2017-04-09

Abdiya aceh Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Utara Agam Inong Aceh Agama Aksi 112 Aksi 313 Aleppo Artikel Artis Auto Babel Baksos Bambang Tri Banda Aceh Banjir Batu Akik Bencana Alam Bendera Aceh Bergek Bimtek Dana Desa Bireuen Bisnis Blue Beetle BNN BNPB Bom Kampung Melayu Budaya BUMN Carona corona Covid-19 Cuaca Cut Meutia Daerah Dana Bos dayah Deklarasi Akbar PA Deplomatik Depok Dewan Pers DPR RI DPRK Lhokseumawe Editorial Ekomomi Ekonomi Energi Feature Film Fito FORMATPAS Foto FPI Gampong Gaya Hidup Gempa Aceh Gempa Palu Gunung Sinabung Haji HAM Hathar Headlines Hiburan Hindia History Hotel Hukum Humor HUT RI i ikapas nisam Indonesia Industri Info Dana Desa Informasi Publik Inspirasi Internasional Internet Iran Irwandi-Nova Irwndi Yusuf Israel IWO Jaksa JARI Jawa Timur Jejak JKMA Kemanusiaan Kemenperin Kemenprin Kesehatan Khalwat KIP Kisah Inspiratif Korupsi Koruptor KPK Kriminal Kriminalisasi Kubu Kuliner Langsa Lapas Lapas Klas I Medan Lapas Tanjungbalai lgbt Lhiokseumawe Lhokseumawe Lingkungan Listrik Lombok Lowongan Kerja Maisir Makar Makassar Malaysia Malware WannaCry Masjid Migas Milad GAM Mitra Berita Modal Sosial Motivasi Motogp MPU Aceh Mudik Mudik Lebaran MUI Musik Muslim Uighur Nanang Haryono Narapidana Narkotika Nasional News Info Aceh Nisam Nuansa Nusantara Obligasi Olahraga Ombudsman Opini Otomotif OTT Pajak Palu Papua Parpol PAS Patani Patroli Pekalongan Pekanbaru Pelabuhan Pemekaran Aceh Malaka Pemekaran ALA Pemerintah Pemilu Pendidikan Penelitian Pengadilan Peristiwa Pers Persekusi Pertanian Piala Dunia 2018 Pidie Pidie Jaya Pilkada Pilkada Aceh Pilkades Pj Gubernur PKI PLN PNL Polisi Politik Pomda Aceh PON Aceh-Sumut XXI Poso PPWI Presiden Projo PT PIM Pungli PUSPA Ramadhan Ramuan Raskin Riau ril Rilis Rillis rls Rohingya Rohul Saladin Satwa Save Palestina Sawang Sejarah Selebgram Selebriti Senator Sinovac SMMPTN sosial Sosok Sport Status-Papua Stunting Sumatera Sunda Empire Suriah Syariat Islam T. Saladin Tekno Telekomunikasi Teror Mesir Terorisme TGB Thailand TMMD TMMD reguler ke-106 TNI Tokoh Tol Aceh Tsunami Aceh Turki Ulama Universitas Malikussaleh USA Vaksin MR Vaksinasi Vaksinasi Covid-19 vid Video vidio Viral Waqaf Habib Bugak Warung Kopi Wisata YantoTarah YARA

Bekas penembakan posko abusyik 
BANDA ACEH - Sejumlah aparat polisi gabungan dari Direktorat Reserse Umum (Ditreskrimum) Polda dan Polres Pidie mengamankan beberapa orang pelaku terduga komplotan penembakan posko Bupati Pidie terpilih Roni Ahmad alias Abusyik.

Kabid Humas Polda Aceh Kombes Goenawan menyebutkan kasus itu terungkap dari penangkapan tiga pelaku Is, MH dan AM pada Kamis (13/4). Mereka terlibat dalam kepemilikan narkotika jenis sabu.

Dari pengembangan penangkapan itu, salah satu pelaku mengakui terlibat dalam penembakan posko pemenangan Abusyik pada awal Maret 2017.

"Mereka mengaku yang menyediakan senjata api untuk rekannya yang lainnya sebagai eksekutor penembakan posko Abusyik yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," katanya, Sabtu (15/4).

Setelah melakukan pengembangan terhadap ketiga terduga pelaku itu, polisi juga menangkap tiga orang lainnya berinisial R, N dan H, pada Jumat (14/4).

"Dari penangkapan ketiga pelaku lainnya itu, polisi mengamankan barang bukti dua pucuk senjata api jenis AK beserta magasin, serta amunisi, senapan angin dan mobil," ujarnya.

Saat ini kepolisian masih melakukan pengembangan untuk mencari pelaku eksekutor penembakan posko pemenangan Abusyik tersebut.

"Mereka masih kita mintai keterangan untuk menemukan siapa eksekutor penembakan posko pemenangan Abusyik itu," katanya.(ajjn)

Sudirman anggota DPD asal aceh saat menghadiri rapat akbar di aula kantor camat dewantara, sabtu (15/4)
DEWANTARA- Senator asal Aceh H. Sudirman atau yang akrap di panggil Haji Uma menyatakan dukungannya dalam rencana pemekaran Kabupaten baru di Aceh Utara yakni Kabupaten Aceh Malaka.

Hal ini disampaikan oleh Anggota DPD asal Aceh ini dalam Rapat Akbar Konsolidasi Pemuda Aceh Malaka yang di gelar di Aula Kantor Camat Dewantara, Sabtu (15/4/2017).

“Sebagai anggota DPD saya mendukung sepenuhnya rencana pemekaran kabupaten Aceh Utara bagian barat menjadi Kabupaten Aceh Malaka,Asai bek lake plah propinsi,meunyo cuma plah kabupaten lam teungeut kuteken, (Asal jangan minta pemekaran propinsi,kalau cuma kabupaten saat tertidur saya tandatangani ) “,tegas haji uma dihadapan ratusan perwakilan pemuda dari berbagai desa bagian barat aceh utara.

Dalam rapat konsolidasi tersebut,sudirman juga mengingatkan agar misi pemekaran kabupaten baru ini jangan ada kepentingan politik ataupun lainnya agar pemerintah dapat segera merealisasikan tuntutan pembentukan kabupaten Aceh Malaka ini.

Selama tujuannya untuk kemajuan,kesejahteraan dan pembangunan yang merata saya akan dukung,namun saya harap jangan ada sedikitpun juga ada kepentingan politik ataupun pribadi “, pesan sudirman yang juga komedian dalam film ” Eumpang Breuh “.

Dalam Rapat Akbar Konsolidasi Pemuda Aceh Malaka yang diadakan oleh GP PAM juga di hadiri oleh beberapa anggota DPRK Aceh Utara salahsatunya Saifanmur.

Selaku panitia pelaksana GP PAM juga menghadirkan pembicara utama seperti ketua tim pemekaran Prof H. Hadi Arifin mantan rektor unimal,Ketua umum GP PAM Muslim ST,Saiful Ketua II GP PAM dan beberapa tokoh akademisi lainnya.

Redaksi: T. Sayed Azhar

BANDA ACEH – Pemerintah Provinsi Aceh mengapresiasi dan mendukung Program Kapal Kemanusiaan yang diinisiasi oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Hal itu terungkap dalam pertemuan ACT Aceh dengan Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah di Pendopo Gubernur, Banda Aceh, Jum’at malam (14/4).

Gubernur Aceh sepakat, Aceh harus tampil sebagai bangsa penolong. “Selama ini rakyat Aceh telah banyak dibantu oleh masyarakat luar, baik bantuan dari dalam negeri maupun luar negeri. Saatnya masyarakat Aceh turuntangan, bukankah Islam mengajarkan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” ujarnya.

Dalam pertemuan yang berlangsung satu jam tersebut Gubernur Aceh juga menyampaikan pandangannya mengenai sejarah kedermawanan bangsa Aceh yang telah dicatat dengan tinta emas. Menurut dr. Zaini Abdullah sejak dahulu orang Aceh mudah memberi. “Saatnya kita mengulang sejarah, saat ini Somalia membutuhkan bantuan kita semua. Saya harap PNS dan masyarakat Aceh bisa ikut berkontribusi untuk menyelamatkan Somalia” ujar Gubernur.

Husaini Ismail, Head Office ACT Aceh menyampaikan pada gubernur bahwa bantuan yang dikumpulkan untuk diantar ke Afrika dan Yaman berfokus pada beras dan uang tunai. Hal tersebut karena beras merupakan makanan pokok bangsa Indonesia. “Kita ingin semua masyarakat Aceh bisa berkontribusi untuk misi kebaikan ini. Tidak semua masyarakat mampu menyumbang uang, tapi setiap rumah di Aceh rasanya pasti punya beras. Semua orang punya kesempatan untuk berkontribusi” kata Husaini.

Kapal ditargetkan akan sampai ke Aceh pada pertengahan Mei dan berlayar dari Banda Aceh menuju Somalia pada 19 Mei. Saat  ini relawan dan mitra ACT telah membuka posko-posko di beberapa Kabupaten dan Kota untuk menerima donasi beras dan uang dari kaum muslimin Aceh. Donasi yang terkumpul di setiap daerah nantinya akan dipusatkan di Banda Aceh, di kantor ACT Aceh, Jl. Tgk. Daud Beureueh No. 46.(Rill)

Ilustrasi  
BANDA ACEH – Solidaritas Indenden Mahasiswa Anti Korupsi (SIMAK) dan Gerakan Mahasiswa Aceh Selatan  (GeMAS) mendesak agar Kejaksaan Tinggi Aceh dan Polda Aceh untuk turun ke Aceh Selatan mengusut sejumlah temuan yang selama ini menjadi perbincangan dikalangan masyarakat Aceh selatan selama ini.

Hal ini disampakan oleh koordinator SIMAK, Muzirul Qadhi dan Koordinator GEMAS, Asradi kepada media, Jum’at (14/04/2017).
“Pihak penegak hukum tidak boleh lamban dalam membongkar semua persoalan yang berdampak merugikan keuangan Negara,” ungkap Asradi.

Lebih lanjut Asradi dan Muzir juga menjelaskan, beberapa persoalan yang sering di perbincangkan dikalangan masyarakat Aceh Selatan yang disinyalir adanya indikasi korupsi diantaranya:

 1) Penimbunan tanah pribadi milik bupati Aceh Selatan (taman sahara, kecamatan Meukek Aceh Selatan) disinyalir menggunakan anggaran daerah.

2) Indikasi mark up pada pengadaan alat kesehatan (ALKES) pada rumah sakit yulidin away yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2014 dan 2015.

 3) indikasi korupsi proyek tanggab darurat pembangunan tanggul di kawasan sungai krueng kluet dan pantai meukek pada BPBD Aceh Selatan yang bersumber dari APBN TA 2015.

 4) adanya indikasi laporan fiktif terkait penggunaan dana gampong oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Aceh Selatan, terlihat dari pada akhir desember 2016 proyek yang bersumber dari APBK banyak yang belum selesai namun laporan terkait penggunaan dana desa telah dibuat oleh BPM Aceh Selatan.

 5) Disinyalir proses pelelangan paket proyek jasa konstruksi di Pemkab Aceh Selatan selama ini sarat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Karena perusahaan rekanan tertentu yang ditetapkan sebagai pemenang paket proyek diduga memang sudah dikondisikan secara terstruktur dan masif sejak awal. Proses pelelangan proyek yang dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan selama ini diduga hanya formalitas saja karena orang-orang yang dimenangkan oleh pihak panitia tender memang sudah ada.

 6) Disinyalir adanya indikasi korupsi dana terhadap anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBK Perubahan yang dilakukan tiap tahunnya sampai 7 M. Dimana disinyalir adanya kegiatan yang dibuat tumpang tindih dengan cara pekerjaan/kegiatan tersebut seperti disengaja untuk tidak diselesaikan pada tahun anggaran berjalan.

Dan lalu  dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dengan objek yangg sama, seolah-olah pekerjaan tersebut perlu penambahan volume secara otomatis dananya juga ditambah.

7) Disinyalir adanya indikasi terjadinya praktek suap menyuap (KKN) dalam penentuan kepala SKPK Aceh Selatan tahun 2017, mengingat besarnya kemungkinan adanya kamuplase dalam penentuan kepala SKPK yang sama sekali mengabaikan hasil test yang dilakukan oleh psikodista consultan.

“Demi menjaga kepercayaan public terhadap penegakan hukum, maka kami mendesak Kejati Aceh dan Polda Aceh langsung turun mengusut tuntas semua persoalan diatas. Hal ini penting, mengingat kinerja penegak hukum di Aceh Selatan  sangat lemah dan terkesan bungkam, apalagi terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan pemkab Aceh Selatan.

“ Jika penegak hukum dari tingkat provinsi tidak berani melakukan pengusutan terhadap indikasi sejumlah kasus diatas, maka  kami sebagai elemen sipil meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun langsung melakukan pengusutan. Kita Berharap Penegakan Hukum Di Aceh Selatan Tidak Tebang Pilih Dan Komitmen Melakukan Pemberantasan KKN Sesuai Amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya. [T. Sayed Azhar/rilis]

Auto - Impian mobil terbang sebentar lagi bakal terwujud. Ya, perusahaan asal Slowakia, AeroMobil, yang merilis protipe mobil terbang pada tahun 2014 lalu, menyatakan mobil terbang tersebut sudah bisa dipesan tahun ini.

AeroMobil mengumumkan model baru dari mobil terbang itu mulai menjalani debut di Top Marques Monaco, yang dikenal sebagai pameran supercar paling eksklusif di dunia, pada 20 April mendatang.

Sayangnya, AeroMobil belum mengungkapkan berapa harga mobil terbang tersebut.

AeroMobil mengatakan kendaraan generasi terbaru ini memiliki fungsi sebagai mobil roda empat dan pesawat terbang. Mobil ini juga akan ramah lingkungan, karena memakai mesin hybrid.

"Pembuatan mobil terbang ini bertujuan membuat transportasi pribadi jauh lebih efisien dan ramah lingkungan. Dan memungkinkan sebuah perjalanan menjadi lebih cepat," kata perwakilan AeroMobil dalam pernyataannya, dilansir Live Science, Jumat (14/4).
Mobil terbang ini dibangun sesuai dengan peraturan yang ada untuk mobil dan pesawat terbang. Artinya, pemilik kendaraan masa depan ini harus memiliki SIM dan lisensi pilot, seperti dilaporkan The Sun.

Baru-baru ini, AeroMobil mendapatkan pendanaan sebesar 3,2 juta dolar AS atau setara Rp42,5 miliar atas keberhasilannya dalam pengembangan dan pengujian mobil terbang tersebut.

Menurut AeroMobil pendanaan tersebut yang akhirnya bisa mewujudkan terciptanya mobil terbang.

"Investasi baru itu memungkinkan perusahaan mengembangkan dan menampilkan model fisik. Dengan begitu kita semakin dekat dengan kendaraan mobil terbang," kata Juraj Vaculik, CEO AeroMobil dalam sebuah pernyataannya.

Erupsi Gunung Sinabung. (Foto: Antara/Tibta Peranginangin)
StatusAceh.Net - Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, kembali bererupsi dengan ketinggian semburan abu vulkanik bervariasi, Jumat (14/4).  Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG) mencatat erupsi terjadi sebanyak empat kali sejak dini hari. 

Staf Pos Pengawasan Sinabung PVMBG M Nurul Asrori mengatakan Erupsi pertama terjadi pukul 00.57 WIB dengan ketinggian kolom abu vulkanik sekitar 2.000 meter. Lalu pukul 07.23 WIB, erupsi kedua terjadi dengan ketinggian 1.500 meter. 

"Erupsi ketiga terjdi pukul 08.09 WIB dengan ketinggian kolom yang tidak teramati karena tertutup kabut. Sedangkan erupsi keempat terjadi pukul 09.11 WIB, namun ketinggian semburan abu vulkaniknya menurun yakni 800 meter," ujar Nurul seperti dilansir Antara.
"Namun dalam erupsi pagi ini tidak ada luncuran awan panas," imbuhnya.

Aktivitas Gunung Sinabung juga terlihat meningkat pada Kamis (13/4) siang, hingga mengeluarkan guguran lava pijar yang  menyala di puncak kawah. 

PVMBG masih memberlakukan "zona merah" atau larangan masuk dalam radius tiga kilometer untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk sektor tertentu, radius zona merah diperluas karena  jangkauan awan panas yang keluar dari erupsi tersebut cukup jauh.

"Untuk sektor selatan-tenggara, zona merahnya sejauh tujuh kilometer, sektor tenggara-timur enam kilometer, dan sektor utara-timur empat kilometer," kata Nurul. (kumparan.com)

Oleh Asnawi Ali

HASRAT untuk berlibur sambil memburu fakta sejarah ke Belanda sudah lama terpendam. Jika dari Swedia sangatlah murah dan mudah tanpa perlu menggunakan visa karena sesama negara anggota Uni Eropa. Ibarat kata pepatah, "Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui".

Setelah mengikuti acara International Human Rights Training SpeakOut2012 dari UNPO di Belanda, penulis beserta dua orang warga Aceh di Swedia dengan dipandu seorang warga Aceh di Belanda, mengunjungi sebuah museum yang menyimpan harta peninggalan Aceh masa berperang dengan Belanda. Museum Bronbeek namanya, terletak di kota Arnhem, dan hanya 80 menit perjalanan kereta api dari ibukota Belanda, Amsterdam.

Membaca literatur sejarah dengan melihat langsung fakta sejarah adalah berbeda. Perbedaan sangat kentara jika menyentuh langsung barang-barang warisan peninggalan perang Aceh ketika melawan arogansi kolonialisme Belanda sejak 1873 dan hampir kesemua tersimpan rapi di museum Bronbeek itu!

Di depan museum terpampang dua patung KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau tentara Belanda di Indonesia. Begitu masuk pintu utama terlihat sebuah meriam besar memanjang yang diketahui berasal dari Aceh. Sontak saja, penulis beserta warga Aceh lainnya bergegas mengeluarkan smartphone untuk memotret, namun seorang petugas penjaga museum mencegahnya dengan meminta untuk membeli tiket masuk terlebih dahulu.

"Anda semua berasal dari Aceh?" tebak seorang perempuan satpam yang berpakaian Diens Kieren (pakaian dinas biru) di loket pintu masuk. Haris Abdullah, putra Aceh yang lama bermukim di Belanda menjelaskan dalam bahasa Belanda kepada petugas museum.


Selanjutnya, dimaklumkan kalau kami diberikan diskon tiket masuk setengah harga dari 6 Euro per orang menjadi 3 Euro, karena diketahui kami semua berempat berasal dari Aceh. Begitu juga mendapatkan korting setengah harga disebuah kios menjual sovenir seperti pulpen, bros kancing, gantungan kunci bertuliskan "Koninklijk Tehuis Voor Oud - Militairen en Museum Bronbeek".

Kini, foto bahkan kamera video pun sudah boleh digunakan, terutama mengabadikan meriam besar milik Aceh yang bertuliskan "The Pepper Piece" (Lada Secupak) dan aksara besar "Geschenk Van Z.M Koning Willem III" yang diberikan hadiah oleh Sultan Sulaiman Tukri untuk Aceh. Namun, pada tahun 1873 dirampas oleh Belanda dan kemudian disimpan di museum Bronbeek.

 Diketahui pula, semenjak Belanda kembali ke negerinya meninggalkan tanah Netherland East Indies (Hindia Belanda), setiap pegunjung yang datang ke Bronbeek sudah tentu pasti melihat meriam milik Aceh itu karena terletak persis dipintu utama masuk museum.

Bangunan museum bertingkat dua. Sebelah kanan dan kiri tingkat pertama terlihat puluhan pakaian seragam KNIL beserta bedil bekas yang dibungkus dengan kaca. Sedangkan di dinding, terpajang ratusan galeri foto yang dibingkai, gambar wajah campuran tentara bule dan asia, poster perjuangan masa perang.

Masuk kelebih dalam sebelah kiri, lorong kecil memanjang yang disebelah kanan berbaris beberapa meriam besar milik Aceh, disamping meriam tertulis keterangan dalam bahasa Belanda. 15 menit berlalu, tiba-tiba saja datang seorang bule Belanda berkaca mata dengan berpakaian kantor seragam biru langit sambil memperenalkan diri sebagai musuem gids (pemandu museum).

Diduga, penjaga loket telah memberikan keterangan sebelumnya jika ada empat warga Aceh tiba di museum itu dan pemandu museum menawarkan jasanya secara gratis. Kesempatan ini tidak di sia-siakan. Sebagai warga Aceh di Belanda, Harris Abdullah bertanya banyak kepada pemandu tentang isi museum, terutamanya yang berkaitan dengan hubungan Aceh dan Belanda di masa lampau, sambil memberikan contoh kompleks perkuburan militer Belanda Kerkhof ada di Banda Aceh.

Meriam Aceh

 Harris memancing percakapan dengan berumpama misalnya adakah cara untuk mengambil kembali pulang semua meriam.

"Bagaimana jika seandainya orang Aceh di Aceh meminta untuk memulangkan semua meriam ini, tambah Harris, minimal hanya enam bulan saja untuk memperlihatkan bukti sejarah kepada generasi baru".

Pria berseragam museum itu terlihat terdiam sejenak. Agar tampak makin serius, Harris malah menambahkan sambil memberikan tamsil.

”Jika meriam kami tidak dikembalikan, maka kuburan tentara kalian Kerkhof di Banda Aceh akan kami gusur kelaut”.


Pria bule yang berpakain dinas itu malah terkejut. Seperti ingin mengalihkan jawaban, menurutnya sangat sulit karena perlu ada perjanjian terlebih dahulu antara dua pemerintah.

"Jika memungkinkan, maka kami akan membongkar semua jendela kaca besar dibelakang museum karena dulu saat dimasukan belum ada jendela memanjang," terang pemandu museum.

Benar juga, lorong kecil tidak memungkinkan untuk mengangkat meriam. Meriam tersebut sangat berat, lebih praktis jika menggunakan kapal laut untuk dibawa pulang, sama seperti ketika dibawa dahulu. Dari penuturan pemandu museum tersebut, total semua meriam ada sepuluh buah, yang kecil 2.600 Kg dan yang besar 7.000 kg.

 Walaupun demikian, banyak orang Aceh luar negeri yang pesimis realisasinya, apalagi sangat sulit memegang janji Belanda. Contohnya, perjanjian maklumat perang dengan Aceh saja dulu Belanda ingkar karena mengembalikan kedaulatan bangsa Aceh kepada bangsa lain.

Museum Tingkat Dua


Naik ke tingkat dua museum, dari anak tangga sudah terdengar rekaman suara pidato Soekarno dari sebuah tape recorder yang diulang-ulang. Ada foto yang hitam putih bergambar tulisan spanduk masa zaman Soekarno berpidato ”Amerika Kita Setrika – Inggris Kita Linggis”.

Disebelahnya, layar tancap mini memperlihatkan kapal laut tentara Belanda berlabuh, dentuman meriam mengiringinya seakan mengajak pengunjung larut dalam masa lampau, layaknya fragmen sandiwara, persis seperti sebuah film dokumenter. 

Baca selanjutnya di Sumber

StatusAceh.Net - Irwandi Yusuf Gubernur Aceh terpilih Periode 2017-2022 ketika mengunjungi Eropa setelah pulang dari pabrik pesawat yang dia  miliki saat ini (shark, senica, slovakia), melalui akun Facebooknya terlihat dia menyempatkan waktu di sebuah tempat peninggalan sejarah Aceh di Museum Bronbeek, Arnhem, Belanda. Kunjungan tersebut juga ditemani oleh Mantan Calon Bupati Aceh Utara Fakhrurrazi (F. Rozi).

Dalam foto tersebut, seperti dikutip StatusAceh.Net, Jumat, 14 April 2017, melalui akun Facebooknya, Irwandi Yusuf sedang menuliskan sebuah kalimat dengan kata-kata bahasa Inggris :
Datum : 13 April 2017
Naam : Irwandi Yusuf, Gov Of Atjeh
Woonplaats: Aceh 2007-2012/2017-2022
Opmerkingen of Suggesties : can we preserve the historical heritages now with our own hands?" 

Arti dari "can we preserve the historical heritages now with our own hands" adalah "kita dapat menjaga warisan sejarah sekarang dengan tangan kita sendiri?" maksud dari tulisan tersebut, bisa dikatakan Irwandi Yusuf akan mengembalikan sejarah Aceh dengan pemerintahanya atau mengembalikan bukti sejarah Aceh yang ada di Belanda ke Aceh?.

Kunjungan tersebut juga mengabadikan sebuah Video meriam besar milik Aceh yang bertuliskan "The Pepper Piece" (Lada Secupak) dan aksara besar "Geschenk Van Z.M Koning Willem III" yang diberikan hadiah oleh Sultan Sulaiman Tukri untuk Aceh. Namun, pada tahun 1873 dirampas oleh Belanda dan kemudian disimpan di museum Bronbeek.(SA/TM)

Barang bukti milik keempat pria yang diamankan polisi Aceh Timur. Foto: Ist
Aceh Timur - Satuan Intelkam Polres Aceh Timur mengamankan empat pria yang membawa senjata api jenis FN beserta amunisi, satu buah borgol, dan satu kaos berlogo bendera bulan bintang. Penangkapan terhadap keempatnya terjadi Selasa, (11/4) malam.

Keempat pria yang diamankan itu berasal dari Kabupaten Aceh Utara yakni berinisial R (41), warga Desa Alim Kecamatan Syamtalira Bayu, MM (33) warga Dusun Tgk. Dibayu, Desa Blang Ruma, Kec. Murah Mulia, dan Z (33), warga Desa Blang Ruma, Kecamatan Murah Mulia, serta M (32), warga Dusun Baruh Jaya, Desa Medang Ara, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara.

Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto melalui Kabag Ops Kompol Rusman Sinaga mengatakan, keempat terduga pemilik senpi tersebut ditangkap di Desa Cot Keuh, Kecamatan Peurelak, Kabupaten Aceh Timur

"Keempat pelaku sebelumnya telah dibuntuti dari Desa Kuala Bugak Kecamatan Peureulak. Mereka mengendarai dua unit sepeda motor dan bergerak keluar sampai tiba di Deda Cot Keh," kata Rusman kepada AJNN, Kamis (13/4).

Dirinya menjelaskan penangkapan berawal pada saat anggota Sat Intelkam Polres Aceh Timur melakukan patroli rutin di seputaran Desa Cot Keuh. Kemudian mendapatkan informasi tentang adanya empat pria yang dianggap mencurigakan berada di kawasan tersebut.

"Ada laporan empat pria masuk kawasan itu, kemudian anggota melakukan pemeriksaan terhadap keempat pria itu. Saat diperiksa ditemukan senpi jenis FN dan 33 butir amunisi, satu butir amunisi AK aktif, satu buah borgol, serta satu buah baju kaos hijau dengan lambang Bendera Bulan Bintang yang semua itu ditemukan dari bawah jok sepeda motor," katanya.

Selain itu, kata Rusman, pihaknya juga mengamankan dua sepeda motor yang dikendarai oleh keempat pria tersebut yakni sepmor Jenis Honda Vario warna putih Nopol BL 6736 KAA, dan sepmor Jenis Honda Beat Warna Hitam No.Pol BL 6067 KAA

"Keempat pria itu sudah kami amankan guna penyidikan lebih lanjut," kata Rusman.(Sumber: AJNN.Net)

Dok. Banjir bandang
Aceh Tenggara - Sebanyak 648 kepala keluarga atau 2.476 jiwa mengungsi di tempat ibadah di Desa Lawe Tua, Kecamatan Lawe Sigala Gala, akibat banjir bandang di Kabupaten Aceh Tenggara, Selasa lalu.

"Hingga Jumat pagi tercatat 648 KK masih berada di posko pengungsian di satu gereja di Desa Lawe Tua," kata Koordinator Pos SAR Kutacane, Risky Hidayat di Kutacane, hari ini.

Wilayah Aceh Tenggara memiliki 16 kecamatan dengan 385 desa, dan 282 desa diantaranya berada di lembah dan 103 desa terletak di lereng pengunungan. Kabupaten di Provinsi Aceh ini, merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 25 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut, dan dikelilingi oleh Taman Nasional Gunung Leuser dan Bukit Barisan.

Risky menyebutkan, sebanyak 2.000 jiwa penduduk kabupaten di Provinsi Aceh tersebut berasal dari lima wilayah desa yang terletak di lereng pengunungan kawasan ekosistem Gunung Leuser.

Lima desa itu, yakni Lawe Sigala Barat tercatat 66 KK atau 180 jiwa, Kayu Belin 80 KK atau 220 jiwa, Lawe Tua Persatuan 146 KK atau 568 jiwa, Desa Lawe Tua Gabungan 159 KK atau 608 jiwa, dan Desa Lawe Sigala Timur 195 KK atau 900 jiwa.

"Tempat tinggal mereka diterjang banjir bandang. Bencana itu diikuti berbagai material yang turun dari atas gunung seperti kayu gelondongan, bebatuan, pasir, dan lumpur," terangnya.

Kepala Bidang Darurat dan Logistik Badan Penangulangan Bencana Daerah Aceh Tenggara Irwan mengatakan pihaknya telah mendirikan dua posko pengungsian, yakni di Desa Lawe Tua dan Desa Suka Makmur, Kecamatan Semadam.

Namun, pengunsi yang berada di Desa Suka Makmur dengan memakai halaman masjid Simpang Semadam, kini sudah tidak difungsikan lagi karena mereka telah kembali.

"Mereka kembali untuk tinggal dengan menumpangi rumah saudara, atau tetangganya. Sebari terus perbaiki rumah yang rusak sedang dan ringan diterjang banjir," tuturnya.(Rima)

Rokan Hulu - Akibat Kasus Pengroyokan di Cafe Yuli, Lintam, Desa Pematang Tebih, Ujung Batu, Kamis (13/4/17)sekitar pukul 24:01 WIB, yang mengakibatkan Andre alias Ujang Tato (35) meninggal di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan adik kandungnya yang bernama Joni (29) luka berat dalam kondisi Kritis di Rujuk ke salah satu Rumah Sakit di Pekanbaru.
 
Petugas piket Polsek Ujung Batu mendapat informasi bahwasanya ada keributan di cafe milik Juli di Dusun Lintam, setelah mendapat informasi piket Sabhara dan Reskrim mendatangi TKP sesampainya di TKP, korban Andre Alias Ujang tato dan Joni sudah dimasukan ke dalam mobil Ambulan milik partai Nasdem kemudian di bawa ke Rumah Sakit Doa Bunda.
 
Korban Andre alias Ujang Tato meninggal Akibat Luka bahagian Kepala Pecah, pelipis sebelah kanan koyak, bibir bahagian bawah Robek. setelah mendapat hasil visum Kamis (13/4/17) sekitar pukul 02:00 WIB, jenazahnya diserahkan ke pihak keluarganya di RT.03 RW.03 Nomor 117 Desa Pematang Tebih, kecamatan Ujung batu, Rohul, disambut isak Tangis Istri dan sanak saudaranya.
 
Sedangkan Joni menderita luka robek di Pelipis sebelah kanan, luka robek di Dagu, luka robek di Bibir, luka robek di pipi sebelah kanan, dalam kondisi kritis Korban di rujuk di salah satu rumah sakit di pekanbaru.
 
Korban pengroyokan Selanjutnya Rafiki mengalami robek di kepala bagian belakang dengan 4 jahitan serta di jari tangan sebelah kanan bengkak, sedangkan Amrizal Bin Burhan Alias si Am, (29) menderita luka robek di tangan.
 
Menurut keterangan Saksi Rafiki (20) "Kami (7 orang) datang ke tempat cafe yuli, karena ada yang memberitahu salah seorang kasir cafe yang bernama Ipen, bahwa di cafe tersebut ada percekcokan dan kami di undang untuk menyelesaikan masalah".
 
"Kami ber tujuh kesana menggunakan 4 sepeda motor, setelah sampai di cafe tersebut nampak lampu depan (teras) sudah dimatikan dan terlihat ada puluhan orang disitu sudah memegangi kayu broti, terdengar ada percakapan dua sampe empat kata, tiba tiba Ujang tato dan Joni langsung diserang, dan Ujang tato di jatuhkan di jalan dalam posisi tengadah, Ujang tato yang posisinya tak berjauhan di serang bertubi tubi di bagian kepala dan dada". Ungkap Rafiki keponakan Ujang Tato.
 
"Melihat Ujang Tato dan Joni diserang oleh banyak orang, 3 kawan saya langsung lari ketakutan, saya berusaha menolong Joni namun kena pukul dengan kayu dari belakang, dan saya berusaha melawan untuk bis lolos dari kepungan dan keroyokan, setelah dapat posisi untuk lolos, saya langsung melarikan diri". Jelas Rafiki yang rumahnya di belakang rumah Ujang Tato itu.
 
"Saya curiga keributan ini sepertinya sudah direncanakan, mungkin bermotif ada dendam terhadap Ujang Tato, soalnya dari sekitar 10 orang, tak nampak satupun sepeda motor di parkir di halaman cafe Yuli, sepertinya sudah dipersiapkan segalanya". Pungkas Rafiki melalui sambungan telepon.
 
Sedangkan menurut Hasil olah TKP Dari Pihak Polres Rokan hulu, Kapolres Rohul AKBP Yusup Rahmanto SIK.MH, melalui Paur Humas Polres Rohul Ipda Heri Sitorus, menyatakan awal mula kejadian tersebut, pada hari Rabu (12/4/17) pada pukul 22:00 WIB, sekitar10 orang minum tuak di kedai Siregar Gang Horas, ujung batu, dari 10 orang sepakat untuk pergi berkaraoke di Cafe Yuli di dusun Lintam, sampai di cafe sekitar pukul 23:35 WIB dan berkaraoke bersama, tak beberapa lama HRS (23) pergi keluar untuk menelpon Pacarnya sambil berdiri disamping Mobil Benget Manurung yang di parkir di sebelah cafe Yuli.
 
Lalu datang Benget Manurung menuduh HRS telah mengempesi ban mobilnya, dan terjadilah cek cok Antara 2 orang tersebut, Terdengar ada suara gaduh 9 orang teman HRS tersebut keluar mendatangi HRS dan Benget Manurung yang adu mulut, nampak kawan kawan HRS keluar, Benget langsung pergi meninggalkan cafe Yuli,  berselang beberapa waktu tibalah Rombongan teman teman Ujang Tato ke cafe Yuli.
 
Terjadilah perkelahian antara Ujang Tato serta Joni dengan kawanan HRS tersebut yang mengakibatkan meninggalnya Ujang Tato dan mengakibatkan beberapa orang menderita luka luka serius akibat pukulan benda tumpul, Papar paur Humas Polres Rohul.
 
Setelah Melakukan tindakan diduga pengroyokan ke sepuluh orang tersebut bersembunyi di rumah King Manihuruk, di jalan Durian. Ujung Batu, dan kemudian pada hari Kamis tanggal 13 April 2017 sekira pukul 05.00 Wib dilakukan penangkapan terhadap 8 orang di duga pelaku Pengroyokan, sedangkan JS dan DS sudah meninggalkan rumah King Manihuruk sebelum dilakukan penangkapan.
 
Pihak Kepolisian Polres Rokan hulu (Rohul) telah mengamankan 8 Diduga tersangka pelaku pengroyokan yang terjadi di cafe Yuli, SP (33), HRS (23), PMSM (27), RS (28), PRS (28) semuanya Warga Jalan Jelutung, Kelurahan Ujung Batu, AS (26) Warga jalan Durian, Ujung Batu, FS (31) jalan Ngaso RK Harapan, Ujung Batu, dan DFP (31) Warga KM 5 Desa Ujung Batu Timur, ke delapan orang tersebut diamankan du Mapolres Rokan hulu guna penyelidikan lebih lanjut.** ( Parlin Pakpahan)

Seorang mahasiswa di Pakistan tewas dihajar massa setelah dituduh menista agama Islam. Amuk massa terjadi Kamis (13/4/2017) di sebuah universitas di Mardan utara. Foto / YouTube / Dawn.com
Islambad - Seorang mahasiswa Pakistan telah dihajar massa hingga tewas di kampusnya pada hari Kamis, kemarin. Korban ditelanjangi dan dipukuli setelah dituduh menista agama Islam.

Korban diketahui bernama Mashal Khan. Laporan awal menyebut, Khan dituduh menista agama dengan posting-an di media sosial. Namun, laporan lain menyebut Khan dikeroyok massa setelah terjadi perdebatan tentang pandangan soal agama.

Khan seperti dilansir Reuters, Jumat (14/4/2017), dikeroyok massa, di mana sepuluh orang di antaranya meneriakkan “takbir”. Video amuk massa di kampus itu telah dipublikasikan media lokal, Dawn.

”Dia dipukuli dengan tongkat, batu bata dan tangan,” kata pejabat senior kepolisian setempat Niaz Saeed kepada AFP. Menurutnya, sepuluh orang dari ratusan orang yang terlibat dalam serangan itu telah ditangkap.

Kampus yang jadi lokasi amuk massa ini berada di utara Kota Mardan. Sumber dari universitas mengatakan kepada media lokal bahwa Khan juga ditelanjangi dan ditembak. Namun, klaim ini belum dikonfirmasi pejabat terkait.

Seorang sumber mengatakan, amuk massa dipicu dari perdebatan tentang pandangan agama pada hari Kamis. Perbedaan argumen kemudian memanas, di mana seorang dosen harus mengunci Khan di sebuah ruang demi keselamatannya.

”Tapi kemarahan para mahasiswa tumbuh dan mereka menyerang ruangan,” ujar sumber tersebut.

Kepala polisi setempat Mohammad Alam Shinwari mengatakan bahwa para mahasiswa ingin membakar tubuh Khan setelah membunuh dia.(Sindo)

Banda Aceh - Dana otonomi khusus (Otsus) Aceh akan habis massanya 10 tahun lagi di tahun 2027 mendatang. Dana Otsus Aceh berlaku 20 tahun sejak tahun 2008.

Alokasinya diatur dengan ketentuan tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional. Kemudian tahun ke-16 sampai tahun ke-20 alokasinya sebesar 1 persen.

Wakil Gubernur Aceh terpilih pada Pilkada 2017 – 2022, Ir. Nova Iriansyah MT mengatakan, persoalan pemanfaatan dana otsus yang akan segera habis maka semua pihak untuk mencari solusi.

“Habisnya dana Otsus bukanlah kiamat bagi Aceh, nantinya kita bisa memberdayakan sumber daya alam dan manusia di Aceh,” kata Nova Iriansyah saat menghadiri acara silaturahmi akbar civitas akademika Unsyiah di Halaman Masjid Jamik, Darussalam, Kamis (13/4/2017).

Sementara itu Wakil Ketua DPR Aceh yang juga sebagai Ketua Ikatan Alumni (IKA) Unsyiah, Drs. Sulaiman Abda mengajak semua pihak bekerja keras untuk membangun Aceh kedepan, apalagi mengingat dana Otsus yang hamper habis massanya.

Sebagaimana diketahui dalam Nota Keuangan RAPBN 2017, jumlah dana Otsus Aceh tahun ini sebesar Rp 8 triliun lebih atau atau selisih sekitar Rp387 miliar lebih dari tahun 2016. [acehterkini]

Banjir bandang aceh tenggara
BANDA ACEH- Sebanyak 2476 warga di dua kecamatan di Aceh Tenggara, Aceh, mengungsi setelah desa mereka diterjang banjir bandang. Mereka mengungsi ke posko pengungsian yang dibangun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pihak terkait.

"Data sementara ada 648 kepala keluarga (KK) yang mengungsi," kata Kasi Logistik Bidang Kedaruratan BPBD Aceh Tenggara, jelas Yanti, Rabu (12/4/2017) sore.

Banjir bandang menerjang 11 desa di dua kecamatan di Aceh Tenggara pada Selasa (11/4) kemarin sekitar pukul 18.00 WIB. Akibatnya 176 rumah rusak berat, 91 rumah rusak sedang, dan 139 rumah rusak ringan. Dua orang warga meninggal dunia setelah terseret banjir.

Selain itu, dua unit rumah ibadah yang terdiri dari satu masjid dan satu gereja ikut rusak. Sementara rumah yang terendam lumpur sebanyak 29 unit.

Warga saat ini sudah mengungsi ke tempat pengungsian yang dibangun BPBD Aceh Tenggara bersama pihak terkait. Bantuan juga sudah mulai disalurkan. Untuk makanan, BPBD membagikan nasi bungkus untuk pengungsi karena mobil dapur umum belum dapat menjangkau ke seluruh perkampungan.

11 Desa yang terdampak banjir bandang yaitu Lawe Sigala-gala Barat, Batu Dua Ratus, Kayu Mbelin, Lawe Tua, Bukit Sepakat, Lawe Kesumpat, Lawe Rakat,Lawe Tua Persatuan Lawe Tua Gabungan. 

Desa ini terletak di Kecamatan Lawe Sigala-gala. Sementara dua desa lagi yakni Lawe Beringin dan Suka Makmur di Kecamatan Samadam. 

"Ada rumah yang rata dengan tanah akibat diterjang banjir bandang.(Detikcom)

Barang bukti : FN,amunisi,borgol,tas,yasin megazen 
 IDI - Sejumlah personil Polres Aceh Timur, telah mengamankan empat warga Aceh Utara, karena memiliki senjata api laras pendek jenis pistol FN dari Gampong Cot Keh, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur, Selasa (11/4/2017) pukul 19.00 WIB.

Keempat warga Aceh Utara itu yakni, RT (41), MM (33), ZD (33), dan MT (32). 
Kapolres Aceh Timur, AKBP Rudi Purwiyanto, dalam siaran pers , Kamis (13/4/2017) mengatakan, penangkapan keempat warga Aceh Utara ini berawal Selasa (11/4) pukul 16.00 WIB, mereka dicurigai akan melakukan transaksi di Gampong Kuala Bugak, Kecamatan Peureulak.

Kemudian Anggota Sat Intelkam Polres Aceh Timur menuju ke Gampong Kuala Bugak. Namun, keempat warga ini meninggal lokasi menuju ke Kota Peureulak menggunakan dua sepeda motor setelah bertemu dengan seseorang di TPI Kuala Bugak.

Kemudian petugas membuntutinya. Tapi keempat warga ini berhenti di warkop di Gampong Cot Keh. Kemudian, sekitar pukul 18.45 WIB, petugas melakukan pemeriksaan terhadap keempatnya. 
Setelah diperiksa ditemukan satu pucuk senpi jenis FN, dari dalam tas yang tersimpan dalam jok Honda Vario BL 6736 KAA, milik keempat warga Aceh Utara tersebut.

Selain sepucuk FN, jelas Kapolres, juga diamankan 33 butir amunisi FN, 1 butir amunisi AK, satu buah borgol, baju kaos berlambang Bendera Bintang Bulan, buku yassin, dan dua unit sepeda motor Honda Vario BL 6736 KAA, dan Honda Beat BL 6067 KAA. 
“Saat ini ke empat tersangka beserta barang buktinya telah diamankan ke Mapolres Aceh Timur, untuk proses hukum lebih lanjut,” jelas Kapolres.(Serambi )

Pertemuan bersama bupati aceh utara
LHOKSEUMAWE – Sedikit demi sedikit dan tahap demi tahap rencana pemekaran Aceh Malaka terus bergulir,hari ini,Kamis (13/4) Gerakan Pemuda Pemekaran Malaka (GP PAM) bersama tokoh pemuda 6 kecamatan,santri dan mahasiswa melakukan pertemuan dengan Bupati Aceh Utara M. Thaib.

Pertemuan dengan orang nomor satu di Kabupaten Aceh Utara ini berlansung di Pendopo Bupati dengan agenda membahas rencana pemekaran Kabupaten baru yang diberi nama Aceh Malaka,dalam pertemuan tersebut juga dihadiri oleh anggota DPRA Azhari Cage.

Ketua Umum GP HAM Muslim Alamsyah dalam pertemuan tersebut mengatakan Kabupaten  Aceh Utara saat ini meliputi 27 kecamatan merupakan salahsatu kabupaten yang sangat luas.

Mengingat tidak berapa lama lagi kabupaten aceh utara akan berpindah ke Lhoksukon maka dengan demikian akan merepotkan para warga masyarakat yang tinggal di wilayah barat aceh utara dalam mengurus keperluan administrasi.

“ Pertemuan kami hari ini bersama bupati aceh utara adala meminta maupun mendesak pemerintahan aceh utara untuk mendukung serta merealisasikan pemekaran aceh malaka,dimana dengan dibentuknya kabupaten aceh malaka akan memudahkan pelayanan dari berbagai bidang “,ungkap muslim.

Alasan lain selain keluasan wilayah yang utama, infrastruktur dan pembangunan Kabupaten Aceh Utara yang merata harapan nantinya.

Dihadapan bupati aceh utara atau yang akrab di panggil cek mad,muslim juga memaparkan kecamatan yang masuk dalam Aceh Malaka  serta alasan dan tujuan pemekaran yang diminta untuk enam Kecamatan yaitu,Kecamatan Banda Baro, Nisam Antara, Dewantara, Nisam, dan Sawang. 

Keenam kecamatan ini sudah melengkapi syarat sebanyak 122 Gampong dan yang sudah tercover 152 ribu penduduk. 

Dengan adanya pemekaran kabupaten di Aceh utara -aceh malaka akan dapat membangkitkan perekonomian dilapisan masyarakat paling bawah dan tidak menyulitkan warga yang tinggal dibarat pedalaman aceh utara seperti sawang,nisam dan kecamatan lainnya untuk mengurus kepentingan administrasi jauh-jauh ke lhoksukon.

Pertemuan dengan bupati aceh utara
“ Pemekaran Aceh Malaka ini sangat bermanfaat bagi kami warga yang tinggal jauh di pedalaman seperti sawang maupun nisam,kan tidak terasa sulit dan sukar karena jarak tempuh yang sangat jauh,untuk itu kami mengharapkan bapak bupati aceh utara dapat merealisasikan pemekaran kabupaten aceh malaka sesegera munkin setidaknya sebelum pemindahan ibukota kabupaten aceh utara ke lhoksukon “,jelasnya muslim dihadapan cek mad.

Sementara itu, Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib, terkait pemekaran GP PAM sebagai Bupati dirinya menyebutkan tetap komit 1000 persen untuk mendukung pemekaran tersebut.

“Ini karena luas Aceh Utara yang meliputi 27 Kecamatan. Dan saya sudah minta tolong sama Azhari Cage sebagai Anggota DPRA Provinsi untuk di bahas di Banda Aceh dan Jakarta, “ kata Cek Mad.

Cek Mad menambahkan, kita komit terkait pemekaran tersebut. Salah satu komitmen yang kita buktikan adalah dengan sudah adanya tim yang sudah terbentuk untuk pemekaran enam Kecamatan itu. Dimana kita sudah tunjuk ketua tim adalah Profesor Abdul Hadi Arifin, mantan rektor Unimal.

“ Sejauh ini tahap demi tahap telah kita laksanakan untuk mewujudkan terbentuknya kabupaten aceh malaka,hingga detik ini belum ada kendala apapun dalam merealisasikan rencana pemekaran ini baik ditingkat pemerintan daerah,DPRK Kabupaten maupun DPRA propinsi “,tegas cek mad dihadapan GP PAM serta tokoh pemuda dan rombongan lainnya.

Redaksi: T. Sayed Azhar

BAND ACEH - Sejumlah perwakilan dari Kementerian, Pemerintah Aceh, Pemko Sabang, BPKS dan TNI AL serta beberapa instansi yang terlibat dalam Sail Sabang 2017 menggelar pertemuan pembahasan teknis dan survei yang berlangsung di Aula Bappeda Kota Sabang, Rabu (12/4/2017).

Pertemuan ini digelar sebagai bentuk persiapan Sail Sabang 2017 yang akan berlangsung November nanti sekaligus menindaklanjuti hasil Rakor Sail Sabang 2017 pada tanggal 29 Maret 2017 lalu yang berlangsung di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta yang dipimpin langsung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang diwakili oleh Kepala Bidang Pemasaran, Rahmadhani menyebutkan dalam pertemuan ini membahas secara khusus teknis dan hasil survei lapangan yang nantinya akan menjadi lokasi utama beberapa agenda kegiatan Sail Sabang 2017 yang mulai dihelat 28 November hingga 5 Desember.

"Pertemuan ini dihadiri oleh beberapa instansi baik dari kementerian maupun pemerintah daerah termasuk dari Disbudpar Aceh mewakili Pemerintah Aceh membahas secara khusus teknis dan survei lapangan Sail Sabang 2017 yang nantinya akan dijadikan acuan serta masukan pada saat mulai dilakukannya berbagai penyiapan maupun persiapan baik infrastruktur maupun lainnya," sebut Rahmadhani.

Sail Sabang 2017, sambung Rahmadhani harus menjadi hajatan Sail Indonesia yang terbaik dari yang pernah digelar sebelumnya.

"Disini peran kita untuk bersinergi antar instansi dan lembaga terkait harus terus dilakukan, tentunya ini menjadi bagian dalam menyukseskan Sail Sabang 2017 dan semoga tetap menjadi even bahari dengan daya tarik pariwisata terbaik dari sail-sail sebelumnya dan Kawasan Pasiran yang sebelumnya dirancang sebagai lokasi utama Sail Sabang tetap menjadi prioritas penataaan kawasan Pasiran sebagai Marina Bay Sabang ke depan," harapnya.

Dalam pertemuan tersebut, sebut Rahmadhani juga disinggung soal lokasi utama acara yang telah disepakati di arena Sabang Fair. Hal tersebut juga ditegaskan kembali oleh Walikota Sabang, Zulkifli H. Adam.

"Kita berharap pelaksanaan Sail Sabang mampu berjalan sukses, tentunya sesuai dengan apa yang diharapakan oleh Menkomar pada saat rapat di Jakarta beberapa waktu lalu. Selain itu untuk venue utama Sail Sabang, kita telah sepakat di arena Sabang Fair," ujar Zulkifli.

Usai pertemuan teknis tersebut, semua perwakilan dan peserta rapat mengunjungi dan survei ke beberapa lokasi kegiatan Sail Sabang, mulai dari lokasi panggung utama, pembukaan dan penutupan di arena Sabang Fair, pelabutan CT-1 dan CT-3 daerah Pasiran dan juga Pantai Gapang.[]

Rokan Hulu - US (49) pria yang bekerja sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) di Dusun Durian Sebatang, Desa Sukadamai Kecamatan Ujung Batu, ditangkap Polisi karena diduga mengauli anak kandungnya, LS atau sebut Mawar ( 13 ) lebih setahun, hingga hamil lima bulan.

LS alias Mawar (13) masih berstatus pelajar. US ditangkap polisi, Selasa (11/4/2017)  sekitar pukul 21.45 Wib, setelah Ils (64) warga Desa Surau Gading Kecamatan Rambah Samo yang juga paman Mawar,melaporkan US dengan tuduhan dugaan pencabulan ke Polsek Ujung Batu, Selasa (11/4/2017) siang kemarin.

Kapolres Rohul AKBP Yusup Rahmanto, melalui Paur Humas Polres Rohul IPDA Suheri Sitorus, dugaan pencabulan dilakukan US alias ayah bejat (cabul red) ke anak kandungnya, sudah dilakukannya sejak Maret 2016 silam atau setahun lebih. Bahkan, aksi bejat pelaku baru terungkap Selasa siang kemarin.

Terungkap kasus ayah bejat yang tega menggauli anak kandungnya sendiri yang masih berstatus pelajar, pada Selasa sekitar pukul 12.00 Wib, saat itu pelapor Ils ditelepon warga, bahwa keponakannya  Mawar dihamili ayah kandungnya.

Setelah mendapat laporan dari warga, pelapor lalu mendatangi rumah adiknya inisial Up,  di Dusun Durian Sebatang Desa Suka Damai, guna menanyakan kebenaran informasi.

Saat itu, Up membenarkan bahwa Mawar sudah hamil lima bulan, akibat perbuatan bejat ayah kandungnya. Bahkan keterangan itu diperkuat, dengan hasil tes Kehamilan dari RSIA Harapan Medika, bahwa korban positif hamil lima bulan.

“Mendapat informasi dari pelapor, lalu paman Mawar buat laporan resmi ke Polsek Ujung Batu guna proses penyelidikan lebih lanjut," terang IPDA Suheri, Rabu (12/4/2017).

Berkat informasi warga, pelaku US, saat itu diketahui tengah berada di rumah orang tuanya di Desa Lubuk Betung Kecamatan Rokan IV Koto, Rohul, saat itu Unit Reskrim Polsek Ujung Batu langsung bergerak ke Desa Lubuk Betung dan menangkap US di rumah orang tuanya,  Selasa sekitar pukul 21.45 Wib tanpa adanya perlawanan.

“Kemudian, pelaku dan barang bukti telah diamankan ke Mapolsek Ujung Batu guna proses penyidikan lebih lanjut," ucap IPDA Suheri.

Mawar Jadi Budak Seks Ayah Kandungnya Dari Maret 2016


US ke pihak kepolisian mengatakan, perbuatan bejatnya sudah dilakukan ke anak kandungnya, Mawar, di rumah korban Dusun Durian Sebatang, Desa Suka Damai, Kecamatan Ujung Batu sejak Maret 2016 silam saat rumahnya tengah sepi.

Namun karena Mwwar yang masih bersatatus pelajar di salah satu SMP Ujung Batu bungkam, pelaku US kembali ulangi perbuatannya, sekitar November 2016. Sedikitnya sudah dua kali Melati digarap ayah kandungnya saat rumah tengah sepi hingga membuat perutnya membesar berisi janin.

Kemudian terakhir, jelas IPDA Suheri, pada Desember 2016, pelaku US ulangi perbuatannya dengan menyetubuhi kembali putri kandungnya. Semua perbuatan pelaku dilakukan pelaku, saat istri pelaku tengah keluar rumah.

Bahkan selain menangkap pelaku US, polisi juga ikut mengamankan sejumlah barang bukti, seperti 1 buah alat tes kehamilan dengan hasil positif, 1 lembar hasil USG dari RSIA Harapan Medika, dan 1 lembar kartu keluarga.

Akibat perbuatannya US yang garap anak kandungnya Mawar hingga hamil ungkap IPDA Suheri, pelaku US terancam dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ** ( Alfian )


ACEH TIMUR - Pelaku pembunuhan Muzakir, dalam waktu yang tidak lama, akhirnya berhasil ditangkap personil Polsek Peureulak yang dipimpin langsung Kapolsek AKP Purba.

Penangkapan tersangka, bernama Kamal Mirza alias Minda, dilakukan di areal makam Sultan Abdul Aziz Syah di Dusun Bandar Khalifah, Desa Bandrong, Kecamatan Peureulak, Kamis (13/04/2017).

Kapolsek Peureulak AKP Purba membenarkan penangkapan tersebut, dimana penangkapan berawal dari informasi masyarakat bahwa pelaku berada di dalam areal pemakaman dengan kondisi kaki terluka.


"Kita tangkap berdasarkan informasi warga. Kita langsung menuju TKP dan melakukan penangkapan terhadap tersangka sekira pukul 07.00 WIB," katanya.

Sebelumnya, masih kata dia, personil Polsek Peureulak juga telah melakukan pengejaran di wilayah tersebut. Tepatnya di areal makam Sultan Abdul Aziz Syah di Dusun Bandar Khalifah, Desa Bandrong, Kecamatan Peureulak.

"Saat ditangkap TSK mengalami luka di bagian lutut kaki kiri, kemudian TSK dibawa ke RSUD Sultan Abdul Aziz Syah untuk dilakukan pengobatan dengan dijaga Personil Polsek Pereulak dan BKO Brimob," terang AKP Purba.

Saat ini, lanjut dia, TSK Kamal Mirza alias Minda sudah ditahan di sel Mapolsek Peureulak.

"Secepatnya akan kita proses dan kasusnya akan kita limpahkan ke Polres Aceh Timur," demikian pungkas Kapolsek Peureulak.

Untuk diketahui, TSK Kamal Mirza alias Minda (35), merupakan warga Dusun Krueng Baro, Desa Blang Bitra, Kecamatan Peureulak. TSK merupakan teman dekat korban, sedangkan motif penganiayaan berat yang mengakibatkan tewasnya Muzakir masih dalam pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut aparat Kepolisian.[Red/LA/Tri]

Pelaku penganiaya wartawan net tv 
JAKARTA- Lagi seorang wartawan NET TV, Haritz Ardiansyah, mengalami kekerasan oleh orang tak dikenal,Rabu (12/4/2017) dini hari. 

Peristiwa tersebut terjadi di Jalan Kemang Raya, Jembatan Krukut, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Berdasarkan rilis yang diterima, saat itu, Haritz tengah meliput musibah banjir di kawasan tersebu,Ia pun mengarahkan kamera ke jalanan.

Saat sedang mengambil gambar mobil Mini Cooper (B909JCW) yg tengah mogok, tiba-tiba seseorang yang sedang berada dekat mobil tersebut, menghampiri Haritz dan memukul wajahnya bagian kiri.

Ia juga meludahi Haritz,rupanya, oknum tersebut tidak suka saat Haritz mengambil gambar mobil miliknya.

Jurnalis tersebut pun bernegosiasi dengan orang yang melakukan kekerasan padanya.

Ia berjanji akan menghapus gambar yang telah ia rekam.
Saat Haritz tengah menghapus file, pelaku justru merampas kamera.

Keduanya pun terlibat tarik menarik hingga viewfinder kamera patah.

Tak cukup sampai disitu, pelaku juga memukul mobil liputan milik NET TV hingga penyok.

Sementara itu, pada Rabu sore, akun Instagram @kashira_uzi mengunggah sebuah video.

Dalam unggahan tersebut tampil seorang laki-laki yang mengenakan kaus putih.

Lelaki tersebut mengaku bernama Kashira Uzi.
Rupanya, sosok dalam video tersebut adalah pelaku penganiayaan terhadap wartawan NET TV.

Lewat video tersebut, ia pun meminta maaf pada jurnalis yang telah ia aniaya.

"Saya Kashira Uzi. Disini saya ingin minta maaf kepada wartawan yang tadi malam saya kasari dengan cara saya ludahi dan saya rusak barang-barangnya," terang lelaki dalam video tersebut.

Ia pun mengaku menyesal atas perbuatan yang dilakukannya.
Kashira juga berharap bisa bertemu dengan Haritz untuk meminta maaf secara langsung.

"Saya harap kita semua bisa berdamai di sini. Saya juga sudah merasa menyesal atas perbuatan saya semalam."
"Kalau bisa, saya mau bertemu dengan wartawan yang saya ludahi semalam. Saya ingin meminta maaf secara pribadi dengan dia, terimakasih," ucapnya

Meski sudah meminta maaf, perbuatan pelaku ini rupanya tak bisa dilupakan begitu saja.

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) bahkan mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk segera menangani kasus ini.

Lewat rilis yang diterima, Fajar Kurniawan, ketua organisasi jurnalis televisi ini menyampaikan beberapa poin termasuk meminta pelaku mengganti peralatan kerja jurnalis NET TV yang telah ia rusak.

Berikut lima poin yang disampaikan IJTI:
1. Mendesak Polri untuk segera menangani kasus kekerasan yang terjadi.

2. Segera menangkap pelaku tindak kekerasan dimana identitas pelaku sudah diketahui melalui plat nomor mobil yang mereka kendarai.

3. Meminta Polri menggunakan Pasal 18 (1) Undang-Undang Pers yang merujuk pada Pasal 4 (2) dan (3) selain pasal Pidana dalam menyelesaikan kasus ini.

Jika diperlukan Dewan Pers diminta untuk menunjuk ahli pers yang bisa diminta keterangannya (BAP) di depan penyidik.

4. Mendesak pelaku agar mengganti peralatan kerja korban dalam hal ini kamera yang rusak.

5. Meminta agar semua pihak menghormati kerja-kerja jurnalistik yang diatur dalam Undang-Undang Pers. (TribunWow)

Seorang korban di depan foto-foto korban Rumoh Geudong pada peringatan Hari Kebenaran dan Martabat korban di Rumoh Geudong (24/3). Kegiatan ini bertujuan sebagai "memorialisasi" atas kebenaran masa lalu dan mendorong pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM di Aceh. ©Reza Idria
StatusAceh.Net - Rumoh Geudong adalah hakikat dari rubuhnya satu tiran, rapuhnya ingatan, dan umur panjang kekejian. Di puing-puing bekas bangunan yang sudah tidak bisa dikenali lagi sebagai satu kamp konsentrasi milik serdadu Indonesia, akhir pekan Maret lalu (24/3), beberapa korban konflik Aceh berhimpun kembali. Mereka berdoa dan memajang beberapa foto.

Ketika Aceh diperlakukan sebagai Daerah Operasi Militer 1990-1998, nyaris setiap malam, Komando Pasukan Khusus, sebuah elite tempur TNI, menggiring dan menyeret mangsa-mangsanya yang diculik dari penjuru Pidie dan Aceh Utara, lalu menyekap dan menyiksa mereka di dalam rumah jagal itu. Pada 20 Agustus 1998, Rumah Geudong dibakar massa dan berubah menjadi debu.

Dua puluh tahun kemudian, ketika korban berkumpul di gulag ini, mereka bukan membuat acara tandingan melawan obsesi beberapa habib dan politisi di Jakarta yang akhir-akhir ini rajin memanjatkan doa-doa untuk menghidupkan kembali Soeharto, jenderal yang mengerti betul pentingnya makna rumah jagal seperti Rumoh Geudong demi menopang kekuasaan di sudut-sudut terluar dari jangkauan tangsi militernya. Tetapi mereka berkhidmat untuk satu usaha kecil: untuk kebenaran dan martabat kemanusiaan.

Tentu tidak kebetulan mereka memilih 24 Maret untuk bertemu di Rumoh Geudong. Sejak 2010 tanggal tersebut telah dipilih PBB agar korban kejahatan perang, tempat mereka berbagi hari bersama para penderita TBC, punya keberanian menyampaikan dengan sebenarnya kekejian yang mereka alami, tanpa rasa takut. PBB menyerukan pemulihan harga diri korban.

Di Aceh, perlu kami garis-bawahi bahwa status korban yang melekat pada orang-orang yang datang ke Rumoh Geudong seperti yang kami tulis dalam risalah ini tidak pernah datang dari atau berdasarkan pengakuan pelaku. Setelah konflik Aceh dinyatakan usai dengan ditandatanganinya perjanjian damai antara GAM dan RI pada 15 Agustus 2005, para pelaku pelanggaran HAM di Aceh belum pernah diadili dan belum ada yang secara terbuka mengakui kejahatan yang telah diperbuatnya. Tanpa pengakuan dari pelaku, maka segala macam bala bantuan, kompensasi, dana diyat—atau apapun namanya—tidak pernah bisa mengembalikan posisi korban sebagai manusia yang bermartabat.

Dalam peringatan ini salah satu petisi korban pelanggaran HAM Aceh masih mencantumkan tuntutan agar negara menggelar pengadilan secara terbuka terhadap pelaku dari tingkat tertinggi sampai terendah. Pelaku yang dimaksud adalah penjahat perang yang ada dalam kelompok serdadu RI maupun kombatan GAM yang berseteru dengannya. Petisi ini meskipun telah bertahun-tahun dibacakan dalam pelbagai kesempatan, nada dan napasnya tetap tidak berubah. Membuat siapa pun yang membacanya terguncang dan yang mendengarnya menggigil kedinginan. Namun reaksi manusiawi tersebut hingga dua dekade terakhir belum pernah ditunjukkan oleh pelaku bagi para korban di Aceh.

Inilah kekejian yang kami sebut berumur panjang, meski perang telah lama dinyatakan berakhir. Kekejian yang dulunya memberi legitimasi bagi para pelaku untuk mengklasifikasi, mereduksi status, dan melenyapkan orang yang mereka anggap musuh terus berlanjut dalam cara mereka mendefinisikan korban.

Para pembunuh, penyiksa, dan pemerkosa di zaman konflik hingga kini masih memandang objek mereka sebagai angka, bukan harga. Kata “korban” atau “tumbal” sejatinya adalah kata yang berasosiasi dengan harga. Harga yang terpisah dari angka. Sulit menemukan padanan kata “korban” dalam perbendaharaan kata kaum fasis.

Giorgio Agamben (1995 & 2005) dalam studinya tentang akar fasisme-totalitarianisme dan hubungannya dengan kedaulatan negara menukilkan istilah Homo Sacer, status tentang orang-orang yang pantas untuk dibunuh tapi bukan untuk dikorbankan. Kata terdekat dalam kamus berbahasa Melayu untuk menyebut Homo Sacer mungkin adalah mangsa. Satu objek ketika dikonsepsi sebagai mangsa oleh manusia maka secara otomatis objek tersebut diturunkan derajat dan dikeluarkan dari lingkar kemanusiaannya. Oleh sebab itu, mencincang, menembak, dan menghabisi “mangsa” memberi logic bagi pelaku untuk tidak mengenali diri sebagai pembunuh, karena objek itu meskipun manusia sudah tidak lagi dipandang sebagai manusia.

Dalam watak fasis Orde Baru, jikapun ada yang pantas disebut korban, maka kata itu cuma berlaku bagi sejawatnya yang bernasib sial saat menjalankan operasi-operasi mereka melenyapkan mangsa. Watak tersebut tidak hanya milik tunggal serdadu. Pada zaman konflik Aceh, kami teringat beberapa media cetak yang menyokong rezim dengan sukarela memilih siapa yang patut ditulis “gugur”, siapa yang “tewas”, siapa “mati” atau “mampus”. Mereka memberi kasta pada kematian. Mentalitas negara fasis inilah yang melegitimasi tukang-tukang jagalnya untuk tidak mengakui diri mereka sebagai penjahat perang. Tanpa pengakuan pelaku, mangsa tidak pernah dipulihkan derajatnya sebagai korban, sebagai manusia.

Tidak juga mengejutkan kemudian ketika podium dan pengeras suara yang tersedia di halaman Rumoh Geudong jatuh ke tangan mereka yang punya jejak berdiri di sebelah para pelaku kejahatan perang. Setelah perang, banyak pelaku kejahatan mendadak jadi pahlawan, menempati posisi-posisi yang dari sanalah mereka menentukan bagaimana masa lalu harus dikenang.

Dari mulut merekalah, rangkaian cerita heroik yang kita dengar pada ujungnya tak lebih buat menopang keyakinan dalam kepala mereka sendiri bahwa hak atas perdamaian—kompensasi berupa materi dan kuasa—menjadi milik mereka. Privilese yang mereka miliki ini menjadikan kata korban—bagi siapa pun yang menyebutnya—sebagai ancaman bagi perdamaian. Di podium Rumoh Geudong maupun di tempat-tempat lain, kelompok pelaku sering menyatakan siap kembali berperang jika ada pihak-pihak yang mengganggu perdamaian. Ingatan korban bagi mereka adalah gangguan.

Tangga Kekosongan: Politik Ingatan
Para pelaku tentu gelisah dengan ingatan korban. Setelah Rumoh Geudong dibumihanguskan, tak banyak yang tersisa untuk menggambarkan bagaimana cara kerja alat negara memangsa warganya dalam bangunan yang pernah berdiri di tanah 1.500 meter persegi ini. Tinggal sebuah tangga batu, jejak yang tak bisa dilumatkan api.

Tangga setinggi 1,5 meter ini masih berdiri meskipun kotor ketika ratusan korban pelanggaran HAM Aceh mendatangi kembali neraka tersebut. Turut hadir beberapa orang muda, generasi baru yang ahli familinya dilenyapkan pada zaman konflik.

Ada ratusan korban yang tidak pernah turun lagi setelah diseret melalui tangga itu. Dan setelah disiksa, jasad mereka dibuang di pinggir jalan atau rawa-rawa, dijadikan sebagai pesan ketakutan bagi mereka yang diam-diam mendukung atau simpatisan Gerakan Aceh Merdeka. Dalam propaganda TNI selama melancarkan perang kotornya di Aceh, para korban ini dipakai sebagai perantara ‘shock therapy’, efek kejut dan takut yang mencekat hingga ke dubur siapa pun yang punya rencana menentang rezim Suharto.

Sementara puluhan korban lain dibawa oleh keluarga sebagai mayat yang telah remuk.

Juerah, yang suaminya diseret ke Rumoh Geudong dan mati disiksa, mengambil sendiri suaminya dan mengatakan apa yang paling menyakitkannya: “Saya harus memandikan jenazah suami saya yang rusak itu sendirian.” Itu lantaran tetangganya ketakutan, kecuali tiga orang yang datang belakangan secara sembunyi-sembunyi.

Teror bukan hanya menyebabkan ketakutan, tapi memaksa orang meninjau kembali hubungan sosial mereka—sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Pengasingan korban dari gampong, komunitas terkecil di Aceh dan solidaritasnya relatif kuat, sebenarnya tergambarkan dari sandi operasi militer ini: ‘Operasi Jaring Merah’. Dengan pengasingan ini apa yang ingin dicapai dari operasi militer di Aceh, baik terhadap simpatisan gerilyawan maupun pihak yang netral, adalah penundukan secara keseluruhan.

Berdasarkan kesaksian puluhan korban yang berhasil selamat tapi membawa jiwa dan badan yang telah hancur, cerita tentang apa yang terjadi di dalam rumah terkutuk itu serta segenap detail bagaimana mereka disiksa, membuat kami yang mendengarnya ikut hancur dan sakit. Hanya ada kekejian dan kekejian.

Beberapa korban yang pernah kami wawancarai meyakini, siapa pun yang pernah digelandang ke gulag itu dan dibunuh, mati sebagai martir—yang dalam ajaran Islam, kesyahidan dianggap tangga paling sempurna menuju Ilahi.

Sementara bagi korban yang masih hidup, tangga batu Rumoh Geudong bukan tangga ilahi yang sesempurna itu. Ujungnya yang kini kosong tidak lagi memberi tahu ke pintu mana orang yang menaikinya harus menuju. Tangga batu itu adalah cerita lain tentang tidak sempurnanya perdamaian Aceh. Ia menjelma metafor yang mewakili hari-hari penuh nestapa yang dilalui para korban. Bersama keberanian, mereka berkhidmat di hadapan tangga kekosongan Rumoh Geudong, bersama kaburnya harapan mereka untuk melongok apa yang sebenarnya terjadi dengan anggota keluarganya di masa lalu.

Setelah Orde Baru rubuh, serdadu segera melenyapkan bekas-bekas kamp konsentrasi di penjuru pantai Timur dan pantai Barat Aceh. Sebagian musnah karena kemarahan rakyat yang telah memendam kesumat bertahun-tahun. Rumoh Geudong adalah salah satu gulag yang dibakar oleh massa. Akhirnya yang tersisa hanya ingatan korban. Ingatan yang juga memiliki batas karena jiwa dan tubuh telah remuk oleh siksa.

Tangga Keluarga: Watak Fasis Orde Baru
Antropolog James Siegel jauh-jauh hari telah menyinggung bagaimana Soeharto terobsesi dengan konsep “keluarga” (1997, 1998, 2006). Diktator ini percaya sebuah negeri bisa diatur layaknya sebuah keluarga yang harmonis. Ia mengangkat diri menjadi Bapak bagi negara dan memberikan akses yang luar biasa pada anak-anak dan karib kerabatnya. Di atas segalanya, Soeharto mengerti betul seluk-beluk, anatomi, hirarki, dan fungsi keluarga. Ia juga menggunakan pengetahuan tersebut dalam politik buat menghabisi musuh-musuhnya.

Sejak awal, operasi militer dijalankan dengan cara menyasar dan memanfaatkan hubungan kekerabatan. Keluarga sejatinya adalah benteng, tetapi ia paling lemah dan gampang direbut. Tanpa formula ini, sulit memastikan operasi militer akan berhasil. Selain teror dan efek kejut, salah satu tujuan dari penculikan adalah untuk mendapatkan informasi. Itu sebabnya, sebagian besar korban yang pernah diculik dan diseret ke Rumah Geudong adalah perempuan. Mereka dituduh terlibat dalam gerakan separatis berdasarkan hubungan kekerabatan dengan orang-orang, umumnya laki-laki, yang diduga mendukung atau terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka.

Serdadu menggunakan perempuan-perempuan ini untuk memeras informasi dengan cara menyiksa mereka secara brutal.

Kara, seorang korban Rumoh Geudong, menceritakan para penyiksanya “mengancam akan menghabisi saya kalau saya tidak memberitahu di mana suami saya.” Para korban perempuan juga diserang secara seksual, sebagaimana dialami Rujani selama berminggu-minggu disekap dalam kamp konsentrasi tersebut. Ia baru dilepaskan setelah suaminya dibunuh beberapa kilometer dari Rumah Geudong. Apabila tidak ada informasi yang bisa diperas, mereka dijadikan sebagai sandera, dan akan terus disekap sampai kerabat mereka menyerah.

Karena penyiksaan dilakukan untuk mendapatkan informasi, pelaku jarang membiarkan korban seorang diri. Mereka disiksa secara bersama-sama dan bergiliran. Di lantai kayu Rumah Geudong yang penuh darah, segar dan kering, mereka diadu-domba satu sama lain.

Beberapa korban mengatakan, mereka mengalami penyiksaan di luar batas kemampuan yang sanggup mereka tanggung. Antara hidup dan mati. Tapi apa yang menyadarkan mereka kembali, ketika mereka dipaksa untuk melihat siksaan terhadap tahanan lain. Kara mengatakan, setelah disetrum, ia “disuruh menonton orang-orang yang sedang dipukuli dan diikat.”

Eksekusi mati dan siksa ala Orde Baru punya aritmatika tersendiri. Para tukang jagal di Rumoh Geudong terampil dalam mengukur batas kesadaran manusia. Sebelum ada tawanan yang diputuskan mati, betapapun hancur dan tidak bergunanya tubuh korban, pelaku tetap membutuhkan kesadaran mereka. Karena pengendalian atas kesadaran merupakan tujuan utama dari setiap kamp konsentrasi.

Kopassus menggunakan istilah ‘disekolahkan’ untuk menundukkan para tahanan, sebagaimana istilah ini pernah digunakan Nazi untuk menata ulang pikiran kaum homoseksual, gipsi, dan pembangkang politik yang dari sudut pandang fasisme dianggap menyimpang di kamp konsentrasinya. Hampir mirip seperti di Argentina setelah kudeta militer, pemerintahan junta (1976-1983) melancarkan program Proceso de Reorganización Nacional (Proses Reorganisasi Nasional)—penghalusan untuk menyingkirkan lawan-lawan politik junta, terutama dari sayap kiri, lewat kamp konsentrasi—untuk menata kembali kehidupan politik, sosial, dan budaya (Daniel Feierstein: 2014).

Selain kerabat, sasaran kekejian adalah rumah korban sendiri. Korban-korban Rumah Geudong mengatakan, sebelum digiring menuju kamp konsentrasi itu, rumah mereka dihancurkan. “Rumah diobrak-abrik,” kata Yuhana yang ketika rumahnya digerebek masih belia.

Ketika kami mengunjungi rumah Juerah, ia masih bisa menunjukkan bagian-bagian rumahnya yang pernah dihancurkan, meskipun rumahnya yang lama telah direhab. Beberapa hari setelah Darurat Militer diberlakukan di Aceh (2003-2004), beberapa rumah warga, yang anggota keluarganya diidentifikasi terlibat gerakan kemerdekaan, disilang warna merah. Dan silang merah ini cukup membuat sebuah keluarga, dari bayi sakit sampai perempuan hamil, mengandangkan diri selama berhari-hari di dalam rumah.

Dari hulu ke hilir, keluarga adalah unit penting bagi proyek fasis Orde Baru. Dari Farida, aktivis yang mewakafkan hidupnya untuk mendampingi korban konflik Aceh, kami mendengar bahwa setelah DOM dicabut, sisa rezim Orde Baru merancang proyek pembungkaman. Mereka menelusuri pohon keluarga para korban demi menemukan hubungan antar anggota keluarga korban yang memiliki ikatan dengan serdadu. Kepada keluarga serdadu yang memiliki kekerabatan itulah korban dititipkan. Tujuannya keji: supaya korban berutang budi dan merasa malu jika ingin membuka aib pelaku.

Tangga tempat Setan Melompat
Tangga batu Rumoh Geudong menjelma jadi tangga tuhan hanya bagi mereka yang hidup dan martabatnya dirampas kekejian. Bagi kami, ia monumen yang terus setia mendampingi martabat korban yang belum dipulihkan, meski dua dekade Soeharto sudah jatuh dan kamp-kamp konsentrasinya rubuh. Bagi pelaku, tangga batu Rumoh Geudong selamanya adalah tangga setan, tangga loncatan bagi karier cemerlang para perwira.

Meskipun mata para korban ditutup saat mereka diculik, mereka tahu masih banyak para pelaku kejahatan kemanusiaan di Aceh tidak tersentuh hukum. Beberapa di antara pelaku memulai kariernya dengan menginjakkan sepatu lars di tangga Rumah Geudong, sementara sisanya, pengendali pembasmian ini, menyelesaikan masa pensiun sebagai warga senior yang terhormat.

Jadi tidak begitu mengejutkan ketika Presiden Joko Widodo mengangkat mereka, para perwira yang diduga punya rekam jejak sebagai pelanggar HAM, sebagai menteri atau penasihat di kabinetnya.

Sementara korban akan terus berkumpul di hadapan tangga batu Rumoh Geudong. Dengan menggelar peringatan-peringatan, seperti akhir pekan Maret lalu, para korban percaya bahwa tangga setan yang rendah dan manipulatif masih bisa dijangkau. Sebagaimana yang dikatakan Farida, yang menjadi ketua panitia Hari Internasional untuk Hak atas Kebenaran dan Martabat Korban di Rumah Geudong, kepada kami: “Tidak ada yang bisa melemparkan ingatan kami ke dalam api.”
SUMBER
loading...

Contact Form

Name

Email *

Message *

StatusAceh.Net. Theme images by i-bob. Powered by Blogger.