Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), menolak tegas usulan Pemerintah Aceh untuk mengunakan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), bagi penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut tahun 2024 mendatang.
"Secara kelembagaan kami dari MaTA menolak tegas penggunaan Dana Otsus Aceh untuk PON. Alasannya jelas, masih banyak yang harus diperuntukan bagi rakyat Aceh dari dana Otsus itu," kata Alfian, Koordinator MaTA, Sabtu 23 September 2023 di Banda Aceh.
Alfian menyebut, sangat disayangkan jika DOKA yang didapat Aceh dengan penuh darah, nyawa dan air mata korban konflik Aceh, justeru diperuntukkan untuk kegiatan PON 2024.
Apalagi dana yang diusulkan jumlah yang sangat fantastis atau mencapai Rp 1,2 triliun lebih. Sedangkan dana Otusus Aceh sudah banyak berkurang atau hanya sekitar Rp 3 triliun lagi.
Selain itu MaTA menilai, PON XXI Aceh-Sumut tidak akan memberi kontribusi besar bagi peningkatan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan bagi Aceh. Sebab, hanya beberapa event saja yang digelar di Aceh.
Sebaliknya, ini hanya perhelatan sesaat atau dua pekan saja. Selebihnya akan menjadi beban anggaran bagi Pemerintah Aceh di masa datang. Terutama biaya perawatan venue atau sarana dan prasarana olah raga.
Berbeda jika seluruh venue dibangun dengan anggaran pemerintah pusat (APBN) seperti pada sejumlah provinsi tuan rumah sebelumnya. Nah, Pemerintah Aceh hanya memikirkan dan mencari sumber dana perawatan saja nantinya.
Kondisi ini ujar Alfian, jelas akan meninggalkan beban anggaran yang tidak sedikit bagi Aceh. Selain untuk pembangunan, juga bagi perawatan usai PON dilaksanakan.
"Ketika dana Rp1,2 triliun itu digunakan, maka tidak ada yang menjamin adanya kontribusi maksimal untuk Aceh. Jadi, coba dibangun narasi bahwa PON di Aceh akan meningkat perekonomian rakyat, itu berita bohong", tegasnya.
Sebab, tidak sedikit kasus yang ditinggalkan paska pelaksanaan PON. Terutama sejumlah pejabat daerah yang terjerat korupsi.
"Gubernur harus menjawab apa kontribusi PON untuk Aceh? Jika pun ada bangunan justeru setelah PON, butuh anggaran perawatan atau ujung-ujungnya terbengkalai juga. Fakta miris ini sudah terjadi di beberapa provinsi mantan tuan rumah PON", tambah dia.
Seperti diketahui, PON merupakan agenda nasional. Maka tidak seharusnya pemerintah pusat membebankan kepada pemerintah daerah.
Itu sebabnya kata Alfian, langkah yang diambil Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki, dengan mengunakan dana Otsus tidak relevan sama sekali untuk pembangunan berkelanjutan di Aceh.
"Perlu diingat, dana Otsus Aceh tinggal Rp3,9 triliun atau 1 persen dari DAU. Bayangkan, jika diambil Rp1,2 triliun maka tinggal berapa? Sedangkan kondisi keuangan pemerintah kabupaten dan kota di Aceh saat ini banyak yang defisit. Begitu juga keuangan Pemerintah Aceh, sedang tidak baik-baik saja," jelas dia.
Artinya, jika pemerintah pusat membebankan kepada daerah, maka sama halnya memberikan dana Otsus setengah hati. Seharusnya, anggaran PON sepenuhnya ditanggung pemerintah pusat.
"Posisi pemerintah daerah hanya mempersiapkan lahan pembangunan saja. Selain itu, posisi Aceh sebagai panitia tidak mutlak. Artinya, tempat dan event strategis tidak dibangun di Aceh," ungkap Alfian.
Lebih lanjut MaTA menegaskan, penganggaran dana sebesar itu tidak lebih untuk pencitraan atau adanya dugaan deal politik antara Achmad Marzuki dengan pemerintah pusat, sehingga terjadi perpanjangan dirinya sebagai Pj Gubernur Aceh.
Tak hanya itu, MaTA juga mempertanyakan fungsi pengawasan dari DPR Aceh. Karena itu perlu diuji, apakah DPRA berani menolak atau tidak?
"Secara kelembagaan kami berharap, DPRA menolak usulan tersebut, sebagaimana mereka berani menolak perpanjangan Achmad Marzuki yang lalu," harapnya.
Sebaliknya, jika DPRA tidak menolak maka patut diduga, DPRA telah ikut cawe-cawe dalam pengunaan DOKA untuk penyelengaraan PON 2024.
"Nah kita tidak mau terulang kembali seperti pada anggaran proyek multiyear. DPR Aceh menolak tapi justeru mereka ikut cawe-cawe dan terlibat dalam pengelolaan multiyear itu," kritik Alfian.
Itu sebabnya, pemerintah pusat perlu melakukan evaluasi dan harus ada kebijakan baru. Ini berarti, jangan sampai dana PON 2024, memeras dana Otsus Aceh yang hanya tinggal satu persen.
Menurut MaTA, kebijakan pengunaan DOKA untuk PON masih bisa dibatalkan, karena memang tidak punya dasar bagi Pemerintah Aceh untuk mengunakan dana tersebut.
Apalagi, tanpa ada pembahasan bersama dengan DPR Aceh. "Tidak relevan sama sekali, Pemerintah Aceh mengunakan DOKA untuk PON XXI Aceh -Sumut 2024," kata Alfian berulang-ulang.
Sumber: Modusaceh.co