StatusAceh.Net - Belasan aktivis Pusat Kajian Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh menggelar aksi
di depan Pendopo Gubernur Aceh, Senin (5/9). Pada aksi ini, mereka
meminta Pemerintah Aceh agar mengkaji ulang rencana berutang kepada Bank
Pemerintah Jerman sebanyak Rp 1,9 triliun lebih.
Utang tersebut rencananya untuk pembangunan fisik rumah sakit regional di Aceh, sebagai rumah sakit rujukan Pemerintah Aceh selain Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh. Rumah sakit regional tersebut nantinya dibangun dengan pinjaman utang luar negeri dari Bank Pemerintah Jerman.
Aksi berlangsung tertib di bawah pengawalan pihak kepolisian. Belasan aktivis PAKAR dari berbagai kampus di Banda Aceh secara bergantian berorasi di depan pintu gerbang Pendopo Gubernur. Selain berorasi, aktivis PAKAR membawa spanduk berisikan penolakan terhadap pembangunan rumah sakit regional dari utang luar negeri.
"Kita tegas menolak utang luar negeri untuk membangun bangunan rumah sakit regional di daerah. Karena kami khawatir, ini menjadi beban kepada anak cucu kita nanti harus menanggung beban utang sejak dia lahir," kata Ketua PAKAR Aceh, Muhammad Khaidir, Senin (5/9) usai aksi.
Menurutnya, di Aceh sekarang kebutuhan mendesak bukan pembangunan fisik rumah sakit. Akan tetapi, peningkatan pelayanan, baik di rumah sakit maupun pendidikan serta pembukaan lapangan pekerjaan. Karena dengan beban utang luar negeri tersebut dikhawatirkan akan semakin memperburuk ekonomi rakyat Aceh.
"Khusus rumah sakit, lebih lebih baik dibenahi rumah sakit daerah yang sudah ada, bukan membangun rumah sakit baru. Justru rumah sakit yang ada di daerah yang harus ditingkatkan kualitasnya dengan menambah dokter spesialis dan perlengkapan rumah sakit yang canggih," terangnya.
Rencana utang luar negeri sudah pernah ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), kemudian disetujui kembali. Persetujuan ini, Khaidir mengendus ada kepentingan politik jelang Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada). Sehingga perlu segera dikaji ulang dan di DPRA diminta untuk membatalkan rencana tersebut.
"Kami curiga dengan utang ini jelang Pilkada, justru dengan rencana utang ini semakin memperjelas Aceh masih menganut ekonomi kapitalis," jelasnya.(merdeka.com)
Utang tersebut rencananya untuk pembangunan fisik rumah sakit regional di Aceh, sebagai rumah sakit rujukan Pemerintah Aceh selain Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh. Rumah sakit regional tersebut nantinya dibangun dengan pinjaman utang luar negeri dari Bank Pemerintah Jerman.
Aksi berlangsung tertib di bawah pengawalan pihak kepolisian. Belasan aktivis PAKAR dari berbagai kampus di Banda Aceh secara bergantian berorasi di depan pintu gerbang Pendopo Gubernur. Selain berorasi, aktivis PAKAR membawa spanduk berisikan penolakan terhadap pembangunan rumah sakit regional dari utang luar negeri.
"Kita tegas menolak utang luar negeri untuk membangun bangunan rumah sakit regional di daerah. Karena kami khawatir, ini menjadi beban kepada anak cucu kita nanti harus menanggung beban utang sejak dia lahir," kata Ketua PAKAR Aceh, Muhammad Khaidir, Senin (5/9) usai aksi.
Menurutnya, di Aceh sekarang kebutuhan mendesak bukan pembangunan fisik rumah sakit. Akan tetapi, peningkatan pelayanan, baik di rumah sakit maupun pendidikan serta pembukaan lapangan pekerjaan. Karena dengan beban utang luar negeri tersebut dikhawatirkan akan semakin memperburuk ekonomi rakyat Aceh.
"Khusus rumah sakit, lebih lebih baik dibenahi rumah sakit daerah yang sudah ada, bukan membangun rumah sakit baru. Justru rumah sakit yang ada di daerah yang harus ditingkatkan kualitasnya dengan menambah dokter spesialis dan perlengkapan rumah sakit yang canggih," terangnya.
Rencana utang luar negeri sudah pernah ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), kemudian disetujui kembali. Persetujuan ini, Khaidir mengendus ada kepentingan politik jelang Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada). Sehingga perlu segera dikaji ulang dan di DPRA diminta untuk membatalkan rencana tersebut.
"Kami curiga dengan utang ini jelang Pilkada, justru dengan rencana utang ini semakin memperjelas Aceh masih menganut ekonomi kapitalis," jelasnya.(merdeka.com)
loading...
Post a Comment