meminta perlindungan dari pihak berwenang setelah menerima ancaman.
Dia juga mengutuk gelombang pembunuhan jurnalis dan tokoh terkemuka lainnya yang sedang berlangsung.
“Afghanistan bukanlah tempat tinggal. Tidak ada harapan untuk perdamaian. Beri tahu penjahit untuk mengukur (untuk kain kafan pemakaman) Anda, besok bisa jadi giliran Anda," tulis dia di Twitter pada November.
Gelombang pembunuhan telah memicu ketakutan di seluruh negeri, terutama di Kabul.
“Situasi keamanan memburuk dari hari ke hari,” kata Ahmad Jawed, pegawai pemerintah di Kabul.
“Saat kami meninggalkan rumah di pagi hari, kami tidak yakin akan kembali ke rumah hidup-hidup pada malam hari.”
Jurnalis, politisi, dan aktivis hak asasi manusia semakin menjadi sasaran karena kekerasan meningkat di Afghanistan, meskipun ada pembicaraan damai antara pemerintah dan Taliban.
Pada hari Rabu, Mohammad Yousuf Rasheed, yang memimpin organisasi pemantau pemilu independen, disergap dan ditembak di kawasan lalu lintas pada jam sibuk pagi hari di Kabul bersama dengan sopirnya.
Pembunuhannya terjadi sehari setelah lima orang—termasuk dua dokter yang bekerja di sebuah penjara di pinggiran Kabul—terbunuh oleh bom mobil.
Seorang jurnalis Afghanistan terkemuka juga ditembak minggu ini saat dalam perjalanan ke sebuah masjid di kota Ghazni di timur.
Rahmatullah Nekzad adalah jurnalis keempat yang terbunuh di Afghanistan dalam dua bulan terakhir, dan pekerja media ketujuh tahun ini. Data ini menurut Komite Keamanan Jurnalis Afghanistan yang berbasis di Kabul. | Sindonews