Militer Myanmar Lancarkan Serangan Udara, 6 Muslim Rohingya Tewas
YANGON - Militer Myanmar pada hari Jumat (5/4/2019) mengatakan enam warga Muslim Rohingya tewas dan sembilan lainnya cedera dalam serangan udara di negara bagian Rakhine barat pekan ini. Menurut militer, para warga menjadi korban karena berafiliasi dengan kelompok teroris bersenjata.
Koran Myawady yang dikelola militer mengatakan penduduk desa bersama dengan teroris ketika tentara menindak kegiatan teroris Arakan Army pada hari Rabu di kota Buthidaung.
Negara bagian Rakhine menjadi perhatian global pada tahun 2017, ketika tentara Myanmar mengusir sekitar 730.000 etnis Rohingya melintasi perbatasan ke Bangladesh, menyusul serangan oleh pemberontak Rohingya terhadap pos-pos polisi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tentara Myanmar memiliki "niat genosida" dalam menindak minoritas Muslim.
Baru-baru ini, militer telah berperang melawan kelompok bersenjata lain, Arakan Army, yang merekrut sebagian besar anggota baru dari populasi etnis Rakhine.
Tiga penduduk desa dan seorang anggota parlemen daerah setempat kepada Reuters mengatakan para warga Rohignya sedang mengumpulkan bambu di dekat air terjun Sai Din ketika sebuah helikopter militer melancarkan serangan udara.
"Mereka semua adalah pekerja bambu," kata Soe Tun Oo, seorang rekan pekerja.
Juru bicara Arakan Army, Khin Thu Kha, membantah orang yang tewas dan terluka adalah anggota kelompok bersenjata tersebut. Menurutnya, militer Myanmar telah menyerang tanpa pandang bulu.
"Mereka mengebom di mana-mana, percaya ada anggota Arakan Army di hutan," ujarnya.
Sepuluh orang dirawat di rumah sakit umum Buthidaung. Data itu disampaikan Kyaw Min Tun, seorang pejabat rumah sakit setempat.
Dalam sebuah pernyataan, militer Myanmar mengatakan sembilan orang yang terluka dibawa ke rumah sakit yang dikelola militer untuk perawatan.
Tetapi seorang juru bicara militer, Tun Tun Nyi, menolak berkomentar tentang perbedaan data jumlah korban serangan tersebut.
Di Jenewa, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengaku "sangat terganggu" oleh meningkatnya kekerasan di Rakhine."Dan mengutuk apa yang tampaknya merupakan serangan tanpa pandang bulu yang diarahkan pada warga sipil," kata juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Ravina Shamdasani.
"Ada laporan yang dapat dipercaya tentang pembunuhan warga sipil, pembakaran rumah, penangkapan sewenang-wenang, penculikan, pembakaran tanpa pandang bulu di wilayah sipil, dan kerusakan pada properti budaya," ujarnya.
Dia mengutip sumber di lapangan yang mengatakan setidaknya tujuh orang tewas pada hari Rabu dan serangan itu dilakukan di daerah di mana ribuan orang Rohingya berlindung setelah melarikan diri dari pertempuran sebelumnya.
"Ketika komunitas internasional mengambil langkah-langkah menuju pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan terhadap warga sipil pada tahun-tahun sebelumnya, militer Myanmar kembali melakukan serangan terhadap warga sipilnya sendiri, serangan yang mungkin merupakan kejahatan perang," katanya.
Menurutnya, lebih dari 20.000 orang telah terlantar akibat kekerasan di lima kota di negara bagian Rakhine. Dia mendesak pemerintah Myanmar untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan bagi mereka yang terkena dampak.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Myanmar telah menyampaikan kecaman pekan ini."Sangat prihatin tentang kerugian terhadap warga sipil dari konflik yang sedang berlangsung di Negara Bagian Rakhine dan Chin antara Arakan Army dan militer Myanmar," bunyi pernyataan kedutaan.
"Kami menyerukan semua pihak untuk memperbarui upaya mereka untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja ke arah penyelesaian konflik secara damai." | Sindonews
Koran Myawady yang dikelola militer mengatakan penduduk desa bersama dengan teroris ketika tentara menindak kegiatan teroris Arakan Army pada hari Rabu di kota Buthidaung.
Negara bagian Rakhine menjadi perhatian global pada tahun 2017, ketika tentara Myanmar mengusir sekitar 730.000 etnis Rohingya melintasi perbatasan ke Bangladesh, menyusul serangan oleh pemberontak Rohingya terhadap pos-pos polisi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tentara Myanmar memiliki "niat genosida" dalam menindak minoritas Muslim.
Baru-baru ini, militer telah berperang melawan kelompok bersenjata lain, Arakan Army, yang merekrut sebagian besar anggota baru dari populasi etnis Rakhine.
Tiga penduduk desa dan seorang anggota parlemen daerah setempat kepada Reuters mengatakan para warga Rohignya sedang mengumpulkan bambu di dekat air terjun Sai Din ketika sebuah helikopter militer melancarkan serangan udara.
"Mereka semua adalah pekerja bambu," kata Soe Tun Oo, seorang rekan pekerja.
Juru bicara Arakan Army, Khin Thu Kha, membantah orang yang tewas dan terluka adalah anggota kelompok bersenjata tersebut. Menurutnya, militer Myanmar telah menyerang tanpa pandang bulu.
"Mereka mengebom di mana-mana, percaya ada anggota Arakan Army di hutan," ujarnya.
Sepuluh orang dirawat di rumah sakit umum Buthidaung. Data itu disampaikan Kyaw Min Tun, seorang pejabat rumah sakit setempat.
Dalam sebuah pernyataan, militer Myanmar mengatakan sembilan orang yang terluka dibawa ke rumah sakit yang dikelola militer untuk perawatan.
Tetapi seorang juru bicara militer, Tun Tun Nyi, menolak berkomentar tentang perbedaan data jumlah korban serangan tersebut.
Di Jenewa, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengaku "sangat terganggu" oleh meningkatnya kekerasan di Rakhine."Dan mengutuk apa yang tampaknya merupakan serangan tanpa pandang bulu yang diarahkan pada warga sipil," kata juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Ravina Shamdasani.
"Ada laporan yang dapat dipercaya tentang pembunuhan warga sipil, pembakaran rumah, penangkapan sewenang-wenang, penculikan, pembakaran tanpa pandang bulu di wilayah sipil, dan kerusakan pada properti budaya," ujarnya.
Dia mengutip sumber di lapangan yang mengatakan setidaknya tujuh orang tewas pada hari Rabu dan serangan itu dilakukan di daerah di mana ribuan orang Rohingya berlindung setelah melarikan diri dari pertempuran sebelumnya.
"Ketika komunitas internasional mengambil langkah-langkah menuju pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan terhadap warga sipil pada tahun-tahun sebelumnya, militer Myanmar kembali melakukan serangan terhadap warga sipilnya sendiri, serangan yang mungkin merupakan kejahatan perang," katanya.
Menurutnya, lebih dari 20.000 orang telah terlantar akibat kekerasan di lima kota di negara bagian Rakhine. Dia mendesak pemerintah Myanmar untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan bagi mereka yang terkena dampak.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Myanmar telah menyampaikan kecaman pekan ini."Sangat prihatin tentang kerugian terhadap warga sipil dari konflik yang sedang berlangsung di Negara Bagian Rakhine dan Chin antara Arakan Army dan militer Myanmar," bunyi pernyataan kedutaan.
"Kami menyerukan semua pihak untuk memperbarui upaya mereka untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja ke arah penyelesaian konflik secara damai." | Sindonews