Dosen Unimal Beri Pemahaman Tentang Resolusi Konflik Berbasis Kearifan Lokal Kepada Perangkat Gampong
Lhokseumawe - Kearifan lokal yang ada di Aceh terbukti dapat dijadikan resolusi konflik dalam mendamaikan masyarakat. Kearifan lokal tersebut dikuatkan oleh Qanun No. 9 Tahun 2008 tentang Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
Dijelaskan bahwa lembaga adat termasuk perangkat gampong memiliki kewenangan untuk menyelesaikan konflik 18 perkara pada tingkat gampong yakni perselisihan dalam rumah tangga, sengketa antar keluarga yang berkaitan dengan harta warisan, perselisihan antar warga, Khalwat atau mesum, perselisihan tentang hak milik, perselisihan dalam keluarga, perselisihan harta seuharkat (gono gini), pencurian ringan, pencurian ternak peliharaan, pelanggaran adat tentang ternak, pertanian dan hutan, persengketaan di laut, persengketaan di pasar;, penganiayaan ringan, pembakaran hutan, pelecehan, fitnah, hasut dan pencemaran nama baik, pencemaran lingkungan, ancam mengancam, perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat istiadat.
Untuk menguatkan kearifan lokal tersebut, maka Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Malikussaleh dengan tim pelaksana, Dr. Abidin Nurdin, Fajri M. Kasim, Ph.D dan Muhammad Rizwan, MA dibantu oleh Mahasiswa yaitu Farhan Setiawan, S.Sos, Mudawali Alkhalidi, dan Areif Khatami melaksanakan pelatihan.
Pemateri yang diundang memiliki kualifikasi yang sangat berkompeten yaitu Tgk. Abubakar Ismail sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Lhokseumawe yang memberikan materi tentang “Konsep Perdamaian dan Penyelesaian Konflik Menurut Hukum Islam”. Sedangkan Dr. Munfarisyah, SH, MH. berasal dari Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, menyampaikan materinya tentang “Eksistensi Peradilan Gampong untuk Menciptakan Perdamaian dalam Sistem Hukum di Indonesia”.
Peserta yang hadir adalah, Pj. Keuchik, Tuha Peut, Teungku Imum, Tokoh Perempuan, Tokoh Agama dan Ketua Pemuda. Pelatihan berlangsung di Wisma Pase, Kota Lhokseumawe.Kamis (18/11/2021).
Ketua MPU Kota Lhokseumawe, Tgk. Abubakar Ismail mengatakan, dalam ajaran Islam terdapat mekanisme resolusi konflik yang disebut shuluh yang bermakna perjanjian untuk menghentikan pertikaian. Dalam shuluh tersebut terdapat asas-asas yaitu, tabayyun (meneliti persoalan secara jelas), islah (usaha untuk mendamaikan) dan silaturrahim (persaudaraan), harmonisasi (upaya mencari keselarasan), ta’awun (tolong menolong) dan Qudwah Hasanah (keteladanan).
“Kami sangat bersyukur karena Gampong Meunasah Mesjid terpilih sebagai tempat melaksanakan Pengabdian Masyarakat tersebut. Karena kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada LPPM Unimal dan kepada Tim pelaksana atas terselenggaranya pelatihan ini,” ungkap Afri Fandi, SIkom, Pj. Keuchik Meunasah Mesjid yang juga Almuni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unimal.
Kemudian, Dr. Munfarisyah MH menyebutkan, saat ini pemerintahan gampong yang ada di Aceh secara yuridis memiliki kekuatan dan kewenangan untuk melaksanakan penyelesaian konflik dan sengketa berdasarkan nilai-nilai adat khususnya Tindak Pidana Ringan (TIPIRING) atau 18 perkara di atas. Penyelesaian konflik dan sengketa ini memiliki keunggulan dibandingkan ketika diselesaikan di pengadilan formal.[tmi]