2018-09-09

Abdiya aceh Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Utara Agam Inong Aceh Agama Aksi 112 Aksi 313 Aleppo Artikel Artis Auto Babel Baksos Bambang Tri Banda Aceh Banjir Batu Akik Bencana Alam Bendera Aceh Bergek Bimtek Dana Desa Bireuen Bisnis Blue Beetle BNN BNPB Bom Kampung Melayu Budaya BUMN Carona corona Covid-19 Cuaca Cut Meutia Daerah Dana Bos dayah Deklarasi Akbar PA Deplomatik Depok Dewan Pers DPR RI DPRK Lhokseumawe Editorial Ekomomi Ekonomi Energi Feature Film Fito FORMATPAS Foto FPI Gampong Gaya Hidup Gempa Aceh Gempa Palu Gunung Sinabung Haji HAM Hathar Headlines Hiburan Hindia History Hotel Hukum Humor HUT RI i ikapas nisam Indonesia Industri Info Dana Desa Informasi Publik Inspirasi Internasional Internet Iran Irwandi-Nova Irwndi Yusuf Israel IWO Jaksa JARI Jawa Timur Jejak JKMA Kemanusiaan Kemenperin Kemenprin Kesehatan Khalwat KIP Kisah Inspiratif Korupsi Koruptor KPK Kriminal Kriminalisasi Kubu Kuliner Langsa Lapas Lapas Klas I Medan Lapas Tanjungbalai lgbt Lhiokseumawe Lhokseumawe Lingkungan Listrik Lombok Lowongan Kerja Maisir Makar Makassar Malaysia Malware WannaCry Masjid Migas Milad GAM Mitra Berita Modal Sosial Motivasi Motogp MPU Aceh Mudik Mudik Lebaran MUI Musik Muslim Uighur Nanang Haryono Narapidana Narkotika Nasional News Info Aceh Nisam Nuansa Nusantara Obligasi Olahraga Ombudsman Opini Otomotif OTT Pajak Palu Papua Parpol PAS Patani Patroli Pekalongan Pekanbaru Pelabuhan Pemekaran Aceh Malaka Pemekaran ALA Pemerintah Pemilu Pendidikan Penelitian Pengadilan Peristiwa Pers Persekusi Pertanian Piala Dunia 2018 Pidie Pidie Jaya Pilkada Pilkada Aceh Pilkades Pj Gubernur PKI PLN PNL Polisi Politik Pomda Aceh PON Aceh-Sumut XXI Poso PPWI Presiden Projo PT PIM Pungli PUSPA Ramadhan Ramuan Raskin Riau ril Rilis Rillis rls Rohingya Rohul Saladin Satwa Save Palestina Sawang Sejarah Selebgram Selebriti Senator Sinovac SMMPTN sosial Sosok Sport Status-Papua Stunting Sumatera Sunda Empire Suriah Syariat Islam T. Saladin Tekno Telekomunikasi Teror Mesir Terorisme TGB Thailand TMMD TMMD reguler ke-106 TNI Tokoh Tol Aceh Tsunami Aceh Turki Ulama Universitas Malikussaleh USA Vaksin MR Vaksinasi Vaksinasi Covid-19 vid Video vidio Viral Waqaf Habib Bugak Warung Kopi Wisata YantoTarah YARA

Jenazah Johansyah saat akan dibawa dengan ambulans. Foto: Cut Islamanda/portalsatu.com
StatusAceh.Net - Tim gabungan Polres Aceh Utara dan Polda Aceh berhasil menangkap Johansyah, 31 tahun, warga Gampong Blang Bitra, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. Pria yang selama ini buron terkait kasus pemberondongan rumah Ahmad Budiman, 70 tahun, warga Gampong Geumata, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, itu ditangkap di depan salah satu market di kawasan Medan Denai, Sumatera Utara, Jumat, 14 September 2018, sekitar pukul 23.30 WIB.

Namun, dalam pengembangan pencarian senjata di rumahnya di Gampong Blang Bitra, Peureulak, "tersangka Johansyah mencoba kabur sehingga pihak kepolisian terpaksa melumpuhkannya dengan tembakan yang mengenai bagian pinggang". Johansyah kemudian dinyatakan meninggal dunia di Puskesmas Lhoksukon, Aceh Utara, Sabtu, 15 September 2018, sekitar pukul 14.50 WIB.

Hal itu disampaikan Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Aceh, Kompol Suwalto, didamping Kasat Reskrim Polres Aceh Utara, Iptu Rezky Kholiddiansyah, kepada portalsatu.com, Sabtu, sore. Suwalto mengatakan, Polda Aceh mem-back-up Polres Aceh Utara dalam pengungkapan dan penindakan terhadap Johansyah yang selama ini dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Delapan anggota Tim Subdit III Jatanras Ditreskrimum dan BKO Brimob Polda Aceh yang mem-back-up Polres Aceh Utara.

Suwalto menyebutkan, pihaknya ikut mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu satu mobil Honda Jazz nomor polisi BL 1578 QZ, satu BPKB sepeda motor, satu pucuk senjata api laras panjang jenis AK-56, 12 butir peluru, satu magasin, satu dompet hitam, sebilah pisau dapur dan KTP milik Johansyah.

“Tersangka kita tangkap di salah satu market kawasan Medan Denai dan kita bawa ke Polsek Percut Sei Tuan untuk diinterogasi. Saat itu tersangka mengaku menyimpan senpi AK-56 yang digunakan Ol (tersangka pemberondongan rumah Ahmad Budiman), di rumah ibunya di Aceh Timur. Lalu kita menuju ke lokasi dan menemukan senpi itu disembunyikan di bawah tumpukan padi,” ujar Suwalto.

Menurut Suwalto, tersangka juga mengaku masih memiliki sepucuk senjata api (senpi) laras pendek jenis FN. Hal itu, kata Suwalto, juga dibenarkan sejumlah saksi. “Atas dasar pengakuan itu, kita menuju rumah tersangka di Peureulak, Sabtu, sekitar pukul 11.00 WIB. Dalam upaya pencarian senpi FN itu, tersangka mengelabui petugas dan mencoba kabur dengan cara loncat dari jendela, sehingga terpaksa kita lakukan tindakan tegas dan terukur. Tersangka kita lumpuhkan (ditembak). Sebelum berusaha kabur, tersangka sempat melepaskan salah satu tanggannya dari borgol plastik,” ucap Suwalto.

Suwalto melanjutkan, sekitar pukul 12.30 WIB (Sabtu), tersangka Johansyah tiba di Puskesmas Lhoksukon untuk diobati lantaran mengalami luka tembak, tapi akhirnya dinyatakan meninggal dunia, sekitar pukul 14.50 WIB. “Tersangka tidak kita bawa ke Puskesmas terdekat (di Peureulak) karena khawatir ada upaya penyelamatan oleh sindikatnya. Selain itu juga ada informasi anggota kita diancam, makanya untuk keselamatan, kita bawa ke Puskesmas Lhoksukon. Johansyah merupakan DPO sekaligus residivis dan tersangka yang sangat berbahaya,” ujarnya.

Jenazah Johansyah kemudian dibawa ke RSUD Cut Meutia di Buket Rata, Lhokseumawe, menggunakan ambulans Polres Aceh Utara dengan dikawal sejumlah anggota.

Diberitakan sebelumnya, tim gabungan Satuan Reskrim dan Intelkam Polres Aceh Utara melakukan penggerebekan rumah JH (Johansyah), 32 tahun, di Gampong Blang Bitra, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur, Minggu, 19 Agustus 2018, sekitar pukul 03.00 WIB. Dalam penggerebekan itu sempat terjadi kontak tembak sekitar 15 menit antara polisi dan tersangka.

JH merupakan buron atau DPO dalam kasus pemberondongan rumah Ahmad Budiman, 70 tahun, warga Gampong Geumata, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, yang terjadi pada 13 April 2018 lalu. Dalam kasus itu, tersangka pemberondongan MS alias OL memakai senjata AK-56 yang dipinjam dari JH.[]

Sumber: portalsatu.com

Banda Aceh - Tourism Malaysia menggandeng Debe Holiday Aceh meluncurkan sejumlah paket wisata menarik untuk berlibur ke Negeri Jiran tersebut saat libur panjang akhir tahun.

"Kami berterimaksih kepada masyarakat Aceh yang telah menjadikan Malaysia sebagai pilihan favorit untuk berlibur," kata Direktur Tuorism Malaysia Medan, Azhari Haron saat meluncurkan paket wisata ke Malaysia di salah satu hotel di Banda Aceh, Jumat (14/9/2018).

Paket wisata ke Malaysia saat libur panjang akhir tahun tersebut diberi tema Paket Khusus 2018 Malaysia Truly Asia.

Pada kesempatan itu, Direktur Tourism Malaysia Medan bersama Debe Holiday Tour & Travel Aceh menawarkat paket wisata "pelancong independen gratis dan termasuk tur kelompok".

Azhari mengakui, selama berlibur di Malaysia, dominan masyarakat Banda Aceh berobat atau memeriksa kesehatannya di sejumlah rumah sakit ternama di wilayah Pulau Penang.

"Kalau pelayanan di rumah sakit di Pulau Penang sangat bagus dan itu sudah terkenal, dan bahkan tim medis di sana mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Indonesia," ujarnya.

Dia mengakui, masyarakat provinsi paling ujung Barat Sumatera itu merupakan market yang sangat potensial bagi Malaysia karena seiring waktu jumlah kunjungan wisatawan dari Indonesia terus meningkat.

"Masyarakat Aceh meningkat berkunjung ke Malaysia dan itu terlihat pada rute penerbangan dari Banda Aceh-Penang dan Banda Aceh-Kuala Lumpur," sebut dia.

Direktur Debe Holiday Tour & Travel Aceh, Delfia Risa menyatakan, pihaknya menawarkan paket wisata ke Malaysia dari 3 hari 2 malam hingga 5 hari 4 malam dengan harga terjangkau bagi semua kalangan.

Selama berada di Malaysia, kata Delfia, para wisatawan bisa memilih ragam aktivitas, meliputi kontrol kesehatan di rumah standar internasional, berkunjung ke Bukit Tinggi, Batu Cave, Genting, dan berwisata hingga ke Malaka.

"Yang pasti kita menawarkan paket-paket wisata yang menarik dan para wisatawan dipastikan nyaman," tutur pelaku usaha jasa tersebut yang mengaku sudah menekuni profesi itu sejak 2012. | wartaekonomi.co.id

BIREUEN - Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI) terus berupaya dalam menanggulangi narkoba melalui pemberdayaan kader inti pemuda anti narkoba di berbagai daerah di Indonesia.

Jihad program kader anti narkoba dari kalangan anak muda ini diharapkan untuk memberikan pemahaman akan bahaya narkoba kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya anak muda-mudi di daerah yang suatu saat akan menjadi penerus kemajuan negeri ini.

Untuk saat ini pemerintah tengah menggandeng Generasi Muda Desa Nusantara (GEMA DESATARA) untuk melakukan kegiatan Pelatihan Kader Pemuda Anti Narkoba di tiga Provinsi di Indonesia, yaitu di Provinsi Aceh, Kota Bali, dan DKI Jakarta.

Menurut Ketua Umum Gema Desantara, Jaelani, kegiatan pelatihan kader pemuda anti narkoba ini pada setiap Provinsi akan dilaksanakan di lima kabupaten. Untuk saat ini saja telah dimulai di Provinsi Aceh dan sudah dua kabupaten yang menyelenggarakan, yaitu Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Bireun, tinggal sisanya di Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, dan Kabupaten Pidie Jaya.

Untuk kedua kalinya Gema Desantara dan Pemuda Aceh melaksanakan kegiatan tersebut dan tepatnya hari ini tanggal 15 September 2018 yang sedang diselanggarakan Pelatihan Kader Inti Pemuda Anti Narkoba di Kabupaten Bireun Provinsi Aceh dan diikuti oleh lebih 400 kader anti narkoba selama dua hari.

Selama dua hari ini Gema Desantara bersama pemuda Bireun akan menargetkan atau merekrut 4000 Kader Pemuda Anti Narkoba di lingkungan Kabupaten Bireun.

Kemudian, dalam pelatihan kader pemuda anti narkoba Gema Desantara ini kemudian melibatkan berbagi pihak seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Bireun, Dispora Kabupaten Bireun, BNNK, TNI, dan pemuda Bireun.

Pembukaan pelatihan ini dibuka oleh dari instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bireun yaitu Asisten Daerah 1, Mursyid dan kemudian Kabag Humas Almuslim dan Ketua Karang Taruna, Zulkifli,M. Kom menjadi salah satu narasumber dalam pelatihan tersebut yang digelar di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bireun.

Sedangkan, untuk peserta latar belakangnya dari berbagai kalangan namun diprioritaskan dari kalangan muda khususnya perwakilan dari para pemuda Bireun, mahasiswa, siswa tingkat SMA, pemuda Karang Taruna dan organisasi pemuda lainnya.(Rill)

Ilustrasi
Lhoksukon - Zaduli (34), warga Gampong Ujong Kulam, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, ditemukan sudah tidak bernyawa dengan kondisi luka gorokan di leher dalam rumahnya, Sabtu (15/9) sekira pukul 02.00 WIB, dini hari.

Kapolres Aceh Utara, AKBP Ia Rizkiyan Milyardin melalui Kapolsek Matangkuli Iptu Sudiya Karya membenarkan adanya penemuan seorang laki-laki ditemukan tewas dalam kondisi leher tergorok.

Menurut Sudiya, berdasarkan keterangan dari Jamaliah (30), yang merupakan istri korban suaminya yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual cendol itu meninggal diduga karena dibunuh oleh dua laki-laki yang menyelinap masuk kerumahnya malam itu.

"Malam itu istri korban Jamaliah, sempat melihat dua laki-laki yang berusaha kabur dengan melompat dari jendela kamar tempat suaminya tidur," kata Sudiya.

Dari pengakuan istri korba, kata Sudiyah, sekitar pukul 22.00 WIB, korban bersama istri berada di kamarnya anaknya, tak lama kemudian, korban meminta izin kepada istrinya untuk tidur di kamar mereka yang terletak ruang utama depan.

“Istri korban tiba-tiba tertidur di kamar anaknya, sementara korban sudah pindah ke kamar sendiri, istri korban terbangun ketika mendengar mendengar seperti suara motor terjatuh di samping kamarnya sekira pukul 02.30 WIB,” ungkapnya,

Kemudian istri korban dan keluar kamar anaknya, saat keluar kamar, istri korban melihat dua orang laki laki yang diduga sebagai pelaku pembunuh suaminya ketika hendak keluar melalui jendela samping rumahnya.

"Melihat gerak gerik mencurigakan, dan tanpa berfikir panjang Jamaliah langsung menuju kamarnya dan melihat suami telah bersimbah darah dengan luka sayatan dileher," ujarnya.

Selanjutnya, kata Sudiya, istri korban langsung melaporkan ikhwal pemandangan yang baru dilihatnya kepada tetangga dan warga sekitar. Tak lama kemudian sekira 03.00 WIB, personel polisi langsung turun ke lokasi untuk memintai keterangan sejumlah saksi mata dan melakukan pemasangan police line selanjutnya membawa korban ke RS Cut Mutia, dengan menggunakan ambulan.

"Personel masih memburu pelaku yang diduga telah melarikan diri, korban mengalami luka gorok dibeberapa bagian leher," jelasnya.(*)

Sumber: AJNN.Net

Oditur Militer musnahkan senjata api dan narkoba di Medan. Merdeka.com/Yan Muhardiansyah
Medan - Sebelas pucuk senjata api dan puluhan kilogram narkoba dimusnahkan di halaman Oditurat Militer (Otmil) I-02 Medan, Jalan P Diponegoro, Medan, Jumat (14/9). Seluruhnya merupakan barang bukti tindak kejahatan yang dilakukan personel TNI.

"Pemusnahan barang bukti ini merupakan bagian dari proses penegakan hukum. Hakim (militer) telah menetapkan putusan hukum. Kami sebagai eksekutor menjalankan pemusnahan ini," kata Kolonel Sus Budiharto, Kepala Otmil I-02 Medan.

Barang bukti yang dimusnahkan di antaranya 5 pucuk pistol rakitan, 6 pucuk airsoft gun, 843,363 gram sabu-sabu, 32.942 gram ganja kering, dan 35 butir pil ekstasi. Selain itu, sejumlah alat isap dan benda lainnya, termasuk tanda pengenal, juga dihancurkan.

Benda-benda itu disita dari penangkapan yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Seluruhnya telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Senjata api dimusnahkan dengan cara digerinda. Narkoba jenis sabu-sabu dan pil ekstasi disiram air panas dan diblender sebelum dibuang. Sementara ganja dan barang bukti lainnya dibakar di dalam tong.

Budiharto menjelaskan, pemusnahan barang bukti itu merupakan wujud pelaksanaan tugas serta ketaatan pada hukum dan aturan. "Proses hukum di peradilan militer terbuka, mulai dari persidangan hingga sampai kepada tingkat pemusnahan," jelasnya. | Merdeka.com

NTB - Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kejaksaan Negeri Mataram menangkap tangan seorang anggota DPRD Kota Mataram berinisial HM lantaran diduga telah menyelewengkan dana bantuan bencana gempa Lombok. 

Kabar tersebut tentunya menyakitkan bagi masyarakat Lombok yang saat ini masih hidup di tenda-tenda pengungsian karena rumah mereka hancur akibat gempa beberapa waktu lalu. 

Korupsi dana bantuan bencana ini hukumannya sangat berat, hingga hukuman mati. Hal ini sudah secara jelas tercantum di dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ancaman hukuman mati tersebut tercantum di dalam pasal 2 UU Tipikor yang bunyinya sebagai berikut,

Ayat 1
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ayat 2
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.

Kemudian dalam penjelasan pasal di UU tersebut dikatakan, klausul 'keadaan tertentu' dalam pasal 2 ayat (2) ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional,  sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.


Saat ini kasus dugaan korupsi dana bantuan gempa Lombok itu masih dalam tahap proses pemeriksaan Polda NTB. 

“Iya (berkaitan dengan bantuan gempa), saat ini sedang diproses Kajari Mataram,” ujar Kabid Humas Polda NTB Kombes Komang Putra kepada kumparan, Jumat (10/9).

Komang mengungkapkan, HM masih menjalani pemeriksaan. Saat disinggung lebih lanjut jumlah bantuan yang diselewangkan, Komang masih enggan menyebutkannya. 

“Kita tunggu Kajari yang memproses,” imbuhnya. 

Pemerintah memberikan bantuan finansial kepada korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Bantuan tersebut dikirimkan langsung oleh pemerintah ke rekening korban melalui BRI. Bantuan diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo kepada korban gempa Lombok untuk perbaikan rumah rusak berat. Jumlahnya yang telah diverifikasi, sebanyak 5.293 unit. |
kumparan

Pahlawan Nasional dari Aceh,Teuku Umar (suami Cut Nyak Dhein) duduk ditengah. (Colorized by: IndoCropCircles.com / Credits: COLLECTIE TROPENMUSEUM)
StatusAceh.Net - Ketika Teuku Umar masih bekerja sama dengan Belanda, sekitar Februari-Maret 1896, yang bertepatan dengan bulan Ramadan 1313, ia menolak berperang karena umat Islam tengah menjalankan ibadah di bulan suci.

"Gubernur Belanda kemudian mengundurkan perang sampai sehabis Hari Raya Idulfitri,” tulis Mardanus Sofwan dalam Teuku Umar (1982). Sesudahnya, Teuku Umar kembali ke barisan Aceh dan berperang melawan Belanda.

“Bulan Januari 1899 Jenderal van Heutsz datang sendiri ke tempat paling utama di pantai barat Meulaboh. Di sekitar sinilah disinyalir Teuku Umar berada,” tulis Paul van t'Veer dalam Perang Aceh: Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje (1985).

Medio Januari 1899 adalah bulan Ramadan 1316 H. Di akhir puasa, jelang lebaran, Teuku Umar di ujung tanduk. “Tanggal 10 Februari, suatu detasemen diberi perintah untuk menyergap perkemahannya. Umar telah mengetahuinya ... pada malam itu juga dia berangkat dengan para legiun menempuh jalan putar ke Meulaboh dan gilirannya menyerang kota ini.”

Sialnya, sepasukan militer Belanda yang dipimpin Letnan Verbrugh telah menyebar pasukannya di dekat pantai. “Beberapa jam kemudian," tulis van t'Veer, "tiba-tiba dia melihat dalam gelap, banyak kerumunan orang Aceh muncul. Tembakan dilepaskan.”

Pasukan Aceh itu panik. Sementara pasukan Belanda, karena kalah jumlah, memilih mundur. Di hari-hari berikutnya, diketahui bahwa yang tewas pada 11 Februari 1899, atau sekitar tanggal 30 Ramadan 1316 itu, di antaranya adalah Teuku Umar.

Tak hanya Teuku Umar yang dilumpuhkan pada bulan puasa. Salah satu istrinya, seorang pahlawan bangsa Aceh, Cut Nyak Dien, juga dilumpuhkan di tahun-tahun sesudahnya pada bulan Ramadan.

Pada tengah malam, 6 November 1905, bertemulah Panglima Laot dengan sepasukan serdadu patroli Kompeni. Mereka harus bergerak cepat melalui jalur hutan di Beutong Le Sageu (Nagan Raya) yang becek karena hujan. Jelang fajar, barulah serdadu-serdadu itu tiba ke lokasi tujuan.


Itu sebuah wilayah perkemahan yang agak lapang. Terlihat oleh serdadu-serdadu itu bahwa segerombolan orang Aceh tengah duduk melingkari api unggun. Mereka melihat senjata yang sudah kuno. Pakaian mereka compang-camping.

“Dengan tidak sengaja, senjata yang ada di tangan seorang anggota patroli meletus. Orang-orang yang sedang duduk mengelilingi api unggun itu terperanjat. Mereka langsung berdiri dan memegang kelewang yang terhunus,” tulis Madelon H. Székely-Lulofs dalam Cut Nyak Dien: Kisah Ratu Perang Aceh (2007).

Cut Nyak Dien berusaha menghindari pengepungan tak terduga itu. Ia sudah buta dan sulit bergerak cepat. Ia pun tertangkap. Dalam kondisi terkepung, ia menarik rencongnya.

“Ya Allah, Ya Tuhan! Inikah nasibku? Di dalam bulan puasa, aku diserahkan ke tangan kaphee (kafir)?” ratap Cut Nyak Dien.

Panglima Laot telah mengkhianatinya karena kasihan dengan kondisi Cut Nyak Dien yang sudah tua. Ia mendekati Cut Nyak Dien dan berusaha menenangkan. Cut Nyak Dien menanggapi Panglima Laot dengan cacian dan minta dibunuh.

Penangkapan Cut Nyak Dien pada 6 November 1905. Penangkapan itu terpaksa membuatnya menjalani sisa masa puasa dan lebaran sebagai tawanan di sekitar Kutaraja. Setelahnya, Cut Nyak Dien dibuang hingga meninggal di Sumedang pada 1908.

Ketika Cut Nyak Dien ditangkap, Perang Aceh sudah tiga dekade berlangsung, yang dimulai pada 1873. Di babak awal perang itu, seorang jenderal Belanda harus jadi tumbal. Perang ini setidaknya melewati lebih dari 30 kali bulan puasa.

H.C. Zentgraaff dalam buku legendarisnya, Aceh (1983), mencatat sekitar bulan puasa 1910, “Pihak lawan turun dari gunung-gunung pada bulan puasa. Anggota-anggota pasukan lawan mendapat cuti besar. Mereka kemudian berpencar menuju kampung halaman masing-masing guna mengunjungi sanak saudara untuk menunaikan ibadah puasa dan sesudahny merayakan Hari Raya Puasa. Para pemimpin pun ikut juga. Mereka mempunyai kewajiban dan kepentingan yang sama.”

Zentgraaff seolah berusaha menggambarkan bahwa bulan puasa adalah cuti panjang bagi laskar Aceh di masa peperangan melawan tentara Belanda. Dengan kata lain, laskar Aceh enggan bertempur kecuali dalam kondisi terpojok.

Lepas dari menahan hawa nafsu, termasuk nafsu membunuh lawan, banyak hal yang harus diurus pada bulan puasa.

“Kuburan-kuburan harus mereka ziarahi. Mereka bertamu dan menerima tamu. Ini ditentukan oleh adat. ... untuk mengurus berbagai hal yang berhubungan dengan perlawanan ... (diadakan) pertemuan-pertemuan yang hanya dihadiri oleh orang-orang yang sangat dipercayai,” tulis Zentgraaff.

Biasanya, puasa di Aceh tak lepas dari meriam dan petasan. “Di Aceh, bulan puasa diawali dan diakhiri dengan suara dentuman yang keras dari meriam,” catat Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global (2011).

Barang bukti narkoba hasil operasi tangkapan BNN RI, BNNP Sumut, BNNP Aceh dan Polda Sumut diperlihatkan di Lapangan Merdeka, Medan, Kamis (19/10/2017).
Lhoksukon - Personel TNI Angkatan Laut berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu pada Kamis (13/9/2018) sore.

Petugas berhasil mengamankan barang bukti sabu-sabu sekitar 150 kilogram.

Informasi yang diperoleh Serambinews.com, sabu-sabu dari Malaysia tersebut direncanakan akan diselundupkan ke Aceh melalui jalur laut menggunakan speed boat‎.

Lalu setelah diketahui petugas, kemudian langsung dilakukan penyergapan.

"Betul (ada tangkapan sabu-sabu), kurang lebih sekitar 150 kilogram," ujar Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Lhokseumawe Kolonel M Sjamsul Rizal kepada Serambinews.com.

Kata Danlanal, sabu-sabu tersebut sudah diamankan ke Medan, Sumatera Utara. | Tribunnews.com

StatusACeh.Net - Berikut ini daftar lengkap formasi kuota CPNS 2018 di seluruh daerah dari Aceh, Jawa Timur hingga NTT.

Pendaftaran CPNS 2018 dan situs Sscn.bkn.go.id akan dibuka pada 19 September 2018.

Sejumlah pemerintah daerah telah mengumumkan jumlah formasi kuota CPNS 2018 yang disetujui Kemenpan RB dan BKN.

Daerah yang telah mengumumkan jatah jumlah formasi kuota CPNS 2018 di wilayahnya sesuai keputusan resmi Kemenpan RB dan BKN, berikut ini:

ACEH
Melansir dari Serambinews.com (12/9/2018) lima dari 23 kabupaten/kota di Aceh memulai tahapan penerimaan CPNS 2018.

1. Aceh Singkil : 247 formasi

Rincian: tenaga kesehatan 61 formasi, guru 138 formasi, dan tenaga teknis 48 formasi.

2. Aceh Barat : 219 formasi

3. Aceh Tamiang : 224 formasi

4. Gayo Lues : 248 formasi

a. formasi tenaga guru 125 orang, guru kelas (S1 PGSD) diterima 91 orang
b. formasi tenaga kesehatan diterima 75 orang: dokter umum 3 orang, dokter gigi 8 orang, S1 keperawatan/ners 7 orang, D-3 keperawatan 31 orang, dan D-3 perawat gigi 13 orang.

5. Aceh Tenggara (Agara): 63 formasi

6. Kabupaten Bireuen : 336 formasi

Rincian: tenaga guru lulusan S1 berbagai jenjang pendidikan sebanyak 220 orang, tenaga kesehatan berjumlah 94 orang dan tenaga teknis lainnya delapan orang, jumlahnya 322 orang.

Baca Selanjutnya

Jakarta - Komite I DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Prof. Dr. Djohermansyah Djohan dan peneliti senior LIPI, Prof. Dr. Siti Zuhro, di ruang Komite I DPD RI, Rabu (12/9/2018). Rapat ini membahas tentang pengawasan Komite I DPD RI terhadap UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, UU nomor 35 tahun 2008 tentang Otonomi Khusus Papua Barat dan UU nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Rapat dipimpin oleh Pimpinan Komite I DPD RI H. Fachrul Razi, MIP dan Jacob Komigi. Dalam pengantarnya, politisi asal Aceh ini memaparkan bahwa otonomi khusus sesungguhnya memberikan kekhususan kepada daerah untuk menyelenggarakan daerah yang bersifat khusus atau kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak–hak dasar masyarakat daerah. Karena itu, lanjut Fachrul Razi, dalam otsus ini pemerintah pusat jangan setengah hati.

Fachrul Razi memaparkan terdapat berbagai persoalan yang dihadapi di Aceh namun tidak terlepas dari lemahnya Pemerintah Pusat dalam hal pengawasan, supervisi dan pendampingan. “Pusat cenderung menyalahkan daerah, namun di daerah sekali terjadi relasi kekuasaan sesama kementerian yang dianggap buruk,” tegas Fachrul Razi.

Fachrul Razi mengatakan bahwa terjadi pembiaran yang dilakukan oleh Pusat terhadap daerah dalam pelaksanaan Otsus, dimana sesama kelembagaan di pusat masih tarik menarik kepentingan sehingga daerah menjadi korban. “Sesama kelembagaan yang ada di Pusat saling tarik menarik dan lepas tangan, ini menunjukkan pusat lemah dalam menjalankan UU,” jelas Fachrul Razi.

Fachrul Razi mengusulkan perlunya daerah menyapkan blue print dan rencana jangka panjang terhadap Otsus Aceh. “Aceh tidak layak mendapatkan dana otsus 20 tahun, namun pemerintah pusat seharusnya memberikan dana otsus selama nya untuk Aceh,” jelas Fachrul Razi.

Sementara itu, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan memberikan 2 tips agar otonomi khusus tidak gagal. Pertama, faktor formulasi kebijakan otonomi khusus. Dalam faktor ini regulasi tentang otsus tidak mengakomodasi muatan lokal. Kedua, faktor implementasi kebijakan UU Otsus, antara lain penyelenggara pemerintahan daerah di wilayah otsus tidak kreatif, tidak inovatif, tidak kapabel dan tidak kompak. Selain itu, pemerintah pusat juga menjadi sorotan, yaitu kurang serius, kurang konsisten, kurang ihklas, kurang membimbing, kurang mengasistensi dan mediasi serta kurang mengawasi.

Dalam konteks otsus Papua dan Papua Barat, lanjut Djohermansyah, dana otsus Papua dan Papua Barat yang akan berakhir pada 2021 sebaiknya diperpanjang dengan mempertimbangkan dua hal. Pertama, dana otsus jangan lagi block grant seperti selama ini, sebaiknya diubah menjadi specific grant sehingga bisa mempercepat target peningkatan kesejahteran sosial di Papua dan Papua Barat. Tahun 2018 ini dana otsus Papua sebesar 5,6 triliun dan Papua Barat 2,4 triliun. Kedua, melakukan revisi terbatas UU Otsus Papua dan Papua Barat. “Di Papua dan Papua Barat aturannya terlalu banyak”, tegas Dhojermansyah.

Untuk perbaikan otonomi khusus Aceh, dengan jumlah dana otsus tahun 2018 ini sebesar RP 8 trliun, Djohermansyah memberikan masukan agar ada perbaikan tata kelola otsus Aceh. Perbaikan tersebut mencakup dari hal yang paling dasar yaitu perlu disusunnya blue print daerah otonomi khusus Aceh sampai tahun 2027; penerapan e–planning, e–budgeting dan e–qanun sehingga menjamin transparansi; keterlibatan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan; dan percepatan pembangunan diseluruh Aceh.  

Prof. Dr. Siti Zuhro dalam pemaparannya menyampaikan beberapa temuannya dalam penelitian yang sudah dilakukan 2 tahun berturut–turut bekalangan ini. Menurutnya, pengawasan pengelolaan anggaran otonomi khusus sangat bermasalah. Sejauh ini anggaran otsus hanya dieksekusi begitu saja tanpa ada background filosofis dan sosiologisnya sehingga korelasinya tidak positif, target pembangunan diwilayah otsus tidak tercapai. “Ini ada yang salah pada politik pengelolaan anggaran otsus. Nuansanya sangat politis di Papua, Papua Barat dan Aceh”, lanjut Siti.

Siti Zuhro menambahkan, dari hasil penelitiannya juga mengungkap dua hal penting dalam pelaksanaan otsus. Pertama, desentralisasi asimetri administratif. Hal ini mencakup efektifitas pelayanan publik yang masih rendah, tidak jelasnya upaya menekan angka kemiskinan, dan laporan keuangan yang belum baik. kedua, desentralisasi asimetri politik, yang menyoroti kesatuan nasional yang harus tercipta, mengikis ketidakadilan antar daerah diwilayah otsus, kejelasan mengenai otoritas menjalankan budaya, dan mencegah tendensi separatisme. Oleh karena itu, lanjut Siti Zuhro, LIPI meminta DPD RI untuk mendorong terciptanya keindonesiaan dan kedaerahan yang seimbang, cantik, indah dan elok. 

Kedepannya, tegas Siti, perlu ada penguatan kapasitas kelembagaan untuk menjamin dana otsus transparan dan akuntabel, kemudian penguatan partisipasi masyarakat sipil, kepemimpinan nasional yang kuat, simpati dan empati sehingga melahirkan program konkret di pembinaan dan pengawasan. Karena itu, pinta Siti, Kementerian Dalam Negeri perlu membentuk satuan tugas yang melibatkan unsur BPK dan BPKP. “Konkretnya elite lokal di Papua, Papua Barat dan Aceh harus hand in hand dengan Elite Politik Nasional untuk memastikan kewenangan yang jelas. Ini kan lobby politik saja”, ujar Siti.

Siti juga meminta Komite I DPD RI mendorong dan mengawal revitalisasi peran lembaga perwakilan daerah di daerah otsus. Di DIY misalnya, DPRD Provinsi itu terlibat dalam pengawasan. Di papua perlu ada peran MRP. Di aceh, DPRA sudah membentuk lembaga khusus pengawasan dana otsus. Inspektorat juga perlu direposisi agar bisa maksimal dalam pengawasan dana otsus.

Dalam sambutan penutupnya, Fachrul Razi menyatakan pentingnya hasil RDPU ini untuk mendukung agenda Komite I DPD RI selanjutnya, yaitu Rapat Kerja dengan Gubernur dan para pimpinan lembaga perwakilan daerah di wilayah otsus serta kunjungan kerja ke wilayah otsus di Papua, Papua Barat dan Aceh.

“Pada awal bulan Oktober, kita akan mengundang Wali Nanggroe, Gubernur Aceh dan DPRA ke DPD RI dalam rangka rapat kerja dan mendengarkan permasalahan yang dihadapi di Aceh agar kita bisa menyiapkan langkah strategis DPD RI dalam memperkuat Otsus di Aceh. Untuk Papua juga kita lakukan yang sama kedepan,” tutup Fachrul Razi.(Rill)

Lhokseumawe- Sat Narkoba Polres Lhokseumawe berhasil menemukan 1 hektar ladang ganja di kawasan Desa Lancok Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara." Kamis (13/09/2018)

Tersangka yang ditangkap yakni T ( 32 Tahun) dan S (49 Tahun)  warga Dewantara Keb Aceh Utara serta I (33 Tahun)  dan M (37 Tahun) warga Sawang Kab. Aceh Utara.

Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan, S.Ik melalui Kasat Narkoba Iptu Zeska Julian Wijaya menyebutkan,  keempat tersangka ditangkap Rabu (12/09/2018) sekitar pukul 20.00 Wib karna diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika  jenis ganja.

Penangkapan tersangka berawal
dari informasi masyarakat bahwa seorang warga di Dsn sukar sejahtera Desa Bangka jaya kec. Dewantara kab. Aceh utara kerap memperjual belikan diduga narkotika jenis ganja.

Setelah dilakukan penyelidikan dan kuat dugaan informasi itu benar selanjutnya Kasat Narkoba Iptu Zeska Julian Wijaya,  S.Ik, Rabu (12/09) sekitar pukul 20.00 Wib memimpin langsung penangkapan tersangka ke lokasi, tepatnya di belakang sebuah keude di lokasi tersebut berhasil ditangkap tersangka T dan setelah digeledah ditemukan barang bukti puluhan paket diduga ganja.

"Dari tersangka T ini disita barang bukti ganja sebanyak 12 Paket besar,  16 Paket sedang, 7 Paket kecil yang semuanya dibungkus dengan kertas koran dan beratnya sekitar 1.600 gram."imbuhnya

Sambungnya,  saat bersamaan tim juga mengamankan tersangka S dilokasi yang sama dan setelah dilakukan penggeledahan badan ditemukan 1 paket sedang diduga ganja dibungkus dengan koran yang dibeli dari tersangka T.

Kasus tersebut selanjutnya dikembangkan, dari informasi tersangka T, Sat Narkoba Polres Lhokseumawe berhasil ditangkap tersangka I di sebuah rumah di kawasan Dsn Darussalam Desa Blang manyak Kec. Sawang Kab. Aceh Utara. Setelah digeledah ditemukan 2 paket ganja besar dalam sebuah karung serta 3 ikat diduga ganja dibelakang rumah tersangka.

"Dari tersangka I disita diduga ganja sebanyak 2 paket besar dan 3 ikat ganja dengan berat 4000 gram dan dari tersangka S disita 1 paket sedang dengan berat 7,19 gram." jelasnya

Kemudian dari pengakuan dari tersangka I ganja tersebut dibeli dari M, selanjutnya petugas langsung bergerak melakukan penangkapan terhadap M di rumahnya di kawasan sawang. Setelah ditangka tersangka M mengaku ganja tersebut didapatkan dari ladang ganja miliknya yang ditanam di kawasan Desa Lancok Kec. Sawang, Kab. Aceh Utara.

Selanjutnya tim langsung menuju ladang ganja tersebut dan berhasil menemukan lahan ganja seluas lebih kurang 2 hektar, selain itu juga ditemukan 5 bungkus besar ganja,  2 karung berisi ganja dengan berat 7000 gram, 1 kantong plastik berisi biji ganja serta disita 1 timbangan beserta 1 gunting dan 1 cangkul.

"Luas lahan ladang ganja ini diperkirakan 2 hektar,  namun karna tanaman ganjanya terpisah-pisah diperkirakan tanaman ganjanya sekitar 1 hektar."paparnya

Ladang ganja tersebut selanjutnya dimusnahkan dengan cara dibakar,  saat ini keempat tersangka beserta barang bukti diamankan di Mapolres Lhokseumawe guna pemeriksaan lebih lanjut,"pungkas Iptu Zeska Julian Wijaya. (Rill)

Foto: Beritakini
Banda Aceh – Warga Ateuk Munjeng (ATM), Baiturrahman, Banda Aceh menggerebek pasangan yang diduga mesum, Kamis siang (13/9/2018).

Pasangan itu masing-masing FSP (34), warga Asoi Nanggroe, Meuraxa, Banda Aceh; dan DL (20), perempuan asal Tingkeum, Darul Imarah, Aceh Besar. Mereka digerebek di dalam salah satu kamar di Hotel Rumoh PMI Banda Aceh.

Geuchik ATM, Almirzan yang dikonfirmasi mengatakan, usai ditangkap warga, pasangan itu langsung diarak ke halaman meunasah desa tersebut dan dimandikan dengan air comberan.

Menurut Almirzan, pengakuan pasangan tersebut, mereka telah menjalin hubungan terlarang itu sejak setahun terakhir.

FSP yang juga manager Hotel Rumoh PMI, kata Almirzan, adalah pria beristri. Sementara DL, masih lajang.

Penggerebekan itu, kata Almirzan, berawal dari informasi yang diperoleh warga dari karyawan Hotel Rumoh PMI.

“Mereka sudah tidak nyaman lagi karena managernya itu kerap membawa DL ke kamar,” katanya. Atas laporan itu, pemuda ATM bergerak melakukan penggerebekan.

“Saat ditangkap, keduanya mengaku baru saja melakukan hubungan badan. Warga juga mendapat barang bukti alat kontrasepsi di kamar tersebut,” katanya.

Tak lama, personil Polsek Baiturrahman, Banda Aceh langsung datang ke lokasi untuk mengamankan pasangan tersebut.

“Saat ini sudah kita serahkan ke WH Kota Banda Aceh,” kata Kapolsek Baiturrahman AKP Ferdi Dakio SIK saat dikonfirmasi

SUMBER: BERITAKINI.CO.

Jakarta - Polri akan mengerahkan 451.234 polisi yang tersebar di seluruh daerah untuk mengamankan Pemilu 2019. Karo PID Divisi Humas Polri Brigjen Adnas mengungkapkan, hal itu dilakukan guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama Pemilu 2019.

“Tentu pengamanan pemilu ini akan kita lakukan dengan langkah-langkah penyiapan dan butuh tenaga, yaitu 451.234 personel. Polisi tentu tidak sendiri dibantu TNI dan unsur-unsur lainnya,” ujar Adnas di sela-sela diskusi Polri yang dihelat di Hotel Amarossa, Jakarta Selatan, Kamis (13/9). 

Oleh sebab itu, kata dia, pengamanan tersebut juga akan dibantu dengan TNI yang jumlahnya mencapai dua per tiga personel yang diterjunkan Polri. Pihaknya pun akan dibantu oleh 1.737.216 anggota Perlindungan Masyarakat (Limnas) di seluruh penjuru tanah air.

Adnas menjelaskan, tindakan pengamanan jelang Pemilu 2019 tersebut dinamakan dengan Operasi Mantap Brata. Adapun operasi tersebut akan berlaku efektif mulai Kamis, 20 September mendatang, atau tepat saat penetapan capres-cawapres maupun caleg.

“Tentu akan banyak sekali ancaman dan gangguan yang akan terjadi,” tambah dia.

Menurutnya, potensi ancaman dan operasi yang dilakukan Polri itu dilakukan berdasarkan kerja intelijen di lapangan. Ada sejumlah aspek yang dilihat dalam mengurai titik-titik mana saja yang akan menjadi pusat kericuhan.

“Tentu ini kita lakukan penelitian, pe-maping-an, baik di lokasi-lokasi kelompok, tim sukses, kemudian partai, kemudian hal-hal gang memungkinkan gangguan kambtibas kita akan lakukan langkah-langkah cegah dini,” tutupnya. | Kumparan

Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menerbitkan surat edaran baru tentang Penegakan Hukum terhadap Aparatur Sipil yang melakukan tindak pidana korupsi. Dalam surat edaran itu dikatakan bahwa ASN atau PNS wajib diberhentikan tidak hormat apabila putusan hukumnya sudah berkekuatan tetap atau inkacht.

Surat edaran dengan nomor 180/6867/SJ tersebut diterbitkan dan ditanda tangani oleh Mendagri Tjahjo Kumolo pada 10 September 2018 yang ditujukan untuk seluruh Bupati dan Wali Kota di seluruh Indonesia. Dengan demikian, surat edaran lama nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Tjahjo menuturkan bahwa penerbitan surat edaran baru ini bertujuan untuk mewujudkan pemerintah Jokowi-JK yang efektif, dan efisien. Tak hanya itu, surat edaran ini juga ditujukan untuk membangun sistem pemerintahan yang bersih.

"Ini semata-mata Pemerintahan bapak Jokowi dan Jusuf Kalla ingin membangun hubungan tata kelola pemerintah pusat dan daerah yang harus semakin efektif, efisien, mempercepat reformasi birokrasi dan dalam upaya untuk memperkuat otonomi daerah," kata Tjahjo dalam dalam Rakornas yang diadakan Kemendagri di Gran Sahid Hotel Jakarta, Kamis (13/9).

Dalam rakornas ini, turut hadir Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi (MenPan-RB) Komjen Syafruddin, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, dan Direktur Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Selain itu, juga dihadiri Sekda dan Kepala BKD Provinsi.

Berdasarkan data BKN yang diperoleh KPK, ada 14 daerah yang mencetak banyak PNS korupsi. 14 daerah tersebut antara lain Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Jakarta, Medan, Palembang, Banjarmasin, Jayapura, Denpasar, Manado, Pekanbaru, Banda Aceh, dan Manokwari.

Dari 14 daerah tersebut, total ada 2357 PNS yang terlibat korupsi dan saat ini masih aktif. Sedangkan PNS yang telah dipecat atau diberhentikan secara tidak hormat ada 317 dan 1424 telah diblokir.

BKN sendiri mengungkapkan ada 2674 PNS yang kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah terbukti melakukan korupsi. Namun, dari 2674 PNS yang terbukti korupsi, baru sekitar 317 PNS yang dipecat. Sementara sisanya, masih aktif bekerja.

Sementara itu, KPK meminta semua PNS yang terbukti korupsi atau kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) segera dipecat karena sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Sumber: Liputan6.com

Calon penumpang antri membeli tiket dengan tujuan Jakarta di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Rabu (30/11). Foto: Antara/Ampelsa
Banda Aceh - Sebanyak 3.305 orang turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman) masuk ke Aceh dengan melewati Bandar Udara (Bandara) Sultan Iskandar Muda di Aceh Besar selama Juli 2018 atau meningkat 122,71 persen dibanding bulan sebelumnya. "Wisman itu, mereka datang langsung dari luar negeri dan masuk melalui pintu kedatangan terminal internasional di bandara," terang Kepala Badan Pusat Statistik Aceh, Wahyudin di Banda Aceh, Kamis (13/9).

Ia melanjutkan, ke-3.305 wisman tersebut melonjak drastis jika dibandingkan angka kunjungan wisman ke Aceh selama bulan Juni 2018 yang tercatat cuma 1.484 orang. Sekitar 3.000 lebih wisman ini merupakan total dari jumlah penumpang rute internasional yang tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda selama Juli tahun ini sebanyak 8.541 orang.

Mereka dibawa dengan menumpangi tiga maskapai penerbangan terjadwal. Penerbangan itu melayani rute Kuala Lumpur (Malaysia) ke Banda Aceh, dan Subang (Malaysia) ke Banda Aceh, yakni AirAsia, Firefly, dan Malindo Air.

BPS Aceh mencatat, jumlah penumpang internasional yang datang di Bandara SIM di Juli tahun ini 8.283 orang, dan mengalami peningkatan 14,29 persen dibanding Juni 2018. Begitu juga penumpang yang berangkat lewat bandara ini selama Juli 2018 total 8.541 orang atau meningkat 25,62 persen dibanding bulan sebelumnya.

"Mayoritas wisman yang berkunjung ke Aceh ini ingin liburan, sambil menikmati keindahan alam. Seperti wisata bahari di Sabang, wisata tsunami di Banda Aceh dan Aceh Besar, dan lain sebagainya," tutur Wahyudin.

Otoritas Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh Besar tahun ini pernah memprediksi, tingkat isian penumpang pesawat mengalami penurunan baik rute domestik maupun internasional di awal tahun. "Jika kita lihat tren penumpang maskapai di Januari dan Februari tahun ini, mengalami penurunan," ucap Manajer Operasi Bandara Internasional SIM, Surkani.

Menurutnya, jumlah penumpang pesawat akan kembali normal seperti biasa, ketika memasuki bulan keempat atau April. "Jadi, April itu baru terjadi peningkatan lagi. Januari, Februari, Maret, itu masih turun," kata Surkani.

Sumber : Antara

Lhoksukon - Jajaran Muspika Nisam Kabupaten Aceh Utara melakukan Monitoring dan pengawasan penggunaan Dana Desa (DD) di setiap gampong yang ada di Kecamatan tersebut.

Pantauan Media ini, Kamis (13/09/2018  Monitoring dan pengawasan DD tersebut dipimpin Camat Nisam Ibnu Khattab, Kapolsek Nisam Ipda Amir Husin serta Danramil Nisam Letda T. Mustafa dan juga Pendamping lokal desa (PLD) Junaidi.

Monitoring dan pengawasan ini dilakukan untuk memastikan aparatur Desa melaksanakan kegiatan dari anggaran Pemerintah Pusat dengan baik dan benar, dan monitoring yang dilakukan Tim dari Kecamatan Nisam terutama untuk pembangunan Rumah Dhuafa.


Camat Nisam Ibnu Khattab mengatakan, Monitoring yang dilakukan oleh tim dari pemerintah kecamatan merupakan salah satu bentuk pengawasan agar penggunaan anggaran Dana Desa disetiap Gampong dapat dilaksanakan dengan benar dan baik oleh Pemerintah Gampong.

“Monitoring yang dilakukan oleh Tim hari ini di Gampong Paloh Mampree, Panton dan Meunasah Alue, dan pemantauan ini akan terus dilakukan di setiap tahap penarikan dana desa,"tuturnya.

Ibnu Khattab menegaskan, monitoring yang dilakukan bersama Tim tidak lain untuk mengetahui sejauh mana aparatur gampong melaksanakan kegiatan melalui anggaran Dana Desa. Dengan begitu, aparatur desa bisa lebih hati-hati dalam menggunakan dana desa tersebut.

“Kita ingin memastikan semua gampong melaksanakan kegiatan DD sesuai dengan peraturan bupati (perbup), yang telah ditetapkan,” tegasnya.(SA/TM)

Banda Aceh - Anggota Komisi IV DPRA Hendriyono S.Sos mendesak Plt Gubernur Aceh untuk segera menyelesaikan pembangunan jalan Trumon - Kuala Baru.

"Kita berharap keseriusan Bapak Plt. Gubernur Aceh untuk segera menuntaskan pembangunan jalan ini karena sudah hampir 10 tahun jalan ini juga tembus ke Kabupaten Aceh Singkil," ungkap Hendriyono S.Sos kepada media ini, Rabu (12/09/2018) malam.

Apalagi, lanjut Hendriyono, kehadiran jalan itu akan mempermudah akses ekonomi masyarakat di 2 (dua) kabupaten di Pantai Selatan Aceh. "Kita meminta untuk di lakukan program tahun jamak (multiyeards) untuk jalan ini," tegasnya.

Hendriyono mengatakan, jalan yang menghubungkan dua kabupaten itu semestinya sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. " Sudah terlalu lama masyarakat merindukan kehadiran jalan penghubung Trumon - Kuala Baru. Sebagai Putra dari wilayah Selatan Aceh sangat berharap jalan ini dapat digunakan masyarakat untuk mempermudah akses Aceh Singkil - Aceh Selatan," ujarnya.

Menurut Hendriyono, jalan ini belum juga tembus ke Aceh Singkil dikarenakan jembatan Kilangan belum selesai dikerjakan, hanya baru dikerjakan sebatas abutment dan beberapa pilar yang dipancang di sungai.

"Ini harus menjadi perhatian serius Plt Gubernur. Masyarakat berharap pembangunan jembatan penghubung tersebut segera dapat dituntaskan," tandasnya.

Sebagai wakil rakyat, kata Hendriyono, dirinya senantiasa berupaya semaksimal mungkin memperjuangkan harapan rakyat sebagaimana tupoksinya. "Tentunya agar hal ini sama-sama dapat kita wujudkan semua elemen hendaknya turut mendukung pembangunan jalan ini. Mari kita bersama-sama,  bahu membahu demi mewujudkan harapan rakyat," imbaunya.[Rill]

Banda Aceh -  Sejumlah pegawai  Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) diambil sumpah dan janjinya oleh Plt. Kepala BPMA , Azhari Idris di Anjong Mon Mata, Rabu (12/09/2018).  Pengambilan sumpah itu disaksikan langsung oleh Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.  Setelah disumpah, para pegawai BPMA juga menandatangani pakta integritas.

"Sumpah dan  pakta integritas ini bukan hanya ikrar yang menyatakan kesanggupan saudara mentaati aturan di lingkungan BPMA, tapi juga mempertanggungjawabkannya di hadapan  Allah SWT. Untuk itu saya minta saudara-saudari mentaati komitmen tersebut dengan baik," ujar Nova dalam sambutannya.

Nova mengatakan,  Sebagai pegawai BPMA, ada kewajiban dan larangan yang wajib diketahui sebagaimana diatur dalam tata disiplin pejabat BUMD di Provinsi Aceh.

Salah satu kewajiban tersebut sebut Nova,  adalah melaksanakan semua tugas yang diberikan dengan sepenuh hari dan tanggungjawab yang tinggi. Setiap pegawai kata Nova harus menyusun rencana Kerja yang harus dilaksanakan dengan sikap jujur serta merujuk kepada peraturan yang berlaku.

"Sikap dan tingkah laku saudara sebagai pegawai BPMA juga harus menjadi cerminan bagi masyarakat. Saudara juga dituntut meningkatkan kompetensi, memegang teguh integritas dan profesionalitas agar semua tugas yang diberikan dapat dilaksanakan dengan baik," ujar Nova

Nova juga mengingatkan, BPMA merupakan bagian dari unsur Pemerintah Aceh dan bertanggung jawab melaksanakan tugas yang  berkaitan dengan dukungan bagi pelaksanaan, pengendalian, danpengawasan kontrak usaha Migas di wilayah kewenangan Aceh.

Dengan adanya BPMA,  pengelolaan sumberdaya alam di Aceh diharap kan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi negara dan rakyat.

"Saudara-saudari yang diambil sumpah jabatannya hari ini adalah bagian dari motor penggerak BPMA ke depan.  komitmen saudara terhadap pakta integritas mutlak harus dibuktikan sebagai jaminan bahwa saudara siap menjalankan tugas dengan baik." kata Nova.

Tantangan dalam menjalankan tugas di BPMA kata Nova tidak mudah,  mengingat sistem pengelolaan Migas sangat komplek s. I tu sebabnya  pengetahuan  terkait tugas dan tanggungjawab sebagai pegawai BPMA harus senantiasa ditingkatkan.

Para pegawai BPMA yang disumpah  akan mengikuti pembekalan dan  magang  di Kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jakarta. [Rill]

Banda Aceh – Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menerima kunjungan Political Officer, Carolyn Wilson didampingi Detective Inspector, Julian Rinckes dari Kedutaan Besar Selandia Baru dalam rangka menjajaki peluang kerjasama dalam berbagai bidang dengan Pemerintah Aceh  di pendopo Wakil Gubernur Aceh, Rabu (12/09/2018).

Dalam pertemuan tersebut, Nova bersama Carolyn dan Julian membahas berbagai peluang investasi  dan kerjasama antara pemerintah Aceh dan Selandia Baru antara lain, bidang energi, pariwisata, agro industri dan pendidikan.

Di bidang energi, Nova menjelaskan, Pemerintah Aceh saat ini sedang menggarap beberapa proyek geothermal seperti Goethermal Jaboi di Sabang, Seulawah dan Gunong Geuruedong. Untuk Sabang kata Nova, Potensi panas bumi diperkirakan mencapai 80 MW . Hingga saat ini pengeboran yang telah selesai dilakukan menghasilkan 16 MW.

Sedangkan Proyek Geothermal Seulawah dan Gunong Geurudong masih dalam tahap survey potensi energi yang akan dihasilkan.

Pada kesempatan tersebut, Nova juga menyampaikan peluang investasi dalam bidang pariwisata di Sabang dan Pulau banyak.

Dua destinasi wisata ini kata Nova terus dikembangkan oleh Pemerintah dan telah banyak wisatawan baik dari dalam dan luar negeri yang datang berkunjung.

“Mungkin kita juga bisa melakukan kerjasama antara kota Banda Aceh dan Kota di Selandia Baru dengan program sister city seperti yang sudah dilakukan dengan beberapa negara,” kata Nova.

Selain bidang investasi, Nova juga mengusulkan kerjasama bidang pendidikan baik itu beasiswa, program pendidikan dan pelatihan jangka pendek bagi putra – putri Aceh.

“Kami sangat terbuka, dan memberikan peluang kepada siapapun yang akan berinvestasi di Aceh, apalagi saat ini kondisi Aceh sangat aman dan kondusif seperti yang sudah anda lihat sendiri,” ujar Nova.

Sementara itu, Carolyn Wilson sangat mengapresiasi dan akan mempetimbangkan investasi maupun kerjasama terutama dalam bidang periwisata, pendidikan dan agro industri.

Untuk itu, Ia meminta agar Pemerintah Aceh menyiapkan skema kerjasama yang dapat dilakukan antara Pemerintah Aceh dan Selandia. (Rill)

Banda Aceh - Anggota Komite III DPD RI, H Rafli mengapresiasi semangat pemerintah kabupaten Aceh Jaya dalam pemberantasan narkoba.

"Semangat pemerintah Aceh Jaya yang ditujukkan Wakil Bupati Aceh Jaya dalam memberantas narkoba sebagaimana disampaikan saat membuka pelatihan Kader Inti Pemuda Anti Narkoba di Aula Kantor Bupati Aceh Jaya, Rabu (12/9/2018) hendaknya menjadikan inspirasi dan semangat bersama bagi semua stakeholder dan elemen masyarakat di Aceh Jaya untuk bergerak bersama dalam membasmi narkoba," ungkap H Rafli kepada media, Kamis (13/09/2018).

Menurut Rafli, saat ini Aceh tengah darurat narkoba, sehingga ketegasan pemimpin untuk memerangi narkoba ini sangat dibutuhkan demi masa depan bangsa.

Menurut Rafli, setidaknya ada 5 upaya penting yang hendaknya dilakukan oleh pemerintah Aceh maupun kabupaten/kota di Aceh, wabil khusus di Aceh Jaya.

"Pertama, mengimplementasikan rencana aksi Inpres Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba periode," paparnya.

Berikutnya, penguatan kelembagaan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial serta Pemerintah Daerah terkait IPWL serta percepatan pemanfaatan anggaran wajib lapor di puskesmas dan rumah sakit.

Ketiga, kata Rafli, perlunya data sebaran berdasarkan wilayah, status pekerjaan, pendidikan bagi korban meninggal akibat NAPZA atau narkoba.

Keempat yakni, melakukan intensifikasi pengawasan dan pemantauan tempat hiburan dari korban penyalahgunaan dan peredaran NAPZA dan

Kelima, tambah Rafli, mencegah kekambuhan (relaps) pengguna dengan pemberdayaan petugas sosial sebagai fasilitator, motivator dan konselor.

"Mari kita berupaya maksimal dan berdo'a agar generasi muda Aceh semakin dijauhkan dari narkoba," pungkasnya.(Rill)

Jakarta – Sejumlah organisasi pers dan jurnalis warga yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Pers Indonesia melaksanakan acara Forum Diskusi Media bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), Rabu, 12 September 2018, bertempat di Lobby Gedung B, Kantor DPD-RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. Tema yang diangkat pada forum diskusi kali ini adalah Kebijakan Dewan Pers versus Kemerdekaan Pers, dengan sebuah pertanyaan kunci: Masih relevankah eksistensi Dewan Pers di tengah maraknya kriminalisasi wartawan Indonesia saat ini?

Acara yang dihadiri sekitar 100 orang pekerja media ini menghadirkan 5 pembicara, yakni Pimpinan Komite 1 DPD RI, Fachrul Razi, MIP; pakar dan praktisi hukum, Dolfie Rompas, S.Sos, SH, MH; Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA; Ketua Umum SPRI, Heinjte Mandagie; dan Ketua Presidium FPII, Kasihhati.  Diskusi yang dimulai pukul 14.00 wib dan berlangsung sekitar 4 jam dipandu oleh Edi Anwar, seorang wartawan senior yang tergabung dalam organisasi SPRI.

Bahasan diskusi hari ini dipandang sangat penting dan mendesak untuk ditelaah secara serius dan mendalam dalam rangka mencari altenatif solusi terhadap masalah pelik yang mendera kehidupan jurnalisme dalam negeri beberapa tahun terakhir. Kematian wartawan Muhammad Yusuf di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada 10 Juni 2018 lalu menjadi titik krusial yang menjadi momok menakutkan bagi kalangan pers di tanah air. Bagaimana tidak, rekomendasi Dewan Pers yang mempersilahkan polisi memproses hukum almarhum Muhammad Yusuf menggunakan pasal pidana umum sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU ITE menjadi bukti bahwa perlindungan para penghasil karya jurnalistik di Indonesia sebagaimana diamanatkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tidak berjalan sama sekali.

Puluhan bahkan ratusan kasus kriminalisasi wartawan sedang berproses di tangan para aparat hukum di hampir seluruh pelosok negeri. Umumnya, kasus kriminalisasi tersebut dipicu oleh ketidak-nyamanan para pihak tertentu yang merasa kepentingan (umumnya terkait bisnis dan kekuasaan) terganggu oleh penerbitan berita di berbagai media massa. Kasus yang paling menonjol adalah publikasi berita tentang korupsi pejabat disusul tentang penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para pejabat pemerintahan.

Dewan Pers yang dibentuk berdasarkan pasal 15 UU Nomor 40 tahun 1999 semula diharapkan menjadi mediator yang menjembantani komunikasi dan koordinasi antar kalangan media dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, pada realitasnya justru tampil sebagai sosok penentu kebenaran dan bahkan berfungsi bak aparat kepolisian yang dapat menentukan sanksi hukum bagi pekerja pers. Kondisi ini yang akhirnya memunculkan fenomena unik nan memilukan di kalangan jurnalis yang dilukiskan dalam sebuah pernyataan: “Hanya di Indonesia, hasil karya berpikir dianggap kriminal”.

Pesatnya perkembangan media massa berbasis teknologi informasi dalam format media online menjadi pembuka ruang yang lebih luas bagi maraknya kasus kriminalisasi wartawan. Berbagai kemudahan yang disajikan oleh teknologi publikasi media online di satu sisi telah membuka peluang bagi semua lapisan masyarakat untuk melakukan kerja-kerja jurnalisme, baik secara professional maupun sebagai hobi dan penunjang aktivitas utamanya. Namun, di sisi lain kondisi ini telah membuat suasana permedia-massaan dalam negeri seakan hilang kendali, melaju secara serampangan, dan bahkan dikesankan liar. Hal ini terutama disebabkan oleh ketidak-siapan masyarakat yang mencoba masuk menggeluti dunia jurnalisme dengan modal kemampuan SDM-nya yang kurang memadai.

Sebenarnya, jika saja para pemangku kepentingan, terutama pihak pemerintah, dari pusat hingga di daerah-daerah memahami persoalan publikasi dan media massa dengan benar, kesemrawutan itu tidak perlu terjadi, atau minimal tidak harus dirisaukan. Justru sebaliknya, pemerintah dan pihak-pihak yang diamanahi mengelola kehidupan pers Indonesia semestinya melihat potensi besar yang disediakan oleh system publikasi berbasis media online dan variannya. Bukankah teknologi informasi dengan produk utamanya internet, yang menyediakan ruang bagi media online, merupakan landasan penting bagi mewujudnya era baru bernama Industri 4.0?

Media online sewajarnya menjadi salah satu poros utama sebagai pendukung dalam menciptakan produk-produk unggulan nan kreatif dan inovatif dalam rangka mengisi era Industi 4.0 itu. Dunia media online yang segera akan menutup sejarah media cetak merupakan ruang maha luas yang dapat membuka lapangan kerja baru bagi ribuan, bahkan jutaan orang. Peningkatan SDM rakyat Indonesia di bidang jurnalisme menjadi kunci penting bagi perbaikan dan pengembangan publikasi yang mencerahkan, mencerdaskan dan menginspirasi bangsa menuju pencapaian cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pada konteks itulah sebenarnya, lembaga semacam Dewan Pers dapat memainkan peranannya, sebagai fasilitator pencapaian masyarakat yang cerdas informasi, yang tidak hanya menjadi pemadam kebakaran bagi pihak-pihak yang bertikai, namun lebih jauh menjadi akselerator bagi peningkatan kecerdasan publik, baik kalangan pers maupun masyarakat konsumen informasi media massa pada umumnya. Dewan Pers amat tidak penting untuk mengatur cara berpikir dan berkreasi seseorang. Ia bukanlah mahluk yang diharapkan menjadi hakim penentu baik-buruknya, benar-salahnya, dan/atau berguna dan tidak-bergunanya sebuah karya jurnalistik seseorang. Dewan Pers tidak diberi kewenangan untuk melakukan semua itu, karena memang amat sangat tidak diperlukan di dalam sebuah masyarakat yang menganut sistim demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.

Oleh karena itu, adalah sebuah kenaifan jika kita melihat keberadaan lembaga Dewan Pers sebagai sesuatu yang masih penting saat ini. Adalah lebih naif lagi, jika Dewan Pers yang dalam berbagai kebijakannya justru menginjak-injak hak demokrasi rakyat di negeri ini dibiarkan terus melenggang melanjutkan lelakunya yang dapat disimpulkan bertujuan untuk membunuh kemerdekaan pers. Membiarkan Dewan Pers terus ada sebagaimana adanya saat ini merupakan wujud penghianatan terhadap semangat reformasi yang dilandasi oleh keinginan mengimplementasikan kehidupan berbagsa, bermasyarakat dan bernegara yang demokratis. (Rill)

Sangihe - Aksi demo beberapa bulan lalu tentang perjuangan dana pinjaman Rp. 170 miliar dari Kementerian Keuangan RI kepada Pemda Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, berujung penetapan tersangka dan penahanan kepada dua orang peserta demo. Salah satunya sang orator demo, Robinson Saul. Berdasar surat pemberitahuan dimulainya penyidikkan nomor kepolisian B/20/Xlll/2018/Reskrim, Polres Sangihe memeriksa Robinson Saul yang dimintai keterangan tentang dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kekuasaan umum dan/atau penganiayaan, sebagaimana diatur dalam pasal 214 ayat  (2) KUHP.

Sebagai penanggung jawab demo, Robinson Saul sejak awal telah melakukan langkah-langkah persyaratan demo. Dimulai dari pemberitahuan waktu, tempat, jumlah peserta demo dan lain-lain kepada pihak Kepolisian Resort Kepulauan Sangihe, Kota Malahasa Tahuna. Hak bebas berpendapat menyuarakan aspirasi dalam undang-undang nomor 9 tahun 2008, sangatlah jelas tertuang poin-poinya, bahkan  dilindungi saat menyampaikan unek-unek sebagai sebuah demokrasi.

Aneh tapi nyata, pihak kepolisian di Polres Sangihe, menyangkakan orator demo Robinson Saul dengan dugaan yang tidak sesuai aturan hukum, yaitu pasal 214. Dan diindikasi kuat, Polres Sangihe membela sesama anggotanya yang kena musibah kakinya patah. "Polisi digaji bertugas demi negara Republik Indonesia dan dibayar oleh uang rakyat melalui pajak. Jika terjadi seperti di demo itu, sang polisi patah kakinya atau hal lain, tentunya itu resiko dari tugas negara. Lebih baik jangan jadi polisi apabilah cengeng, takut dengan resiko di lapangan saat bertugas," tegas Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia  (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA di Jakarta, Minggu (9/9/2018).

Lanjutnya, seyogyanya  polisi itu mengayomi, melindungi, membantu masyarakat, menciptakan suasana yang kondusif misalnya saat demo lebih sigap melihat kondisi di lapangan agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Berarti polisi pada waktu itu tidak cekatan membaca situasi yang bergejolak hingga ada petugas yang korban," ungkap Lalengke, putra Sulawesi jebolan Lemhanas tahun 2012 itu.

Pengacara kondang, Dolfie Rompas menilai, penyidik terlalu dini membuat status tersangka terhadap orator demo Robinson Saul. "Intinya, ada tidak perbuatan tersangka sedang melawan pejabat atau petugas polisi di lapangan di waktu demo? Ada tidak tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan oleh tersangka kepada pejabat atau petugas polisi di lapangan? Jika ada silahkan ditersangkakan, namun kalau tak ada, harus dibebaskan yang bersangkutan," terang Dolfi, putra Sangihe yang sudah lama menetap di Jakarta.

"Karena pasal 214 unsur-unsurnya ialah melawan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap pejabat, sedang menjalankan tugas yang sah. Apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka pasal tersebut tidak tepat untuk mentersangka-kan yang bersangkutan," sambung Rompas, pengacara yang membela wartawan vs dewan pers.

"Mengenai pasal 351, jika tidak ada penganiayaan dilakukan oleh tersangka terhadap seseorang maka harus dibebaskan juga saudara Robsal. Bagaimana mungkin orang yang sedang berorasi dapat dikatakan menganiaya atau disimpulkan melakukan penganiayaan? Kalau memang dia terbukti menganiaya, silahkan ditersangkakan. Penegak hukum harus menjalankan KUHAP secara transparan, adil dan benar sesuai hukum yang berlaku. Negara kita adalah negara hukum," tambah Dolfi Rompas,  asli Tamako desa Baluntas.

"Kuasa hukum Robinson Saul dapat mengajukan prapradilan bila dirasakan penetapan tersangkanya tidak tepat dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," tutup Dolfie Rompas pengacara kondang bersama Wilson Lalengke lulusan universitas Inggris dan Belanda.

Hingga berita ini diturunkan, penyidik kasus ini, Bripka Armibur Sirvan dengan nomor kontak 082259333010, tidak bisa dihubungi alias mati. Namun saat dikirimkan permintaan konfirmasi via pesan SMS, oleh oknum polisi di Polres Sangihe itu dijawab agar media meminta keterangan langsung kepada atasannya alias oknum tersebut melempar tanggung jawabnya kepada sang komandan. "Ini indikasi bahwa penahanan Robinson Saul  kemungkinan merupakan pesanan pihak tertentu," ujar Lalengke menganalisa kasus ini. (Rill)

StatusAceh.Net - Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Provinsi Aceh akan merekrut rekrutmen terbatas untuk posisi Pendamping Desa tahun 2018. Melalui surat Nomor 414.25/4769/2018 tertanggal 10 September 2018, DPMG Aceh menerbitkan pengumuman penerimaan pendamping lokal desa provinsi Aceh untuk tahun 2018.

Sehubungan dengan adanya kekosongan Pendamping Lokal Desa (PLD) pada 12 Kabupaten/Kota yaitu:
  • Kabupaten Aceh Timur
  • Kabupaten Aceh Barat
  • Kabupaten Pidie
  • Kabupaten Aceh Utara
  • Kabupaten Simeulue
  • Kabupaten Bireuen
  • Kabupaten Aceh Barat Daya
  • Kabupaten Gayo Lues
  • Kabupaten Aceh Jaya
  • Kabupaten Bener Meriah
  • Kota Sabang

Berikut kualifikasi yang diberikan untuk posisi Pendamping Lokal Desa (PLD)
 
  1. Minimal Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederejat
  2. Domisili sesuai KTP di lokasi 12 kabupaten/kota dan diutamakan pada kecamatan yang dibutuhkan
  3. Memiliki pengalaman kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa minimal 2 tahun
  4. Diutamakan memiliki Pengalaman sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) atau kader desa dengan tetap memenuhi kualifikasi alainnya
  5. Memiliki kemampuan pengorganisasian pembangunan desa
  6. Memiliki pengalaman pengembangan kapasitas, kadernisasi dan pengorganisasian masyarakat
  7. Memahami sistem pembangunan pasrtisipatif dan pemerintahan desa
  8. Mampu berkomunikasi dengan baik secaran lisan maupun tulisan
  9. Sanggup bekerjasama dengan aparat pemerintah desa
  10. Mampu mengoperasikan komputer minimal program Officer dan internet
  11. Sanggup bekerja penuh waktu sesuai dengan Standar Operasional Prosedur dan siap bertempat tinggal di lokasi kerja
  12. Batas usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun pada saat mendaftar atau tepatnya 1 september 2018
  13. Tidak boleh menjadi pengurus partai politik maupun terlibat dalam kegiatan politik yang dapat mengganggu kinerja.

Lamaran ditujukan kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Aceh melalui Satker Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) – Program Inovasi Desa (PID). Berkas lamaran dikirimkan ke Kantor Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TAPM) di 12 Kabupaten/Kota.

Surat lamaran menyertakan identitas/biodata yaitu nama, tempat/tanggal lahir, nama jabatan yang dilamar, pendidikan terakhir sesuai dengan jurusan yang telah ditentukan dan alamat tinggal secara lengkap. dan lampiran sebagai berikut:

a. Foto Copy ijazah dan transkrip nilai sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan dan dilegalisir
b. Daftar Riwayat Hidup
c. Pas photo ukuran 3×4 sebanyak 3 lembar warna (ditulis nama dan pendidikan di belakang photo)
d. Photo Copy KTP sebanyak 1 lembar
e. Surat referensi kerja atau surat pengalaman kerja
f. Sertifikat-sertifikat lainnya jika ada

Menuliskan posisi/jabatan pada sudut kanan atas amplop

Lamaran dikirimkan mulai hari ini sampai tanggal 16 September 2018

Pelamar yang memenuhi syarat yang akan diproses selanjutnya dan pemanggilan akan dilakukan melalui telpon atau papan informasi di Kantor DPMG Aceh, TAPW Aceh, DPMG Kabupaten/Kota, dan Kantor TAPM Kabupaten/Kota.

Daftar lengkap kecamatan yang dibutuhkan bisa dilihat di foto dibawah ini:

Foto setelah aksi pembantaian di Aceh atau Acehnese Genosida oleh Belanda di Kuto Reh, Aceh, pada 1904 yang diperkirakan menewaskan sekitar 4.000 orang pria, wanita, baik tua atau muda dan juga anak-anak.
StatusAceh.Net - Pelabuhan Ulee Lheue di Banda Aceh siang itu mendadak riuh. Tiga kapal Belanda berukuran besar merapat, membawa ratusan orang yang diangkut dari tanah seberang. Tak kurang dari 10 orang perwira, 13 bintara, serta ahli geologi dan tenaga medis berkebangsaan Eropa turut dalam rombongan tersebut.

Itu termasuk 473 orang mandor, puluhan kuli paksa, penunjuk jalan, serta 208 anggota Marsose alias Korps Marechaussee te Voet, satuan militer yang bernaung di bawah Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) alias Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Sebagian besar anggota Marsose berasal dari orang lokal. Mereka adalah para pemuda dari Jawa hingga Maluku untuk dijadikan sebagai prajurit kolonial, termasuk menjalankan misi penting di Tanah Rencong.

Hari itu, 8 Februari 1904, Belanda memulai operasi militer untuk mengakhiri Perang Aceh yang telah berlangsung selama tiga dekade sekaligus menangkap Cut Nyak Dien yang masih melakukan perlawanan dengan cara bergerilya.

Yohannes Benedictus van Heutsz selaku Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu sangat berambisi menguasai seluruh wilayah Aceh. Maklum, van Heutsz pernah terlibat langsung dalam Perang Aceh, bahkan sempat menjadi gubernur di wilayah tersebut, tetapi selalu gagal.

Misi Penaklukan Total
Dari Banda Aceh, rombongan pimpinan Letnan Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen bertolak ke Lhokseumawe, tujuan akhir pelayaran. Berikutnya, perjalanan dilanjutkan dengan menumpang trem menuju Bireuen yang ditempuh dalam tempo 4 jam.

Ratusan orang itu harus berjalan kaki dari Bireuen. Jalur satu-satunya untuk mencapai pedalaman Gayo memang hanya jalan darat dengan medan pegunungan yang sulit. Long march menuju Gayo dijalani dengan memakan waktu hingga 163 hari (Ibrahim Alfian, Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah, 1999: 229).

Ekspedisi ke tanah Gayo dan Alas itu bermula dari laporan hasil riset Snouck Hurgronje bertajuk "Het Gajolan en Zijn Bewoners" atau “Tanah Gayo dan Penduduknya” kepada van Heutsz. Sang Gubernur Jenderal pun merespons dengan menunjuk van Daalen sebagai pemimpin operasi militer ke Aceh.

Dipilihnya van Daalen bukan tanpa alasan. Keluarga van Daalen sudah sangat berpengalaman di Aceh. Ayah Gotfried, van Daalen Sr., pernah menjabat kapten dalam Perang Aceh periode kedua (1874-1880), tapi gagal menyelesaikan misinya. Van Daalen muda pun menerima penunjukan tugas militernya sekaligus menuntaskan tugas bapaknya.

Belakangan, Hurgronje muak atas aksi van Daalen yang dinilai "melampaui batas" dalam ekspedisi ke Aceh pada 1904 itu. Namun, tidak demikian van Heutsz, yang bahkan menyebut van Daalen sebagai sosok yang “terkadang kasar dan keras, sangat ketat dan semena-mena dalam aksinya, tapi juga dapat melindungi dan memaafkan.”

Setelah melalui berbagai rintangan, dari kondisi medan yang sulit, kian menipisnya cadangan logistik, hingga serangan-serangan mendadak yang dilancarkan oleh kaum gerilyawan Aceh, rombongan van Daalen akhirnya sampai di tanah Gayo. Misi penaklukan total pun dimulai.

Aksi Pembantaian Massal
Sesaat setelah tiba, van Daalen langsung mengirimkan surat kepada raja-raja Gayo agar mereka segera menghadap. Van Daalen menghendaki para pemimpin rakyat itu menandatangani perjanjian takluk seperti yang telah dilakukan oleh banyak pemimpin rakyat di wilayah Aceh lain (Dien Madjid, Catatan Pinggir Sejarah Aceh, 2014:280).

Respons para pemimpin Gayo ternyata di luar dugaan. Tidak ada satu pun dari mereka yang memenuhi undangan itu. Van Daalen yang murka kemudian menggerakkan pasukan untuk menyisir satu demi satu perkampungan di wilayah tersebut. Raja-raja dan pemuka masyarakat dipaksa datang. Jika tetap enggan, moncong senjata yang akan berbicara.

Rakyat Gayo bersikukuh menolak takluk dan memilih melawan. Orang-orang Gayo punya ciri khas dalam berperang atau mempertahankan diri. Semua penghuni desa tanpa kecuali berkumpul di benteng-benteng dari bambu dan semak berduri untuk menahan gempuran musuh.

Sebagian besar dari mereka memakai pakaian serba putih untuk menandakan bahwa inilah perang suci melawan kaum kaphe alias kafir. Meskipun dengan senjata seadanya ditambah munajat kepada Sang Pencipta, rakyat Gayo memilih lebih baik mati di jalan Tuhan ketimbang menjadi tawanan.

Van Daalen tidak menerapkan taktik khusus. Ia hanya memerintahkan agar seluruh musuh dibasmi tanpa ampun. Deli Courant (1940) menyebutkan, dalam suatu penaklukan di salah satu desa di Gayo, ratusan warga dibantai. Korban tewas terdiri 313 pria, 189 wanita, dan 59 anak-anak.

Tak hanya di Gayo, aksi pembantaian ini berlanjut ke wilayah Suku Alas di Aceh Tenggara. Salah satu insiden itu terjadi pada 14 Juni 1904 di Kuta Reh.

Menurut Asnawi Ali, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka, ada 2.922 orang tewas dalam tragedi itu: 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan, termasuk anak-anak dan orang tua.

Fakta yang mengejutkan telah diungkap oleh ajudan van Daalen, J.C.J. Kempees. Dalam laporan berjudul "De tocht van Overste van Daalen door de Gajo, Alas-en Bataklanden" (1904), Kempees menyebut ekspedisi militer Belanda di pedalaman Aceh itu setidaknya menelan korban nyawa hingga 4.000 orang.

Masih dalam laporannya, Kempees menyertakan foto-foto yang menjadi bukti telah terjadi pembantaian massal terhadap orang-orang dari Suku Gayo maupun Alas. Setiap kali usai penyerbuan, van Daalen memerintahkan ajudannya untuk memotret tumpukan-tumpukan mayat dengan para Marsose yang berpose di sekitarnya (Dien Madjid, 2014: 282).

Ekspedisi militer Belanda ke pedalaman Aceh yang berlanjut hingga ke tanah Karo di Sumatera Utara itu boleh dibilang menjadi babak akhir Perang Aceh. Dalam rangkaian aksi tersebut, Cut Nyak Dhien akhirnya tertangkap dan kemudian diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, hingga wafat.

Meskipun Cut Nyak Dien sebagai pimpinan terakhir telah ditangkap, tetapi para pejuang dan rakyat Aceh terus melakukan perlawanan terhadap Belanda kendati dalam skala lebih kecil. Itu berlangsung bahkan hingga Belanda menyerah kepada Jepang pada 1942.

Berbeda dari kasus Westerling dan sejumlah luka sejarah lain, hingga saat ini pihak Belanda belum meminta maaf secara resmi terkait pembantaian di pedalaman Serambi Mekkah yang berlangsung selama tiga bulan pada 1904 tersebut.

Sumber: tirto.id
loading...

Contact Form

Name

Email *

Message *

StatusAceh.Net. Theme images by i-bob. Powered by Blogger.