Rintihan Suara Palestina Masih Didengar
StatusAceh.Net - Minggu lalu, tepatnya Kamis (13/10), UNESCO menegaskan komplek masjid al-Aqsa dan Plaza Buraq resmi menjadi warisan umat Muslim, dengan menegasikan klaim Yahudi yang juga merasa berhak memilikinya.
Dalam voting oleh seluruh negara anggota Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB itu, duapuluh empat negara sepakat, enam menentang, dan 26 abstain terhadap resolusi soal keterkaitan Yahudi dan al-Aqsa tersebut. Kampanye untuk menyetujui resolusi disponsori Palestina yang didukung penuh Mesir, Aljazair, Maroko, Lebanon, Oman, Qatar, dan Sudan pada 2015.
Komplek bukit Masjid al-Aqsa oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci—dalam bahasa Ibrani Har haBáyit dan bahasa Inggris Temple Mount. Sementara itu, umat Islam menyebutnya dengan al-Haram al-Syarif ‘tempat suci yang mulia’. Komplek tempat suci umat Muslim ketiga—setelah Mekkah dan Madinah—ini dikelilingi tembok berbentuk persegi panjang di bagian timur di wilayah Kota Lama yang termasuk kawasan Yerusalem Timur, yang kini dijajah Israel.
Kemarahan Israel
Sejumlah diplomat Israel selama beberapa Minggu sebelum keputusan akhir resolusi telah melakukan lobi-lobi untuk meyakinkan sejumlah negara supaya melawan proposal tersebut, atau setidaknya abstain saat voting. Namun, negara Zionis itu hanya mampu mendapatkan dukungan dari sekutu utamanya yakni Amerika, Inggris, Jerman, Belanda, Lithuania, dan Estonia.
Negara besar yang mendukung resolusi tersebut adalah Rusia dan Cina. Tak ada suara dari Indonesia dalam voting tersebut. Namun, negara ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam mendukung resolusi tersebut.
Menanggapi resolusi UNESCO yang tak sesuai harapan, Menteri Perumahan Israel Uri, Ariel menyerukan umat Yahudi supaya lebih giat mendatangi Bait Suci dan memperkuat dominasi Israel di tempat tersebut. Sementara itu, Pemimpin Partai Buruh Isaac Herzog menyebut UNESCO mengkhianati sejarah bangsa Yahudi dan menimbulkan kebencian.
Tak kalah sengit adalah pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang berseloroh, “Teater absurd berlanjut di PBB.”
“Hari ini UNESCO mengadopsi keputusan kedua tahun ini yang menolak hubungan Yahudi dengan Bait Suci, tempat suci kami selama lebih dari 3000 tahun. Apa selanjutnya? Bakal ada keputusan UNESCO yang menolak keterkaitan antara selai kacang dan jelly? Batman dan Robin? Rock dan roll?” katanya, dikutip sejumlah media Israel.
Dalam voting oleh seluruh negara anggota Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB itu, duapuluh empat negara sepakat, enam menentang, dan 26 abstain terhadap resolusi soal keterkaitan Yahudi dan al-Aqsa tersebut. Kampanye untuk menyetujui resolusi disponsori Palestina yang didukung penuh Mesir, Aljazair, Maroko, Lebanon, Oman, Qatar, dan Sudan pada 2015.
Komplek bukit Masjid al-Aqsa oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci—dalam bahasa Ibrani Har haBáyit dan bahasa Inggris Temple Mount. Sementara itu, umat Islam menyebutnya dengan al-Haram al-Syarif ‘tempat suci yang mulia’. Komplek tempat suci umat Muslim ketiga—setelah Mekkah dan Madinah—ini dikelilingi tembok berbentuk persegi panjang di bagian timur di wilayah Kota Lama yang termasuk kawasan Yerusalem Timur, yang kini dijajah Israel.
Kemarahan Israel
Sejumlah diplomat Israel selama beberapa Minggu sebelum keputusan akhir resolusi telah melakukan lobi-lobi untuk meyakinkan sejumlah negara supaya melawan proposal tersebut, atau setidaknya abstain saat voting. Namun, negara Zionis itu hanya mampu mendapatkan dukungan dari sekutu utamanya yakni Amerika, Inggris, Jerman, Belanda, Lithuania, dan Estonia.
Negara besar yang mendukung resolusi tersebut adalah Rusia dan Cina. Tak ada suara dari Indonesia dalam voting tersebut. Namun, negara ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam mendukung resolusi tersebut.
Menanggapi resolusi UNESCO yang tak sesuai harapan, Menteri Perumahan Israel Uri, Ariel menyerukan umat Yahudi supaya lebih giat mendatangi Bait Suci dan memperkuat dominasi Israel di tempat tersebut. Sementara itu, Pemimpin Partai Buruh Isaac Herzog menyebut UNESCO mengkhianati sejarah bangsa Yahudi dan menimbulkan kebencian.
Tak kalah sengit adalah pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang berseloroh, “Teater absurd berlanjut di PBB.”
“Hari ini UNESCO mengadopsi keputusan kedua tahun ini yang menolak hubungan Yahudi dengan Bait Suci, tempat suci kami selama lebih dari 3000 tahun. Apa selanjutnya? Bakal ada keputusan UNESCO yang menolak keterkaitan antara selai kacang dan jelly? Batman dan Robin? Rock dan roll?” katanya, dikutip sejumlah media Israel.
Pengakuan terhadap Palestina
Dirjen UNESCO Irina Bokova menjaga jarak terkait resolusi tersebut, sebab dirinya memang tak punya kuasa. Proposal dan persetujuan terhadap resolusi semacam ini adalah hak tiap-tiap negara anggota.
Sejarah menyebutkan ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099, mereka menggunakan bangunan masjid tersebut sebagai istana dan gereja, tetapi fungsi masjid dikembalikan seperti semula setelah Shalahuddin al-Ayubi (1138-1193) merebut kembali kota itu pada 1187. Sejak saat itu, komplek al-Haram al-Syarif berada dalam kendali umat Islam. Situasi berbalik setelah Perang Enam Hari pada 1967 antara Arab dan Israel. Israel mengontrol penuh Jerussalem hingga kini. Mereka sangat membatasi aktivitas ibadah umat Islam di sana. Oleh karena itu, resolusi tersebut dibutuhkan untuk menegaskan bahwa aksi Israel adalah ilegal.
Al-Aqsa disucikan umat Islam karena pernah menjadi kiblat untuk shalat, sebelum beralih ke Ka’bah di Mekkah (pada tahun 12 Hijriyah atau 634M). Komplek ini juga disucikan karena menjadi titik tolak Nabi Muhammad saat peristiwa Mikraj (620).
Dengan resolusi ini, al-Aqsa—tidak perlu diperdebatkan lagi—menjadi warisan budaya dan sejarah Palestina. Sejak klaim Israel atas tempat ini, tak kurang dari 220 warga Palestina syahid di tangan moncong senapan tentara Zionis, terhitung dari tahun 2015 saja.
Jubir Presiden Palestina Nabil Abu Rudeinah mengatakan keputusan tersebut secara jelas berisi pesan bahwa penjajahan terhadap sebuah negara tidak dapat dibenarkan. Palestina sendiri menjadi anggota UNESCO sejak 2011. Sejak proposal ini digulirkan tahun lalu, Otoritas Palestina berupaya mengganti nama Temple Mount menjadi al-Haram al-Sharif dalam dokumen-dokumen resmi internasional. Sementara itu, Western Wall diminta diganti dengan Buraq Plaza.
Yang juga perlu dicatat adalah draf resolusi tersebut menyebut istilah “tanah jajahan Palestina” dan perlunya “menjaga warisan budaya Palestina serta keunikan Jerussalem Timur,” mengacu ke masjid al-Aqsa. Rakyat terajajah itu meminta delegasi internasional mengirim ahli untuk meneliti kerusakan arkeologis akibat ulah Israel, terutama penggalian yang membabi buta dengan alasan mencari bukti-bukti warisan budaya Yahudi.
Permintaan yang disebut terakhir belum dipenuhi. Akan tetapi, resolusi UNESCO tersebut dapat memberikan harapan di tengah derita rakyat Palestina. Setidaknya, masyarakat internasional masih mendengar rintihan suara mereka.
Intelektual kelahiran Palestina Edward W. Said (1935-2003) pernah mengatakan, “Kita tidak dapat berperang demi hak, sejarah dan masa depan kita sampai dilengkapi dengan senjata kritisisme dan kesadaran.”(Rimanews)