2018-12-23

Abdiya aceh Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Utara Agam Inong Aceh Agama Aksi 112 Aksi 313 Aleppo Artikel Artis Auto Babel Baksos Bambang Tri Banda Aceh Banjir Batu Akik Bencana Alam Bendera Aceh Bergek Bimtek Dana Desa Bireuen Bisnis Blue Beetle BNN BNPB Bom Kampung Melayu Budaya BUMN Carona corona Covid-19 Cuaca Cut Meutia Daerah Dana Bos dayah Deklarasi Akbar PA Deplomatik Depok Dewan Pers DPR RI DPRK Lhokseumawe Editorial Ekomomi Ekonomi Energi Feature Film Fito FORMATPAS Foto FPI Gampong Gaya Hidup Gempa Aceh Gempa Palu Gunung Sinabung Haji HAM Hathar Headlines Hiburan Hindia History Hotel Hukum Humor HUT RI i ikapas nisam Indonesia Industri Info Dana Desa Informasi Publik Inspirasi Internasional Internet Iran Irwandi-Nova Irwndi Yusuf Israel IWO Jaksa JARI Jawa Timur Jejak JKMA Kemanusiaan Kemenperin Kemenprin Kesehatan Khalwat KIP Kisah Inspiratif Korupsi Koruptor KPK Kriminal Kriminalisasi Kubu Kuliner Langsa Lapas Lapas Klas I Medan Lapas Tanjungbalai lgbt Lhiokseumawe Lhokseumawe Lingkungan Listrik Lombok Lowongan Kerja Maisir Makar Makassar Malaysia Malware WannaCry Masjid Migas Milad GAM Mitra Berita Modal Sosial Motivasi Motogp MPU Aceh Mudik Mudik Lebaran MUI Musik Muslim Uighur Nanang Haryono Narapidana Narkotika Nasional News Info Aceh Nisam Nuansa Nusantara Obligasi Olahraga Ombudsman Opini Otomotif OTT Pajak Palu Papua Parpol PAS Patani Patroli Pekalongan Pekanbaru Pelabuhan Pemekaran Aceh Malaka Pemekaran ALA Pemerintah Pemilu Pendidikan Penelitian Pengadilan Peristiwa Pers Persekusi Pertanian Piala Dunia 2018 Pidie Pidie Jaya Pilkada Pilkada Aceh Pilkades Pj Gubernur PKI PLN PNL Polisi Politik Pomda Aceh PON Aceh-Sumut XXI Poso PPWI Presiden Projo PT PIM Pungli PUSPA Ramadhan Ramuan Raskin Riau ril Rilis Rillis rls Rohingya Rohul Saladin Satwa Save Palestina Sawang Sejarah Selebgram Selebriti Senator Sinovac SMMPTN sosial Sosok Sport Status-Papua Stunting Sumatera Sunda Empire Suriah Syariat Islam T. Saladin Tekno Telekomunikasi Teror Mesir Terorisme TGB Thailand TMMD TMMD reguler ke-106 TNI Tokoh Tol Aceh Tsunami Aceh Turki Ulama Universitas Malikussaleh USA Vaksin MR Vaksinasi Vaksinasi Covid-19 vid Video vidio Viral Waqaf Habib Bugak Warung Kopi Wisata YantoTarah YARA

StatusAceh.Net - Relawan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Teman Jokowi meminta polisi agar membebaskan penyebar video dan foto Ma’ruf Amin yang berkostum sinterklas. Sebab, pelaku sudah menyesali perbuatannya.

Wakil ketua umum DPP Teman Jokowi, Samsul Ibrahim mengaku sudah menjenguk pelaku yang berinisial S (31) di Polisi Daerah Aceh. Menurutnya, S hanya ikut-ikutan dan terpancing sentimen politik.

Untuk itu, pihaknya meminta agar polisi bisa mengambil jalan damai. Karena, pihak relawan sudah memaafkan perbuatan pelaku.
Ads

“Kami sudah meminta kepada pihak polisi untuk diringankan seringannya karena saya tau ini dia (Pelaku) khilaf. Kalau memang bisa dibebaskan, ya bebaskan kalau tidak bisa seminimal mungkin,” katanya saat dihubungi wartawan, pada Jumat (28/12).

Samsul menyebutkan, selaku orang pesantren banyak penyebar hoax dari kalangan pesantren itu sendiri, karena terpancing dan ikut-ikutan menyebarkan konten hoax. Apalagi tidak melakukan filter terlebih dulu sebelum mendownload dan menyebarkan konten yang tidak benar kebenarannya.

“Kami orang pesantren menyambut baik bahwa ini salah. Ini bisa jadi pelajaran buat semua anak dayah di Aceh,” ucapnya.

Samsul juga menyentil tim Prabowo yang belum datang melakukan advokasi pada pelaku. Meskipun S bukan orang partai sekalipun. Dan pihaknya siap untuk memberikan perlindungan hukum jika diperlukan.

“Kalau memang harus kita bantu maka akan dibantu advokasi secara hukum. Kami punya tim, saya selaku anak Aceh sedih kok terjadi di daerah kita,” ujarnya. (*)

Sumber: KanalAceh

StatusAceh.Net - Wallah, Billah, Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai Syariat Islam. Akan saya pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanakan Syariat Islam. Apakah Kakak masih ragu? Kata-kata di atas diucapkan oleh Soekarno sambil terisak di bahu seseorang yang ia panggil Kakak.

Sang kakak, tidak lain adalah Daud Beureueh. Akhirnya, berbekal iba dan isak tangis, Soekarno berhasil meluluhkan hati sang Abu Jihad, demikian panggilan Daud Beureueh. Soekarno mengucapkan janjinya untuk meyakinkan Daud Beureueh, bahwa jika Aceh bersedia membantu perjuangan kemerdekaan, Syariat Islam akan diterapkan di tanah Rencong ini. Maka urung niat Daud Beureueh meminta perjanjian hitam di atas putih.

Tapi ternyata janji tinggal janji, Belum kering bibir Soekarno berjanji, Ia sendiri yang menghianati janjinya sendiri. Dan penerapan Syariat Islam di Aceh pun tinggal mimpi. Air mata yang diteteskan Soekarno ternyata hanya pelengkap sandiwara. Air mata tangisan Bung Karno berbuah malapetaka yang menjadi titik awal mula penderitaan Rakyat Pemodal Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Siapakah Daud Beureueh? Ia adalah cikal bakal semua gerakan Kemederkaan Aceh. Lahir 17 September 1899, dengan nama asli Muhammad Daud di sebuah dusun kecil bernama Beureueh di Aceh Pidie. Nama dusun itulah yang kelak yang lebih dikenal sebagai namanya. la bukan dari kalangan bangsawan Aceh yang bergelar Teuku, ia seorang rakyat biasanya saja. Gelar Tengku di depan namanya menandakan ia termasuk salah seorang yang diperhitungkan sebagai ulama di masyarakat sekitarnya. Selain Abu Jihad, orang-orang di sekitarnya biasa memangilnya dengan sebutan Abu Daud atau Abu Beureueh.

Pada zamannya, Daud Beureueh dikenal sebagai seorang ulama yang tegas dan keras pendiriannya. la tak segan-segan menjatuhkan vonis haram atau kafir bagi setiap orang yang telah melanggar aturan agama. Menurut beberapa catatan dan keterangan orang-orang yang dekat dengan Abu Daud, ia termasuk salah seorang yang buta huruf (tapi akhimya ia bisa juga baca dan tulis huruf latin). Ia hanya bisa membaca aksara Arab. Tapi jangan ditanya soal kemampuannya dalam masalah agama dan siasat perang.

Pendidikan yang ia jalani adalah pendidikan dari beberapa pesantren di daerahnya. Beberapa pesantren yang pernah menempa tokoh yang satu ini adalah Pesantren Titeue dan Pesantren Leumbeue. Kedua pesantren itu terkenal sebagai pabrik yang melahirkan pribadi-pribadi dengan militansi tinggi di Bumi Serambi Makkah.

Abu Daud terkenal sebagai orator dan seorang yang pemurah hati. Kepeduliannya pada pendidikan rakyat Aceh pun sangat tinggi. Kepedulian pada pendidikan itu pula yang membuatnya pada tahun 1930 mendirikan Madrasah Saadah Adabiyah, di Sigli.

Sembilan tahun kemudian, bersama seorang sahabatnya, Daud Beureueh mendirikan sebuah organisasi sebagai wadah para ulama Aceh. Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), begitu ia memberi nama organisasi tersebut. PUSA inilah yang kelak menjadi motor perjuangan melawan penjajah Belanda.

Selain itu, PUSA didirikan untuk mempersatukan visi para ulama Aceh terhadap syariat Islam dan memperbaiki program-program sekolah agama di Aceh. Meski pada awalnya didirikan dengan latar keagamaan, tak urung PUSA akhirnya dimusuhi Belanda. Itu semua karena gerakan PUSA berhasil mencerdaskan rakyat Aceh dan menanamkan semangat jihad yang tinggi untuk melawan penjajah. Hal ini menjadikannya sebagai tokoh PUSA yang paling diincar oleh pemerintah kolonial Belanda. Pengejaran yang dilakukan Belanda itulah yang membuat PUSA menjadi gerakan bawah tanah.

Kabar kemerdekaan yang diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta, terlambat sampai di Aceh. Kabar merdeka baru diterima pada 15 Oktober1945.

Mendengar kemerdekaan yang sudah mutlak, semangat perjuangan Abu Daud kian meledak. Aceh juga harus merdeka, pekiknya membangkitkan semangat mengusir Belanda yang berada di Aceh. Segera ia serukan lewat seluruh ulama di Aceh agar rakyat Aceh mendukung Soekarno. Namun seperti tertulis di atas, air susu dibalas air tuba.

Selain dukungan untuk Soekarno, masih banyak lagi sumbangsih rakyat Aceh yang nota bene salah satu hasil perjuangan Daud Beureueh. Sumbangsih tanda kasih pada Rl itu antara lain adalah saat ibukota Rl masih di Yogyakarta. Ketika kota itu diduduki dan Soekarna-Hatta ditawan Belanda dalam Agresi Militer II, tanpa dikomando, rakyat Aceh membangun dua pemancar radio untuk berkomunikasi dengan dunia luar yang terputus akibat aksi itu.

Begitu juga saat PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittingi dipindahkan ke Bireuen. Rakyat Aceh menanggung seluruh biaya akomodasi pemerintahan darurat. Daftar sumbangsih rakyat Aceh untuk Rl akan semakin panjang jika kita masih mau mencari.

Sebut saja cikal bakal penerbangan Indonesia. Rakyat Aceh-lah yang memulai dengan pesawat terbang Seulawah I dan II yang disumbangkan untuk Rl. Namun, tuntutan untuk hidup di bawah Syariat Islam belum juga terwujud. Bahkan rakyat Aceh cenderung menjadi anak tiri Rl, ketika Soekarno membubarkan Provinsi Aceh dan melebumya menjadi bagian dari Sumatera Utara.

Tentu saja hal itu menimbulkan kemarahan Rakyat Aceh. Daud Beureueh yang menjadi gubernur pertama Aceh, berkata lantang di atas mimbar, Apabila tuntutan Provinsi Aceh tidak dipenuhi, kita pergi kegunung untuk membangun negara dengan cara kita sendiri.

Puncaknya pada 21 September 1953, ia memimpin dan memproklamirkan bahwa Aceh bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hal itu tidak lebih dari respon atas penindasan dan kekecewaan yang telah menggunung pada pemerintah Rl, lebih-lebih pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo.

Untuk meredakan aksi tersebut, pemerintah mengirim M. Natsir ke Aceh, dengan disepakatinya tuntutan rakyat Aceh dan diberikannya otonomi untuk Aceh. Namun masa tenang itu tak berlangsung lama. Penangkapan-penangkapan yang dilakukan pada anggota DI/TII terus berlanjut karena isu-isu rapat rahasia antara Daud Beureueh dengan Kartosoewiryo. Banyak orang menyebut Daud Beureueh sebagai pemberontak. Pemberontakkah ia, jika setelah sekian lama memberikan baktinya tapi malah dera derita untuk Aceh yang diterimanya?

Sumber: sejarahri.com

Bener Meriah - Seekor gajah jantan liar ditemukan mati tanpa gading di Desa Pantan Lah, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, Kamis (27/12) malam.

"Ditemukan mati dengan kondisi gading hilang. Gading gajah itu hilang seperti dipatahkan," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo di Banda Aceh, Jumat (28/12).

Gajah yang diperkirakan berumur 40 tahun itu diduga mati sekitar 15 hari lalu karena tubuhnya yang terluka sudah membusuk saat ditemukan pada Kamis malam di area berjarak sekitar tiga kilometer dari pemukiman penduduk.

Sapto mengatakan gajah jantan anggota kawanan gajah liar di wilayah Pintu Rime Gayo itu memiliki luka lama pada pangkal leher atas.

Gajah itu, ia melanjutkan, empat bulan lalu diobati oleh Tim BKSDA Aceh dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

"Tim BKSDA sudah menuju lokasi untuk memastikan penyebab kematian gajah jantan itu. Setelah diperiksa baru bisa diketahui penyebab kematian, apakah karena dibunuh atau karena luka dideritanya," kata dia.

Sumber: ANTARA

Lhoksukon - Safruddin Hanafiah, Keuchik Gampong Meunasah Alue Kecamatan Nisam, baru tiga bulan menjabat atau terpilih mengunjungi kantor Inspektorat Aceh Utara untuk konsul penggunaan dana Gampong (Desa) tahun 2018.

"Saya baru tiga bulan menjabat, dan sebelumnya dana gmpong baru terserap 20 persen, dan 80 persen lagi dibawah tanggung jawab saya, maka saya perlu konsul dengan tim auditor di Kantor Inspetorat," terang Safruddin Hanafiah kepada StatusAceh.Net, Jumat, 28 Desember 2018.

Safruddin menyebutkan belum tau sepenuhnya tentang prosedur penggunaan dana Gampong, walau dirinya sudah membaca aturan Pemerintahan Desa, Dana Desa dan juga Peraturan Bupati Aceh Utara tentang pengelolaan Dana Gampong.

Karena hal tersebut, Safruddin memilih untuk melakukan konsultasi langsung dengan pihak inspetorat, selain itu, dia juga sering berkonsultasi dengan Muspika di Kecamatan Nisam terkait realisasi dana desa yang tepat sasaran.

"Tujuan melakukan konsultasi supaya tim dilapangan tidak salah dalam melakukan realisasi Dana Gampong, khususnya kegiatan pembangunan, dan saya juga sering meminta pihak Muspika agar memantau desa saya yang sedang mengerjakan pembangunan dari dana tersebut,"sebutnya.

Selain itu, Safruddin juga menyampaikan beberapa dokumen realisasi 40 persen yang sudah dikerjakannya, supaya mendapat arahan jika ada kekeliruan dalam manajemen gampong.

"Alhamdulillah pelayanan di Kantor Inspetorat Aceh Utara sangat baik, saya membawa dokumen pertanggung jawaban 40 persen untuk di verifikasi, dan mendapat arahan yang baik dari pihak Inspetorat,"tambahnya.   (TM)

StatusAceh.Net - Gubernur Nusa Tenggara Barat,  Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, Lc., M.A. atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) 5 Januari 2019 dikabarkan hadir di Aceh Timur.

Ketua Tim Kampanye Kabupaten Jokowi-Ma'ruf Amin Aceh Timur Badlisyah mengatakan,  Kedatangan Tokoh Politik muda ini bukan dalam kapasitas sebagai Gubernur NTB.

Menurut Badlisyah,  ada tiga agenda TGB ke Aceh Timur,  pertama memberikan kuliah umum di IAIN Cot Kala Langsa,  kedua mengadakan pertemuan dengan ulama Aceh Timur, dan ketiga menghadiri rapat konsolidasi partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin Aceh Timur.

Ditambahkan Badlisyah,  Pihaknya telah menggelar rapat bersama Tim Kampanye Kabupaten (TKK) Aceh Timur kamis, 27/12/18 di Hotel Kalifah dan sudah siap untuk menyambut kedatangan TGB di Aceh Timur. 

" Kita sudah siap menyambut TGB,  Insyaallah jadwal tidak berubah lagi,  yakni 5 Januari 2019". Kata Badlisyah usai menggelar rapat sore tadi.

Menurutnya,  dalam rapat konsolidasi dengan partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin nantinya akan dihadiri seluruh caleg partai koalisi dan relawan serta mantan tokoh Gam eks Libia. 

TGB adalah tokoh poltik muda yang lahir di Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 31 Mei 1972 dan baru berumur 46 tahun, dan telah menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat 2 periode, masa jabatan 2008—2013 dan 2013—2018.(ISDA)

Photo: TKK Jokowi-Ma'ruf Amin saat menggelar rapat untuk menyambut kedatangan TGB di Aceh Timur di Hotel Khalifah Idi Rayeuk. (SA)

Banda Aceh - Achmad Danny mantan Koordinator Relawan Irwandi-Nova Provinsi Aceh meminta kepada Calon Wakil Presiden RI, KH Ma'ruf Amin agar dapat memaafkan salah seorang santri yang ditangkap di salah satu dayah di Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara karena menyebar video Hoax tentang dirinya.

"Santri tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan saya kenal dengan keluarga tersangka, semoga bisa dimaafkan atas tindakannya," tutur Achmad Danny, Kamis, 27 Desember 2018.

Menurutnya, tindakan S (31) memang salah, apalagi menyebar video Ma'ruf Amin berkostum Sinterklas dan itu hasil editan alias Hoax.

Bahkan untuk saat ini pihak keluarganya merasa terkejut atas penangkapan anaknya oleh pihak kepolisian, dan keluarganya sendiri sudah meminta maaf atas perbuatan S tersebut.

"Keluarganya sudah meminta maaf, semoga saja KH Makruf Amin dapat memaafkannya, itu harapan kami, karena Allah SWT itu maha pemaaf, apalagi kita sebagai manusia," ungkapnya.

Untuk diketahui, beredar video Kiai Ma'ruf Amin mengenakan kostum Sinterklas saat mengucapkan selamat Natal dan tahun baru. Video Ma'ruf berbaju Sinterklas itu disebarkan melalui WhatsApp dan media sosial.

Video itu merupakan editan dari video Ma'ruf Amin saat mengucapkan selamat Natal, yang juga sempat beredar di media sosial. Namun dalam video aslinya, Ma'ruf mengenakan baju khasnya, yakni kemeja putih dipadukan jas hitam, serban putih, dan peci.

Kemudian, penyebar video Ma'ruf Amin berkostum Sinterklas ditangkap polisi di Aceh Utara, Aceh. Setelah diperiksa selama 24 jam, pria tersebut ditetapkan sebagai tersangka.

"Sudah kita periksa dan gelar perkaranya. Pria berinisial S, selanjutnya kita tetapkan sebagai tersangka dan ditingkatkan dalam tahap penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Lhokseumawe Iptu Riski Adrian kepada detikcom di mapolres setempat, Kamis (27/12). (TM)

Tersangka S (muka ditutup) (Datuk/detikcom)
Lhokseumawe - Keluarga penyebar video Ma'ruf Amin berkostum Sinterklas yang ditangkap polisi di Lhokseumawe minta maaf atas kesalahan yang diperbuat tersangka S. Paman S mengatakan perbuatan keponakannya bukan hal yang direncanakan.

"Saya selaku keluarga korban meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat oleh tersangka. Kami yakin perbuatan yang dilakukan bukan berencana," kata paman S, Bahar, saat ditemui detikcom di Mapolres Lhokseumawe, Kamis (27/12/2018).

Dia mengaku terkejut atas berita penangkapan salah satu anggota keluarganya. Saat itu, tersangka ditangkap di sebuah pesantren di Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara.

"Dia seorang pengajar di salah satu pesantren di Kecamatan Muara Batu. Selama ini dia kami ketahui tidak berbuat yang macam. Dia juga tidak terlibat dalam politik praktis," sebut Bahar.

Bahar menilai keponakannya itu selama ini berkepribadian baik. Keseharian tersangka yang berasal dari Kecamatan Nisam ini pun tidak pernah ke mana-mana. Tersangka yang belum menikah ini hanya fokus mengajar mengaji di pesantren di kawasan Muara Batu.

"Dia tamatan SMP. Di pesantren dia sudah ada sekitar 15 tahun. Kesehariannya tidak ke mana-mana. Dia orangnya biasa aja. Kami atas nama keluarga meminta maaf sebesar-besarnya. Nanti yang bersangkutan juga akan membuat pernyataan permintaan secara pribadi," tambah Bahar.

Untuk diketahui, beredar video Kiai Ma'ruf Amin mengenakan kostum Sinterklas saat mengucapkan selamat Natal dan tahun baru. Video Ma'ruf berbaju Sinterklas itu disebarkan melalui WhatsApp dan media sosial.

Video itu merupakan editan dari video Ma'ruf Amin saat mengucapkan selamat Natal, yang juga sempat beredar di media sosial. Namun dalam video aslinya, Ma'ruf mengenakan baju khasnya, yakni kemeja putih dipadukan jas hitam, serban putih, dan peci.

Kemudian, penyebar video Ma'ruf Amin berkostum Sinterklas ditangkap polisi di Aceh Utara, Aceh. Setelah diperiksa selama 24 jam, pria tersebut ditetapkan sebagai tersangka.

"Sudah kita periksa dan gelar perkaranya. Pria berinisial S, selanjutnya kita tetapkan sebagai tersangka dan ditingkatkan dalam tahap penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Lhokseumawe Iptu Riski Adrian kepada detikcom di mapolres setempat, Kamis (27/12). | Detik.com

ACEH BESAR - Ratusan mantan kombatan GAM yang tergabung dalam GAM Independen melakukan konsolidasi dalam rangka pemenangan Capres dan Cawapres RI nomor urut 01, pasangan Ir. H. Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin, Kamis (27/12/2018) sekira pukul 16.00 WIB. 

Acara yang berlangsung di Desa Lam Permai, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar, dihadiri Tgk. Sufaini Syekhy selaku Ketua GAM Independen sekaligus Pimpinan Presidium Front Gerakan Marwah Aceh. 

Hadir juga diantara ratusan mantan kombatan GAM lainnya, seperti Syarbini alias Abu Aneuk Miet alias Pisang Wak, Anwar alias Bang Pok dari Montasik Piyeng, Fauzi alias Geuchik Fauzi dari Tanoh Abee Seulimum. 

Terlihat juga Azhari alias Mata Dewa dari Kota Baro, Lukman alias Lem Lhok dari Cot Keueng, M. Nasir alias Pawang Lageun juga dari Cot Keueng,  Tarmizi alias Cut Midi dari Darussalam,  Syeh Birin dari Meure, Azhar alias Raja Ulee Kareng alias Raja Ulee dari Krueng Barona Jaya dan Cut Man Rajafah dari Darussalam. 

Dalam kesempatan itu, Tgk. Syekhy mengatakan bahwa Bangsa Aceh merupakan bangsa yang besar, bangsa yang terkenal, bangsa yang setara dengan bangsa Eropa. Bangsa Aceh ada dalam sejarah dan tanah Aceh merupakan tanah aulia. 

"Sengaja hari ini mengumpulkan tokoh mantan kombatan GAM yang merupakan peninggalan dari Tgk. Abdullah Syafi'i dan Tgk. Hasan Di Tiro untuk memperkuat dengan membangkitkan semangat dan menunjukkan diri bahwa masih ada eks GAM yang selama ini tidak diperhatikan. Maka sekarang akan melanjutkan perjuangan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi," ujarnya mengawali sambutan. 

Syekhy mengaku, selama ini selalu berkoordinasi dengan Azhar alias Raja Ulee Kareng alias Raja Ulee mantan GAM Krueng Barona Jaya untuk memikirkan nasib masyarakat Aceh. Sebab saat ini, pihak KPA seakan-akan menjalankan perintah dari para petinggi padahal hanya untuk kepentingan pribadi. Untuk itu, sesama pejuang harus memberitahukan kebenaran kepada eks GAM dan seluruh masyarakat Aceh. 

"Sekarang saatnya untuk menunjukkan diri dan memperjuangkan keadilan. Bahkan perlu meminta pertanggungjawaban terhadap hasil dari 13 tahun perdamaian di Aceh. Sebab yang terjadi sekarang hanya untuk kepentingan kelompok dan pribadi.  Bahkan yang dulu pernah membantai eks GAM dan rakyat Aceh, sekarang dipanggil dengan sebutan Abang (Saudara), serta membela mati-matian untuk memenangkannya. Ironisnya, justru meremehkan eks GAM yang lainnya dengan mengatakan eks GAM Rakitan," beber Syekhy. 

Dijelaskan Syekhy, tentang pernyataan Mualem (Muzakir Manaf) yang menuding eks GAM lainnya merupakan eks GAM Rakitan, sedangkan yang sebenarnya yaitu eks GAM yang berada di dalam Partai Aceh (PA) dan Komite Peralihan Aceh (KPA), justru hal itu tidak akan diterima. Sudah berapa tahun para mantan kombatan mendukung dan membesarkan Partai Aceh (PA), tetapi justru hanya dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu. Padahal tanpa rakyat dan relawan, partai itu tidak akan menjadi besar.

"Sekarang Prabowo sudah diagung-agungkan, bahkan yang lebih menyakitkan mengumpulkan serta memperalat seluruh Ulama Aceh dan digiring untuk mendukung Prabowo. Seharusnya para ulama diasingkan untuk kepentingannya," sindirnya. 

Untuk itu, kata Syekhy, mulai 27 Desember 2018 sebanyak 1 juta mantan kombatan GAM di Aceh akan memulai melanjutkan perjuangan secara estafet yang dimulai dari Kota Banda Aceh hingga ke kab/kota lainnya. Setelah terbentuk komitmen bersama dari 1 juta eks GAM di seluruh Aceh, maka akan bergerak secara sitematis untuk memenangkan Jokowi dan mengharamkan kemenangan Prabowo di Aceh. 

"Kedepan GAM Independen akan mengupayakan bertemu dengan Bapak Jokowi guna menyampaikan semua kebenaran dan fakta yang telah terjadi. Seharusnya KPA/PA tidak lagi disebut sebagai eks GAM, karena ideologinya untuk kepentingan pribadi bukan untuk rakyat. Tetapi kenyataan sekarang eks GAM yang tidak memiliki apapun dan tidak mendapat apapun telah dituduh bukan eks GAM. Oleh karena itu, sekarang Kota Banda Aceh akan menjadi bukti bangkitnya kembali persatuan eks GAM, yang sebelumnya tidak pernah diperhatikan," tegas Syekhy. 

"Awal Februari 2019 akan dimulai pergerakan eks GAM dengan melakukan deklarasi mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin yang lebih besar di Kota Banda Aceh," tandas Ketua GAM Independen.[Red/Rls]

StatusAceh.net - Video Cawapres Ma'ruf Amin berkostum sinterklas beredar di internet. Polisi bergerak cepat dan menangkap pria inisial S di Aceh.

"Pelakunya sudah ditangkap. Itu yang share yang membagi-bagikan. Untuk yang membuatnya sedang kami kejar," kata Kapolda Aceh Irjen Rio S Djambak kepada wartawan usai memusnahkan narkoba di Mapolda Aceh, jalan Teuku Nyak Arief, Banda Aceh, Kamis (27/12/2018).

Menurut Rio, polisi akan terus memburu pembuat video tersebut karena dianggap sudah menyebar ujaran kebencian. Ia mengultimatum kepada masyarakat agar tidak mencoba-coba membuat konten berisi ujaran kebencian.

"Kita tidak main-main dengan masalah itu, kita jangan mendeskreditkan, memberikan ujaran kebencian atau membuat orang lain menjadi tercela. Itu merupakan suatu tindak pidana. Dengan teknologi yang ada di kepolisian akan terungkap. Jadi jangan main-main dengan masalah IT," katanya.

Polisi akan memburu semua yang terlibat dalam video ujaran kebencian tersebut. Terlebih yang menjadi korban video tersebut adalah calon wakil presiden.

"Akan kita tangkap semua. Kalau mereka ini memang ada indikasinya menyebarkan hoaks kita tidak main-main. Bukan hanya tingkat Polda Aceh ini nasional. Itukan calon wakil presiden tidak boleh kita membuat hoaks atau yang bisa mendeskreditkan salah pasangan calon," ungkap Rio.

Sebelumnya, pelaku S ditangkap polisi di Aceh Utara dan kini diamankan di Mapolres Lhokseumawe. Dia dibekuk pada Rabu 26 Desember kemarin.

"Ditangani Polda Aceh. Tadi satu orang diamankan. Inisial S tapi bukan S sebagaimana yang dilaporkan di Polres Bogor," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada detikcom, Rabu (26/12/2018).

Untuk diketahui, beredar video Kiai Ma'ruf Amin mengenakan kostum sinterklas saat mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru. Video Ma'ruf berbaju sinterklas itu disebarkan melalui WhatsApp dan media sosial.

Video itu merupakan hasil editan dari video Ma'ruf Amin saat mengucapkan selamat Natal yang juga sempat beredar di media sosial. Namun dalam video aslinya, Ma'ruf mengenakan baju khasnya, yakni kemeja putih dipadukan jas hitam, serban putih dan peci.

Polisi menuturkan S diduga sebagai orang yang mengupload video tersebut. Saat ini S masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Lhokseumawe.

"Yang bersangkutan diduga yang mengupload. Saat ini yang bersangkutan masih diperiksa di Polres Lhokseumawe," ujar Dedi. | Detik.com

,
Lhokseumawe - Kunjungan kerja Kepala Ajudan Jenderal Kodam Iskandar Muda (Kaajendam IM) Kolonel Caj Muhammad Yusuf Nasution, S.Sos didampingi Istri beserta rombongan mengunjungi Satuan Ajudan Jenderal Korem  (Ajenrem) 011/Lilawangsa, di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Rabu (26/12).

Kegiatan tersebut dalam rangka tatap muka dan silaturrahmi Kaajendam IM beserta istri kepada seluruh personel TNI dan PNS beserta anggota persit Ajenrem 011/Lilawangsa, di Aula Ajenrem setempat.

Pada pertemuan tersebut, Kaajendam IM Kolonel Caj M. Yusuf Nasution, S.Sos. berpesan: Jadilah pribadi yang selalu memiliki rasa syukur dan sabar dalam setiap keadàan apapun.

“Menghadapi Pemilu dan Pilpres, seluruh anggota dan Persit wajib menjaga netralitas.

Laksanakan tugas dengan baik, Jaga kinerja masing-masing personel, jaga amanah dan kepercayaan yang diberikan, serta jaga dan sayangi keluarga masing-masing” pintanya.

Selain itu, dukung pimpinan kalian dalam melaksanakan tugas, siapapun pimpinan kalian, jadilah prajurit yang loyal kepada pimpinanmu.

“Kalau kau pintar, jadilan prajurit yang pintar dan loyal. Jika kau tak pintar, maka tetaplah menjadi prajurit yg loyal karena prajurit yang bodoh tapi loyal jauh lebih baik daripada prajurit yang pintar akan tetapi tidak loyal, inilah yang berbahaya”, Tegas Kaajendam IM.

Pada akhir pengarahan, Kaajendam IM juga berharap kepada seluruh prajurit TNI dan PNS Ajenrem 011 agar teruslah berbuat yg terbaik dimanapun bertugas dan berada, niatkan tugas dengan tulus dan ikhlas agar apa yg dilakukannya menjadi ibadah, harapnya.

Turut hadir pada kegiatan tersebut, Kaajenrem 011/LW Mayor Caj Waryono, Kasimin PNS Ajendam IM Mayor Caj Tavifuddin Lubis, Plh. Dansatsikmil Tipe B Ajendam IM Kapten Caj Kusdi Wibowo dan Kaur Jabril Ajendam IM Kapten Caj Budi Setiyono serta seluruh personel dan Persit Ajenrem 011/LW. (Laung)

Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) membuka lowongan kerja untuk lulusan diploma, baik D3 maupun D4 dan Sarjana (S1) periode tahun 2019.

Mengutip laman resmi PLN, Rabu (26/12/2018), lowongan ini ditujukan guna mengisi kekosongan, baik di PLN, maupun di anak perusahaan seperti PT PLN Enjiniring, PT Indonesia Power, PT PJB, hingga PT PLN Gas dan Geothermal.

PLN membuka pendaftaran dari 22 Desember 2018 hingga 4 Januari 2019. Ada 6 lokasi tes untuk rekrutmen ini yakni Jakarta, Pelembang, Balikpapan, Makassar, Denpasar dan Padang.

Berikut ini adalah daftar lowongan tersebut.

1. Diploma 3

Lulusan D3 Teknik Elektro, D3 Elektronika dan Instrumentasi berkesempatan untuk mengisi lowongan kerja untuk pemeliharaan transmisi dan gardu induk serta formasi pemeliharaan distribusi.

Lowongan ini mematok indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,75 untuk melamar. Kemudian, jurusan D3 Teknik Lingkungan bisa mengisi lowongan kerja untuk formasi lingkungan, K2 dan K3.

Lowongan ini dipatok indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2,75 untuk melamar. Selain lulusan teknik, PLN pun turut membuka lowongan kerja untuk lulusan D3 Manajemen/ Administrasi dengan peminatan Bisnis Pemasaran, Perusahaan, Niaga, Perkantoran.

PLN membuka lowongan untuk formasi pemasaran dan pelayanan pelanggan serta profesi administrasi sumber daya manusia dengan syarat IPK minimal 3,00.

2. Diploma 4 dan S1


Untuk lulusan D-4 dan S-1, PLN juga membuka sejumlah lowongan untuk berbagai bidang keahlian.

Bagi lulusan Teknik Elektro serta Elektronika dan Instrumentasi dengan IPK minimal 2,75. PLN membuka lowongan untuk profesi pemeliharaan transmisi dan gardu induk, serta pemeliharaan distribusi.

Selain itu, formasi pemeliharaan pembangkitan juga ditawarkan bagi lulusan dari Elektronika dan Instrumentasi serta Teknik Mesin dengan minimal IPK 2,75. Adapun untuk Teknik Lingkungan dibutuhkan untuk mengisi formasi lingkungan, K2 dan K3 dengan IPK minimal 2,75. 

Lebih lanjut, untuk lulusan Teknik Informasi, perusahaan listrik pelat merah tersebut juga membuka lowongan untuk formasi teknologi informasi dengan minimal IPK 3,00. Untuk mendaftar lowongan-lowongan tersebut, pendaftar bisa mengunjungi situs resmi PLN di https://rekrutmen.pln.co.id/.

Sumber: Kompas.com

Anggota Pemuda Rakyat, sayap pemuda Partai Komunis Indonesia (PKI), ditahan oleh milter (30/10/65). FOTO/AP
StatusAceh.Net - Suatu hari di tahun 2010, saya kembali dari bekas gedung arsip setempat bersama sekardus fotokopian dokumen. Saya tak menyangka 3.000 halaman dokumen yang saya peroleh bisa mengubah sejarah. Suatu hari di tahun 2010, saya kembali dari bekas gedung arsip setempat bersama sekardus fotokopian dokumen. Saya tak menyangka 3.000 halaman dokumen yang saya peroleh bisa mengubah sejarah.

Dari setumpuk halaman dokumen itulah saya menyusun disertasi yang diujikan di Universitas Melbourne pada 2014 dan diterbitkan oleh Routledge dengan judul The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder empat tahun kemudian. Saya merekonstruksi narasi bikinan TNI mengenai peristiwa 1965 berdasarkan catatan, rekaman, dan hasil wawancara dari 70 korban yang selamat, eksekutor, dan saksi mata dari aksi genosida yang terjadi di Aceh.

Lebih dari setengah abad, TNI mengisahkan pembantaian 1965 yang menewaskan sekitar satu juta warga sipil tak bersenjata sebagai perlawanan spontan masyarakat. Versi militer menyebut aksi-aksi pembantaian itu sebagai “Operasi Penumpasan” untuk menghabisi musuh bebuyutan TNI—Partai Komunis Indonesia—hingga ke akar-akarnya.

Tiga ribu halaman dokumen yang saya juluki “Berkas Genosida Indonesia” itu mampu meruntuhkan propaganda pemerintah Indonesia tentang pembunuhan massal 1965-66 dan membuktikan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di dalamnya. Berkas Genosida Indonesia juga menunjukkan sebuah koordinasi tingkat tinggi dan terpusat di balik rangkaian pembunuhan 1965-66 yang bisa ditelusuri rantai komandonya hingga ke Suharto di Jakarta.

Saya menempatkan operasi militer 1965-66 sebagai tindakan genosida, seturut definisi yang diatur dalam Konvensi Genosida 1948. Pada bab pertama Mechanics of Mass Murder, saya menjelaskan bagaimana rentetan peristiwa dan rekaman yang ditemukan dalam Berkas Genosida Indonesia menunjukkan keterlibatan TNI dalam operasi penumpasan yang bertujuan menghancurkan—sebagian atau keseluruhan—sebuah kelompok nasional, etnis, ras atau agama.

Di Balik Narasi Hari Kesaktian Pancasila
 
Sesuai narasi resmi negara Indonesia, 1 Oktober 1965 diperingati sebagai hari ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) meluncurkan percobaan kudeta terhadap bangsa Indonesia lewat aksi “Gerakan 30 September” (G30S). Aksi G30S sendiri rumit untuk dijelaskan karena mengandung unsur kebenaran sekaligus fabrikasi yang dimanfaatkan TNI untuk menjustifikasi operasi penumpasan yang mereka gencarkan setelah 1 Oktober.

Sebelum fajar 1 Oktober 1965 menyingsing, sekelompok perwira menengah yang menamai diri Gerakan 30 September menculik enam perwira tinggi TNI: Jenderal Ahmad Yani, Letjen S. Parman, Letjen Haryono, Letjen Suprapto, Mayjen Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo. Satu perwira lagi, Pierre Tendean, diciduk lantaran disangka Jenderal AH Nasution oleh tim eksekutor.

Penculikan ini rupanya diketahui oleh pimpinan PKI, D.N. Aidit dan seorang pihak lain yang tak dikenal. Namun, Aidit sedikit pun tidak memberi tahu rekan-rekan separtai tentang rencana ini.

Para jenderal diculik karena diduga bakal mengkudeta Presiden Sukarno. Kudeta ini disebut-sebut akan didukung Badan Intelijen Amerika (CIA) yang tak senang menyaksikan kedekatan Sukarno dan PKI. Setelah aksi penculikan dan pembunuhan dini hari Oktober itu, TNI mengumumkan PKI telah melakukan percobaan kudeta serta menciptakan pemberontakan berskala nasional. Selang beberapa hari setelahnya, TNI kembali menyebarkan kabar bahwa PKI dan para simpatisannya akan membantai umat Islam

Karena propaganda TNI inilah, kemarahan masyarakat terhadap kelompok ‘ateis’ dan komunis memuncak, lalu meledak dalam aksi-aksi kekerasan yang berujung pada banjir darah di beberapa daerah.

Pembunuhan massal 1965-66 kerap dibingkai sebagai kekerasan horizontal akibat kemarahan masyarakat terhadap kekejaman PKI. Dalam bingkai tersebut, TNI dielu-elukan sebagai pihak yang telah berhasil menyelamatkan negara dari rongrongan komunis.

Kenyataannya, narasi semacam itu telah mengaburkan fakta-fakta di lapangan. Meski benar kelompok G30S menculik dan membunuh enam perwira tinggi dan seorang letnan pada dini hari 1 Oktober, namun operasi tersebut tak punya hubungan langsung baik dengan PKI maupun kelompok-kelompok lainnya yang jadi korban keganasan operasi militer 1965-66. Fakta-fakta yang ditemukan memang kontras dengan klaim yang digembar-gemborkan TNI. Misalnya, kendati tujuh perwira militer dibunuh, tak satu pun yang dimutilasi. Tak ditemukan pula rencana PKI untuk membantai warga Muslim.

Bukti-bukti kawat diplomatik antara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan para diplomat di Jakarta justru mengungkapkan bahwa para perwira tinggi TNI sengaja menanti sebuah peristiwa yang bisa dijadikan dalih untuk mengambinghitamkan PKI dan menggulingkan Sukarno melalui kudeta militer.

Meski sebelumnya tak ditemukan bukti perencanaan genosida oleh TNI, rupanya ada perintah pembunuhan massal secara sistematis antara 1 hingga 14 Oktober. TNI sengaja menciptakan kondisi yang memungkinkan mereka mengumumkan darurat militer dan merebut kekuasaan.

Operasi Berdikari dan Justifikasi TNI
 
Menurut Berkas Genosida Indonesia, TNI secara resmi mengkoordinasikan persiapan operasi militer di Sumatera yang dimulai pada April 1965 melalui sebuah kampanye yang dikenal di internal TNI sebagai “Operasi Berdikari”. Operasi ini diaktifkan pada pagi hari 1 Oktober, ketika TNI seolah masih menimbang-nimbang respons yang tepat terhadap G30S. Agar operasi bisa dimulai, darurat militer di seluruh Sumatera harus diumumkan dan struktur komando militer baru di Aceh (dikenal sebagai Komando Pertahanan Daerah/Kohanda) juga wajib diaktifkan.

G30S tidak menyatakan niat untuk menggulingkan pemerintah hingga sore hari 1 Oktober. Namun, dalam korespondensi internal militer, sejak pagi hari 1 Oktober para petinggi TNI telah menyatakan G30S sebagai gerakan kudeta. G30S sendiri mengklaim tindakannya menculik para jenderal sebagai upaya untuk memperingatkan Sukarno akan rencana kudeta TNI.

Di sisi lain, bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa D.N. Aidit mengetahui rencana G30S, bahkan hadir di Pangkalan Udara Halim pada 1 Oktober. Namun, tak ada bukti bahwa Aidit mengkomunikasikan skenario penculikan G30S ke PKI atau elemen-elemen partai lainnya sebelum 1 Oktober. Dengan kata lain, tuduhan PKI terlibat dalam G30S—baik sebelum maupun sesudah 1 Oktober—tidak terbukti.

Pertanyaan yang semestinya diajukan bukanlah “apakah PKI terlibat dalam G30S?”, melainkan “sudah tepatkah cara TNI merespons G30s?”


Dimulai dari Aceh
 
Selama bertahun-tahun, kesulitan utama dalam membuktikan keterlibatan TNI di balik genosida 1965-66 adalah kekurangan bukti dokumen yang mampu menggugurkan sejarah 1965 versi militer.

Sebelum penemuan Berkas Genosida Indonesia pada 2010, para peneliti terus berdebat soal apakah TNI menyembunyikan bukti baru atau pernahkah TNI mengeluarkan perintah untuk melakukan pembantaian massal.

Diskursus akademik pasca-1965 tentang peristiwa G30S beserta pembunuhan massal yang menyertainya ikut menguatkan klaim-klaim TNI. Sejak dulu, ada rasa enggan di lingkaran akademik untuk menempatkan pembantaian 1965 sebagai kampanye militer yang sistematis, terstruktur, dan terpusat.

Laporan-laporan akademik awal seperti yang ditulis oleh Lucien Rey (1966), serta Ruth McVey dan Benedict Anderson (1971), terang-terangan menyoroti peran TNI dalam pembunuhan 1965-66. Posisi ini didukung para pengkaji genosida seperti Leo Kuper (1981) dan Frank Chalk dan Kurt Jonassohn (1990), yang sejak awal bermaksud memasukkan pembantaian massal 1965-66 ke dalam kategori kekerasan genosida.

Laporan-laporan perdana ini juga tak bebas dari masalah karena mengandalkan kesaksian tentara dan materi propaganda TNI yang bisa diakses khalayak. Laporan-laporan tersebut belum bisa membuktikan keterlibatan TNI dalam aksi kekerasan massal 1965-66, apalagi niat TNI untuk menghabisi komunisme. Kesulitan memperoleh bukti bahwa militer langsung mengomandoi pembunuhan memunculkan sebuah "problem pembuktian".

Lambat laun, terbangunlah asumsi bahwa bukti semacam itu memang tak pernah ada. Celah inilah yang akhirnya melahirkan narasi-narasi seputar pembunuhan massal yang cocok dengan versi TNI. Lambat laun terbangunlah asumsi bahwa bukti semacam itu memang tak pernah ada. Celah inilah yang akhirnya melahirkan narasi-narasi seputar pembunuhan massal yang cocok dengan versi TNI.

Namun, ada pula menemukan beberapa peneliti yang menolak tunduk pada narasi dominan bikinan serdadu. Peneliti seperti Robert Cribb (1991), Saskia Wieringa (1995), Geoffrey Robinson (1995), Bonnie Triyana (2002), John Roosa, Ayu Ratih, dan Hilmar Farid (2004) mengandalkan metode sejarah lisan untuk mengungkap sejumlah kasus peran militer dalam pembantaian.

Meski begitu, ada beberapa kerumitan terkait bukti yang perlu diurai. Dalam The Road to Power (1982), Ulf Sundhaussen meletakkan tanggung jawab atas monopoli kekuasaan dan kekerasan selama penumpasan komunis di pundak TNI. Namun, Sundhaussen juga menyadari betapa sulitnya membuktikan bahwa pembantaian direncanakan oleh Soeharto dan kroco-kroconya. Singkatnya, hampir mustahil menyatakan mereka mendalangi semua kejadian ini.Meski begitu, ada beberapa kerumitan terkait bukti yang perlu diurai.

Sundhaussen mencatat bahwa kekerasan massal pertama kali meledak di Aceh. Tak lama setelah rumor tentang pembantaian terhadap umat Islam di Yogyakarta sampai ke telinga masyarakat Aceh, warga setempat sigap ‘berjihad’ memerangi siapapun yang diduga komunis.

Dalam Problems in the Historiography of the Killings in Indonesia (1991), Robert Cribb menyatakan bahwa pembantaian massal di Aceh disebabkan oleh kekerasan bermotif agama. Bagi Cribb, pembantaian 1965 adalah cermin dari sejarah Aceh yang berlumur darah.

Saya menemukan analisis yang sedikit berbeda dalam disertasi Harold Crouch, The Army and Politics in Indonesia (1978). Crouch mencatat bahwa pembantaian besar-besaran di Aceh meletus pada bulan Oktober. Meskipun jumlah anggota PKI di Aceh sangat kecil, umat Islam di Aceh memandang PKI sebagai ancaman bagi agama mereka. Dalam pandangan Crouch, relasi antara tentara dan warga sipil anti-komunis selama pembantaian berpijak pada kesamaan tujuan, alih-alih rantai komando yang terpadu.

Crouch melihat peristiwa tersebut sebagai perlawanan rakyat untuk mempertahankan agama, sementara pihak militer ia gambarkan sebagai aktor yang mengakhiri perlawanan tersebut.

Yang tak kalah penting adalah benang merah penghubung studi Crouch dan Cribb. Crouch melandaskan analisisnya pada disertasi Sundhaussen (1971), sedangkan Cribb mengutip penelitian Crouch. Tiga studi ini mengacu pada narasumber yang sama: Brigadir Jenderal Ishak Djuarsa, orang yang paling bertanggung jawab atas genosida di Aceh.

Kesimpulan yang saya ambil berbeda dari Cribb dan Crouch: pembantaian massal 1965-66 dilakukan secara terorganisir dan terstruktur oleh tentara yang memprovokasi penduduk dengan sentimen agama dan etnis.

Menumpas Hingga ke Akar-akarnya
 
Sebelum penemuan Berkas Genosida Indonesia, sulit rasanya membuktikan bahwa TNI mendalangi pembantaian 1965. Selama pembantaian berlangsung, TNI memang sempat mengobarkan propaganda yang memperlihatkan dukungan terhadap aksi-aksi pemusnahan PKI. Sayangnya, materi propaganda saja tidak cukup bisa membuktikan bahwa TNI juga mengomandoi pembantaian.

Salah satu produk propaganda TNI dapat dijumpai dalam sebuah karikatur yang diterbitkan surat kabar Angkatan Bersenjata pada 8 Oktober 1965. Karikatur tersebut menggambarkan seorang pria berpeci dan mengenakan kemeja bertuliskan "Rakjat dan ABRI.” Sang pria digambarkan menghantamkan kapak pada batang pohon yang dilabeli "G.30.S" sementara pada akar pohon terdapat tulisan "PKI." Terdapat pula tulisan “Basmi [mereka] sampai ke akar-akarnya!'

Menurut Berkas Genosida Indonesia, pada tengah malam 1 Oktober 1965, Panglima Antar Daerah Sumatra Letnan Jenderal Ahmad Mokoginta memerintahkan agar "segenap anggota Angkatan Bersendjata untuk setjara tegas/tandas, menumpas contra-revolusi ini dan segala bentuk penchianatan2 dan sematjamnja sampai keakar2nja.” Para petinggi TNI juga menggambarkan operasi ini sebagai upaya untuk memusnahkan GESTOK, nama lain Gerakan 30 September.

Bagi TNI, istilah “menumpas” bukan kiasan. Setelah memerintahkan warga sipil untuk membantu militer memusnahkan G30S dan para simpatisannya pada 4 Oktober, Panglima Kodam I/Aceh tur kelilling daerah pada 7 Oktober untuk memastikan agar aparat sipil dan warga setempat menghabisi siapapun yang dianggap punya hubungan dengan PKI. TNI juga membentuk kelompok-kelompok paramiliter (death squad) yang siap melaksanakan perintah di lapangan. Kelompok-kelompok inilah yang lantas melakukan pembantaian di seantero Aceh pada 7-13 Oktober. TNI memantau jalannya operasi ini dan mencatat perkembangannya dalam peta yang saya sebut sebagai “Peta Kematian”.

Komando maut ini berlanjut dengan pembentukan “zona perang” pada 14 Oktober yang bertujuan memusnahkan PKI (sebagai sasaran utama) dan rakyat biasa yang diduga simpatisan. Sejak itulah proses pengganyangan secara sistematis dan terstruktur resmi dimulai dan dikendalikan langsung oleh militer.

DOM Aceh: Sekuel Pembantaian 1965-66
 
Siapa sangka jika operasi militer 1965 bakal menyebar ke seantero Aceh dan berulang lagi dalam rangkaian opeasi pembasmian GAM (1976-2005)?

Minat mendalami konflik separatis di Aceh mengantarkan saya pada topik yang sangat berlainan namun berhubungan erat: pembunuhan massal 1965-66. Sebagaimana yang saya tunjukkan dalam Mechanics of Murder, ada banyak kesamaan mencolok antara pembantaian 1965-66 dan Daerah Operasi Militer (DOM).

Konflik bersenjata di provinsi paling Barat Indonesia ini berawal ketika Hasan di Tiro, seorang cicit ulama terkemuka dari Pidie, memproklamasikan kemerdekaan Aceh pada 4 Desember 1976. Sejak itu, TNI memperlakukan seluruh penduduk sipil Aceh sebagai kombatan yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Hingga 2005, konflik yang berlangsung nyaris selama 30 tahun ini tercatat telah menewaskan sekitar 15.000 warga sipil.

Intensitas konflik kembali meningkat pada 2003. Empat tahun sebelumnya, gerakan pro-demokrasi di Aceh yang turut melengserkan Orde Baru bermutasi menjadi gerakan pro-referendum. Sejak itu, TNI kembali melancarkan serangan brutal kepada para aktivis dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perang berhenti sejenak karena Tsunami melanda Aceh pada 24 Desember 2004. Namun, padamnya konflik tak membuat militer berhenti mencurigai siapapun yang mereka cap pengkhianat.

Dari berkas-berkas yang ada, saya menyatakan mulai percaya diri untuk menyusun narasi kronologis yang akurat tentang aksi genosida di Aceh, yang rangkaian peristiwanya bisa dilacak dari aktivitas militer sebelum dan selama pembantaian. Saya berharap agar dokumen-dokumen yang saya peroleh dapat dikembangkan sebagai bukti pembantaian sistematis di Aceh sepanjang 1965-66, tak terkecuali operasi militer di tingkat kabupaten dan kecamatan di Banda Aceh, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Aceh Tengah. Tak sedikit pula, kumpulan dokumen yang mencatat pembersihan aparat birokrasi di seluruh provinsi pasca-pembantaian.

Saya berusaha menyajikan bukti-bukti betapa TNI dengan kesadaran penuh melakukan pembantaian massal; bagaimana angkatan bersenjata merintis koordinasi dan memobilisasi pemerintah sipil serta masyarakat luas untuk ikut serta dalam kekejaman yang luar biasa, lantas mengambinghitamkan PKI sebagai musuh bersama. Keterlibatan yang bersifat kelembagaan ini awalnya tak disangkal TNI dan aksi genosida sendiri dijalankan sebagai kebijakan resmi aparat negara. Lewat dokumen-dokumen yang ada, The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Murder berusaha memetakan koordinasi kebijakan tersebut di tingkat nasional, provinsi, kecamatan, hingga desa.

Akhirnya, saya berharap Mechanics of Mass Murder akan memantik pertanyaan-pertanyaan baru yang mendorong kita agar lebih kritis memahami sebuah peristiwa, sehingga tak menelan mentah-mentah cerita resmi dari rezim yang berkuasa.

Pembantaian 1965-66 adalah salah satu episode terburuk dalam sejarah Indonesia yang membentuk identitas kita sebagai bangsa. Meskipun telah lewat 50 tahun lebih, proses rekonsiliasi dan pengungkapan kebenaran kasus ini masih mengalami hambatan besar. Pembantaian 1965-66 adalah salah satu episode terburuk dalam sejarah Indonesia yang membentuk identitas kita sebagai bangsa. Meskipun telah lewat 50 tahun lebih, proses rekonsiliasi dan pengungkapan kebenaran kasus ini masih mengalami hambatan besar.

Tirto menayangkan serial khusus berupa nukilan atau ringkasan buku-buku akademik tentang pembantaian 1965-66 yang terbit sepanjang 2018. Serial ini terdiri dari empat artikel, ditayangkan setiap hari mulai Rabu (26/12/2018) hingga Sabtu (29/12/2018). Artikel ini adalah tulisan pertama.

"Pembunuhan Massal 1965: Bermula dari Aceh, Diulangi selama DOM" adalah ringkasan dari bab pendahuluan The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder yang diterbitkan Routledge. Dirangkum oleh Irma Garnesia dan dikoreksi oleh Jess Melvin. Bukunya dapat dibeli melalui situs web resmi Routledge.

Sumber: Tirto.id

StatusAceh.Net - Hari ini, Rabu (26/12/2018) tepat 14 tahun lalu, Indonesia pernah begitu berduka.

Pada 26 Desember 2004, bencana tsunami menerjang Aceh dan setidaknya 170 ribu nyawa melayang.

Satu di antara orang yang selamat dari bencana dahsyat tersebut adalah Martunis Sarbini.

Bocah bernama Martunis yang saat itu masih berusia 7 tahun terombang-ambing di atas air selama 21 hari.

Dalam wawancaranya di acara Inspirasi jalanan TV One pada November 2018, Martunis mengisahkan bahwa ia berusaha keras agar tetap hidup.

Martunis menggunakan batang kayu hingga kasur agar tetap mengapung.

Martunis mengisi perut dengan mengambil makanan yang hanyut, di antaranya roti hingga mi instan.

Singkat cerita, Martunis berhasil diselamatkan tiga warga Aceh yang sedang mencari jenazah keluarga mereka.

Martunis kemudian diserahkan kepada seorang jurnalis asal Inggris.

Hal yang menjadi perhatian adalah Martunis mengenakan jersey tim nasional Portugal saat pertama kali ditemukan.

Ronaldo pun menyempatkan datang menemui Martunis di Aceh dan memberi beasiswa untuk sekolah.

Martunis pun menjadi anak angkat pesepakbola ternama itu.

Dilansir TribunJabar.co.id dari Bolasport, Martunis pernah mengikuti pelatihan sepakbola di Sporting Lisbon Portugal.

Setelah pelatihan di Portugal, Martunis kembali ke Aceh.

Kegemarannya di dunia sepakbola tidak luntur hingga sekarang.

Martunis pun sempat mencoba peruntungan mendaftar menjadi polisi.

Kendati demikian, Martunis kabarnya ingin menjadi polisi agar bisa bergabung dengan Bhayangkara FC.

Hal itu dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Aceh Kombes Goenawan, sebagaimana dilansir Bolasport.com dari Coconuts.

Bila lolos jadi polisi, menurut Kombes Goenawan, Martunis berkesempatan jadi pemain Bhayangkara.

Namun, angan menjadi polisi pun kandas saat proses seleksi.

Kini Martunis sedang fokus menyembuhkan cedera lutut yang menimpanya selama dua tahun belakangan.

Melihat unggahan-unggahan di Instagramnya, Martinus gemar mengunggah potretnya yang sedang bermain bola.

Di hari peringatan 14 tahun tsunami Aceh, Martunis mengajak para warganet untuk mendoakan para korban tsunami.

"(26 Desember 2004)14 Tahun sudah berlalu.Al-Fatihah untuk para seluruh Korban Tsunami,semoga mereka tenang di alam sana dan Allah menempatkan mereka di Surganya..Amin Ya Rabbal Alamin...

#14thtsunamiaceh
#bandaaceh
#acehlonsayang
#indonesia," tulis Martunis.


Mengutip artikel Kompas berjudul 26 Desember 2004, Gempa dan Tsunami Aceh Menimbulkan Duka Indonesia.., berikut kilas balik tragedi tsunami Aceh 2004.

Hari ini 14 tahun yang lalu, tepatnya pada 26 Desember 2004, gelombang tsunami menerjang wilayah Aceh.

Bermula dari gempa beberapa kali, ombak setinggi kurang lebih 20 meter membuat beberapa kota di provinsi itu lumpuh.

Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 29 Desember 2004, kekuatan gempa yang terjadi berada di Samudra Hindia pada kedalaman sekitar 10 kilometer di dasar laut.

Wilayah sumber gempa berjarak sekitar 149 kilometer sebelah barat Meulaboh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (namanya saat itu).

Gempa yang berlangsung selama kurang lebih 10 menit ini tercatat mempunyai magnitudo sekitar 9,0.

Setelah itu gelombang tsunami mulai memberikan dampaknya pada wilayah Aceh dan sebagian di Sumatera Utara.

Tsunami ini kemudian bergerak menyebar ke arah pantai-pantai. Jarak pantai Sumatera terdekat dengan episenter gempa bumi utama diperkirakan 125 km.

Kecepatan rambat gelombang tsunami dapat mencapai 800 km per jam di samudra dalam dan bebas.

Mendekati pantai yang dangkal dan dengan kecepatannya yang besar, gelombang tsunami menjadi tinggi dan kemudian terempas ke arah daratan.

Penyebab gempa dan tsunami

Gempa yang terjadi di perairan barat Aceh, Nicobar, dan Andaman, merupakan akibat dari interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia.

Gempa-gempa besar yang mempunyai magnitudo 9,0 berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilometer-tergolong gempa dangkal-itu telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang berada di sekeliling tiga pusat gempa tersebut.

Pergeseran batuan secara tiba-tiba yang menimbulkan gempa itu disertai pelentingan batuan, yang terjadi di bawah pulau dan dasar laut. Dasar samudra yang naik di atas palung Sunda ini mengubah dan menaikkan permukaan air laut di atasnya sehingga permukaan datar air laut ke arah pantai barat Sumatera ikut terpengaruh berupa penurunan muka air laut.

Proses ini juga akan menggoyang air laut hingga menimbulkan gelombang laut yang disebut tsunami.

Ukuran gelombang ini bisa hanya beberapa puluh sentimeter hingga puluhan meter.

Tak hanya di wilayah Indonesia saja, setidaknya ada beberapa negara yang terkena dampak tsunami yang terjadi pada 14 tahun silam.

Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 8 Januari 2005, pantai-pantai yang berada Sri Lanka, India, Thailand, Malaysia, Somalia, Bangladesh, Maladewa, dan Kepulauan Cocos.

Ribuan jiwa manusia menjadi korban, banyak bangunan hancur dan rusak berat akibat keganasan tsunami itu.

Evakuasi dan tanggap bencana

Peristiwa 26 Desember 2004 menjadi gempa terdahsyat di abad ke-21. Akibatnya menhancurkan wilayah Aceh dan sekitarnya.

Gelombang itu juga mencapai kawasan di Thailand, Sri Lanka dan India.

Dilansir Deutsche Welle, setelah bencana itu beberapa negara mengerahkan bantuannya menuju Aceh. Kapal induk Amerika Serikat USS Abraham Lincoln membantu evakuasi korban dan penyaluran bahan bantuan.

Selain itu, masyarakat internasional memberikan bantuan untuk kawasan bencana tsunami senilai 2 miliar dollar AS. Selain itu, dari pihak Indonesia mulai memberikan bantuan berupa dana dan barang kebutuhan darurat seperti makanan, tenda, air minum, selimut, obat-obatan, tenaga medis dan pencarian korban.

Korban Jiwa Tsunami yang menerjang Aceh dan beberapa negara dekat Samudra Hindia banyak menimbulkan korban jiwa.

Setidaknya tercatat dari Sumatra sampai Kepulauan Andaman, Thailand, India Selatan, Sri Lanka dan sebagian Afrika, ada sekitar 230.000 orang yang tewas di 14 negara.

Kerusakan parah terjadi di wilayah Aceh dengan kurang leih sekitar 170.000 orang tewas. Semua bangunan hancur yang berada di sekitar pantai dan ratusan orang kehilangan tempat tinggalnya.

Aceh kini Setelah 14 tahun sejak tsunami melanda, Aceh dan sekitarnya sudah berbenah dengan baik. Wilayah kota dan perdesaan sekiar juga sudah tertata.

Insfratruktur juga telah pulih dengan maksimal. Psikologi warga yang selamat juga telah bangkit.

Untuk mengenang memori kolektif mereka terhadap bencana itu, maka dibangunlah Museum Tsunami. Dalam Museum Tsunami terdapat suara rekaman perempuan yang menyanyikan lagu dalam bahasa Aceh.

Selain itu dipajang juga keadaan Aceh ketika terjadinya bencana tsunami.

Selain itu, Pemerintah Aceh juga menetapkan tanggal 26 Desember sebagai hari libur daerah. Pemerintah setempat meminta warga untuk melakukan peringatan dengan aneka aktivitas religi dan refleksi tiap tahunnya.(Tribunnews)

Ilustrasi
Thailand - Pemerintah Thailand mengizinkan perdagangan mariyuana untuk keperluan medis dan penelitian. Legalisasi ganja di negeri gajah itu dirayakan sebagai "kado tahun baru" untuk rakyat Thailand.

Hingga dekade 1930-an rakyat Thailand sebenarnya masih memiliki tradisi medis menggunakan mariyuana untuk mengurangi rasa sakit atau keletihan. Setelah lama menghilang berkat Undang-undang Narkoba 1979, kini budaya lama itu diizinkan untuk bersemi kembali.

"Ini adalah kado tahun baru dari Majelis Legislatif Nasional untuk pemerintah dan rakyat Thailand," kata Somchau Sawangkarn, Ketua Komite Amandemen Undang-undang, usai meloloskan rancangan perubahan naskah UU Narkoba di detik-detik terakhir masa sidang, sesaat menjelang liburan tahun baru.

Ketika sejumlah negara di dunia mulai melegalkan mariyuana untuk keperluan medis, seperti Kolombia, Kanada dan Amerika Serikat, negara-negara di Asia Tenggara masih berkutat dengan regulasi yang mengharamkan peredaran tanaman psikotropika itu dengan ancaman hukuman mati. Indonesia, Malaysia dan Singapura termasuk di antaranya.

Diskursus nasional seputar mariyuana di Thailand berbeda dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Legalisasi mariyuana dirundung kontroversi seputar permintaan perusahaan asing untuk mendaftarkan hak paten atas produk medis berbasis mariyuana. Jika berhasil, rakyat Thailand akan semakin kesulitan mengakses obat-obatan tersebut.

"Kami meminta pemerintah menolak permohonan tersebut sebelum Undang-undang yang baru diberlakukan," kata Panthep Puapongpan, Direktur Rangsit Institute of Integrative Medicine and Anti-Aging.

Pemimpin junta militer Thailand, Prayut Chan-Ocha, dikabarkan menggunakan kekuasaannya untuk melindungi produk mariyuana lokal dari ancaman paten perusahaan asing. Sampai-sampai pemerintah menginvestasikan dana senilai US$ 3,6 juta buat membuka perkebunan mariyuana untuk tujuan penelitian.

Analis ekonomi memprediksi pasar global untuk produk mariyuana medis akan mencapai US$ 55,8 miliar pada tahun 2025, menurut riset yang dipublikasikan Grand View Research pada 2017. Peluang bisnis itu pula yang diintip oleh pemerintah Thailand ketika melegalkan mariyuana.

"Ini adalah kesempatan untuk rakat Thailand," kata Jet Sirathraanon, Anggota Komite Kesehatan Publik di parlemen, seperti dilansir Asia Times.

Sebagian lain berharap amandemen UU Narkotika 1979 akan membuka jalan bagi legalisasi mariyuana untuk rekreasi. "Ini adalah sebuah langkah kecil ke depan," kata Chokwan Copaka, aktivis Highland Network yang mengadvokasi legalisasi ganja di Thailand. | Jawapos

Banda Aceh —- Menjadikan Aceh sebagai provinsi dengan meraih suara terbesar secara nasional untuk pasangan Prabowo Subianto  dan Sandiaga S Uno, menjadi target dari Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Gerindra Aceh.

Hal ini disampaikan oleh Sektretaris Bappilu partai Gerindra Aceh, Mahfudz Loethan, dalam sambutannya pada agenda Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) dan Pembekalan Bappilu Gerindra Se- Aceh, Di Hotel Hijrah, Selasa, 25 Desember 2018.

“Target kita adalah, sebagai provinsi dengan kemenangan persentase terbesar secara nasional untuk Pilpres, memenangkan Prabowo-Sandi, serta mengantarkan Partai Gerindra menjadi partai terbesar secara nasional, menjadi target selanjutnya dari Bappilu Gerindra” Kata Mahfudz  didepan ratusan peserta kegiatan ini.

Sementara itu, Ketua Gerindra Aceh, T.A Khalid dalam arahan dan sambutanya meyebutkan, keberhasilan Prabowo - Sandi, menjadi presiden dan wakil presiden di 2019 mendatang adanya di TPS, penguatan dan kinerja saksi yang cekatan adalah hal yang utama harus menjadi fokus dari kerja Bappilu, di samping terus bergerak menyampaikan visi dan misi Prabowo-Sandi dan Gerindra ke masyarakat.

“Saksi di TPS adalah kunci keberhasilan, dengan kuatnya saksi, menjadi kekuatan penting kita memenangkan pemilu ini” Tutur TA

Calon anggota legislatif DPRI Dapil 2 ini menyebutkan, Kemenangan Prabowo- Sandi adalah kemenangan untuk mengantarkan Indonesia adil makmur.

“Perjuangan Prabowo adalah perjuangan bagi semua warga Indonesia menjadi rakyat yang sejahtera, terkecupi pangan dan tempat mereka bekerja,  serta menyelamatkan Indonesia dari paham-paham perusak negeri ini” Kata T.A Khalid.

Dalam rapat ini, hadir wakil ketua umum DPP Partai Gerindra, Mayjen (Purn) Chairawan Nursiwan, sejumlah tim dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandi, anggota DPRK, DPRA dan DPRI serta seluruh Bappilu se Aceh.(Rill)

Banda Aceh - Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto berziarah dan berdoa di kuburan massal korban gempa dan tsunami Aceh di Desa Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Rabu (26/12/2018).

Kehadiran Prabowo dalam rangka menghadiri peringatan 14 tahun gempa dan tsunami Aceh yang acaranya dipusatkan di TPI Lampulo Banda Aceh.

Turut serta bersama Prabowo Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Sandi Aceh yang juga Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem dan Ketua DPD Gerindra Aceh, TA Khalid.

Didampingi para relawan dan tim pemenangan, Prabowo memanjatkan doa yang dipimpin Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab atau akrab disapa Tu Sop.

Setelah berdoa, Prabowo menyirami air bunga ke makam. Hal yang sama juga dilakukan oleh Mualem.

Prabowo hanya beberapa saat di makam massal Siron, setelah itu menghadiri acara haul tsunami di Lampulo.

Selain Prabowo, hari ini masyarakat Aceh juga menggelar doa bersama untuk sanak familinya yang dimakamkan di kuburan masaal Siron.

Mereka beserta keluarga tampak duduk di tepian makam sambil membacakam surat Yasin.

Untuk diketahui, musibah maha dahsyat gempa dan tsunami yang menerjang Aceh pada akhir 2004 silam menyisakan duka yang amat dalam.

Ratusan ribu jiwa melayang.
Sekitar 46.718 jiwa korban gempa dan tsunami dikubur di makam massal Siron.

Sebagiannya lagi di makam massal Ulee Lheue dan di Aceh Barat, Aceh Jaya, dan sejumlah tempat lainnya. (*)

Sumber: aceh.tribunnews.com

StatusAceh.Net - Tsunami Aceh yang terjadi 14 tahun lalu, tepatnya pada 26 Desember 2004 masih dikenang oleh warga Aceh melalui sejumlah museum yang dibangun pemerintah Aceh.

Terdapat sejumlah museum yang khusus dibangun untuk mengenang kedahsyatan tsunami Aceh sekaligus menghormati para korban yang meninggal, di antaranya Museum Tsunami Aceh.

Berlokasi di Banda Aceh, Museum Tsunami Aceh menyimpan sejumlah saksi bisu dahsyatnya tsunami Aceh, seperti bangkai truk hingga helikopter yang terseret gelombang laut.

Mengutip situs kemdikbud.go.id, Museum Tsunami Aceh dibangun atas kerja sama Pemkot Banda Aceh dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Tujuan utama pembangunan museum seluas 2.500 m persegi ini tentu saja untuk mengenang peristiwa tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu yang disebut-sebut menelan korban lebih kurang 240,000.

Museum ini dibangun pada tahun 2006 di atas lahan seluas 10.000 persegi yang terletak di ibukota provinsi Aceh, yakni Banda Aceh.

Berdasarkan laman Wikipedia, Museum Tsunami Aceh dirancang oleh Ridwan Kamil sebelum ia menjadi gubernur Jawa Barat.

Baca Selanjunya >>>

Warga mencari barang dan harta tersisa yang masih dapat digunakan pascatsunami di Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018). Kecamatan Sumur merupakan salah satu kawasan yang aksesnya terputus. Foto/Eko Purwanto
StatisAceh.Net - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data korban akibat bencana tsunami Selat Sunda yang melanda pesisir Banten dan Lampung Selatan. Tercatat 429 orang meninggal dunia, dan 1.485 orang mengalami luka-luka.

"Sampai hari ini update data total 429 orang meninggal dunia, 1.485 luka-luka, 154 orang hilang, 162.082 orang mengungsi," ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam jumpa persnya di Kantor Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018).

Sutopo menjelaskan, jumlah pengungsi yang terdata jumlahnya naik secara signifikan. Hal itu terjadi lantaran ada daerah-daerah yang baru bisa dimasuki oleh BNPB dan tim gabungan.

"Jadi kami sampaikan korban mengungsi 5.000 lebih karena sekarang daerah yang belum terdata sudah terdata oleh petugas kami," jelasnya.

Lebih lanjut, Sutopo mengakibatkan, bahwa akibat tsunami tersebut juga mengakibatkan kerusakan secara fisik. Tercatat sudah 882 unit rumah mengalami kerusakan.

"Kerusakan 882 unit rumah, 73 penginapan rusak hotel dan villa, 60 warung dan toko, 24 kendaraan roda empat, 434 perahu dan kapal rusak, 1 dermaga rusak dan 1 Shellter rusak," ungkapnya.

Sutopo menegaskan, bahwa data tersebut hanyalah baru data sementara yang diterima dan dirilis BNPB perpukul 13.00 WIB, Selasa 25 Desember 2018. Jumlahnya korban diperkirakan masih bisa terus bertambah mengingat sampai saat ini BNPB dan tim gabungan masih melakukan proses evakuasi dan penanganan darurat. | Sindonews

StatusAceh.Net - Hamdani bin Rusli (43), narapidana yang dihukum mati karena memmbunuh seorang bidan di Pidie tewas dikeroyok preman di kawasan Sunggal Medan, Sumatera Utara), Senin (24/12/2018).

Hamdani juga tercatat napi LP II A Banda Aceh, yang kabur bersama 112 napi lainnya pada, Kamis (29/11/2018).

Hamdani awalnya telah divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sigli, Pidie, Senin (30/4/2018) dengan hukuman mati, karena menghabisi secara sadis istrinya, Nursiah binti Ibrahim (43) yang bertugas di Puskesmas Pembantu Cot Bada, Bireuen.

Kejadian pembunuhan itu terjadi di rumah orang tua Hamdani di Gampong Beulangong Basah, Ujong Rimba, Kecamatan Mutiara Timur.

Awalnya Hamdani menjalani hukuman di Rutan Kelas II B Benteng Sigli.

Kemudian Hamdani dipindahkan ke LP II A, Banda Aceh.

Namun, saat menjalani hukuman di LP II A, Banda Aceh, Kamis (29/11/2018), Hamdani kabur.

Pelarian Hamdani disebut-sebut sampai ke Medan, yang kemudian Hamdani ditemukan tewas.

Serambinews.com, Selasa (25/12/2018), mengetahui Hamdani tewas di Medan diduga dikeroyok setelah beredarnya informasi di kanal WhatsApp.

Kapolres Pidie, AKBP Andy Nugraha Setiawan Siregar SIK, yang dihubungi Serambinews.com, Selasa (25/12/2018) mengatakan, masalah Hamdani perlu dikonfirmasi lagi ke Medan atau ke Polda Aceh karena kejadiannya di wilayah hukum Medan.

Hamdani juga tercatat napi LP II A Banda Aceh.

"Kalau jenazah Hamdani apakah sudah sampai di Mutiara Timur, tolong ditanyakan sama Kapolsek," sebutnya.

Kapolsek Mutiara Timur, AKP Hefi Bachri, yang dihubungi Serambinews.com, Selasa (25/12/2018) mengungkapkan, bahwa jenazah Hamdani telah sampai di Mutiara Timur, Selasa (25/12/2018) sekitar pukul 03.00 WIB, dini hari, setelah dijemput keluarganya.

"Rencana, Selasa (25/12/2018) dikebumikan di Gampong Beulangong Basah," pungkasnya.(*)

Sumber: aceh.tribunnews.com

Banda Aceh - Aceh akan memperingati 14 Tahun gempa dan tsunami Aceh besok Rabu, 26 Desember 2018. Kegiatan itu dipusatkan di Masjid Tgk Mahraja Gurah, Kawasan Desa Lam Geu Ue, Kecamatan Pekan Bada, Aceh Besar.

Dalam peringatan itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh menyebut 10 ribu wisatawan akan hadir ke Aceh, baik dari dalam dan luar negeri. Mereka akan menyaksikan beberapa situs tsunami yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar.

Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Rahmadhani Sulaiman menyebutkan, pihaknya jauh-jauh hari sudah memugar beberapa situs tsunami yang diprediksi bakal ramai dikunjungi wisatawan, seperti Museum Tsunami, Kapal PLTD Apung, Situs kapal di atas rumah dan lainnya.

Dalam kegiatan itu, Ustaz Abdul Somad juga dipastikan hadir untuk memberikan tausyiah. Pihaknya berharap semua yang datang agar dapat menjaga keamanan, kenyamanan dan ketertiban bersama.

Para pengunjung yang datang pun tak hanya dari Aceh, kata Rahmadhani, tetapi juga dari luar Aceh seperti Jakarta karena mereka mengetahui bahwa Ustaz Abdul Somad akan hadir memberikan tausyiah, bahkan luar negeri seperti Malaysia, Jepang dan negara lainnya yang merupakan wisatawan mancanegara.

"Mereka datang tak hanya untuk mendengarkan tausyiah yang diberikan UAS, tetapi juga untuk melihat langsung bagaimana masyarakat Aceh solid untuk selalu memperingati dan mengenang tsunami serta membangun semangat kebersamaan bagaimana menghadapi bencana di masa yang akan datang," kata Rahmadhani di sela mengecek persiapan kegiatan peringatan tsunami di Masjid Tgk Mahraja Gurah pada Selasa, 25 Desember 2018.

Ada empat tujuan utama yang ingin dicapai setiap acara peringatan gempa dan Tsunami Aceh. Sebut Rahmadhani, yaitu Refleksi, Apresiasi, Mitigasi dan Promosi. Refleksi jelasnya, kejadian Gempa dan Tsunami masa lalu sudah selayaknya menyadarkan masyarakat betapa kecil dan tidak berdayanya manusia di hadapan kemahakuasaan Allah SWT.

Sementara Mitigasi, menurutnya Aceh berada di daerah rawan bencana "ring of fire", khususnya gempa dan Tsunami. Masyarakat Aceh harus bersahabat dengan bencana dan selalui membangun budaya siaga bencana dalam upaya mengantisipasi bencana-bencana yang mungkin terjadi di masa depan, sekaligus berbagi pengalaman kebencanaan dengan masyarakat dunia.

"Promosi yang kita maksud, bahwa wisata Tsunami Memory Tourism sebagai media efektif dalam memperlihatkan kepada wisatawan tentang kekuatan, ketahanan dan ketabahan masyarakat selama Tsunami, media berbagi pengalaman bencana dengan wisatawan dan perbaikan ekonomi masyarakat melalui pariwisata," ujarnya. | Vivanews

StatusAceh.Net - Penyanyi Aceh, Lailissa’adah atau Icha merilis tembang terbaru yang mengangkat kisah tentang tsunami yang melanda Aceh, 26 Desember 2004.

Tembang yang diproduksi oleh D2X Management tayang perdana di akun YouTube resmi milik D2X Management, 25 Desember 2018, atau satu hari menjelang peringatan 14 tahun gempa dan tsunami Aceh.

Manager D2X Managemen, Dedex Suryadi dalam siaran pers kepada Serambinews.com, Selasa (25/12/2018) mengatakan, lagu ini diciptakan oleh Razali Usman, seorang musisi di Kabupaten Bireuen dan diarresemen oleh 41 studio Bireuen.

Sedangkan visualnya digarap oleh Nizar 41.

Lagu tsunami ini sengaja dilaunching pada 25 Desember, sebagai bagian mengenang tragedi gempa dan tsunami yang pernah melanda Aceh pada 2004 lalu.

"Lagu ini sebagai bentuk edukasi kepada kita semua, terutama di Aceh yang mengalami musibah saat itu. Lagu ini bukanlah untuk membuka memory luka lama, melainkan untuk memberi semangat baru dan sebagai renungan bagi kita semua," jelasnya.

Pembuatan lagu ini melibatkan banyak orang, baik pelaku seni maupun budayawan dan intelektual.

Selain itu, kata Dedex, lagu Tsunami yang dibawakan Lailisa'adah juga sengaja dikemas dalam dua bahasa, yaitu bahasa Aceh dan bahasa Inggris.

"Lirik dalam bahasa Inggris diterjemahkan oleh Dian Guci, sedangkan dalam bahasa Indonesa oleh Iskandar Norman, keduanya sangat kuat dalam sastra. Semoga lagu tsunami ini dapat diterima oleh semua kalangan, begitu juga dengan negara luar. Mereka bisa menikmati lewat bahasa Inggris," pungkas Dedex.

Dalam rilis yang sama, Lailissa’adah alias Icha mengaku senang mendapatkan kesempatan membawakan tembang bertajuk tsunami.

Dara kelahiran Langsa, 9 Juni 1993, yang saat ini tercatat sebagai  mahasiswi Magister Ilmu Kebencanaan Unsyiah, Banda Aceh, mengatakan lagu tsunami ini mampu menjadi inspirasi baginya.

Lagipula isi lagu yang dibawakan berkaitan dengan jurusan pendidikannya saat ini.

"Melantunkan lagu tsunami ini menjadi sebuah kebanggaan bagi Icha. Apalagi Icha baru dalam dunia tarik suara," ujarnya. 

Icha sebelumnya juga sukses merilis dua lagu lewat album Istikharah Cinta.

"Dari sisi pesan dalam lirik, lagu Tsunami ini tidak jauh beda dengan lagu sebelumnya, yaitu ‘Ayon Aneuk dan Istikharah Cinta’. Di mana lagu tersebut benar-benar menjadi ispirasi dan renungan buat kita bersama," ungkap Icha.

Pujian Netizen

Amatan Serambinews.com, di akun Youtube D2X Management, tembang yang tercatat dirilis pada tanggal 24 Desember 2018 ini telah mendapatkan 19 komentar netizen.

Rata-rata warganet pengguna Youtube (Youtubers) memuji lirik, audio, dan video klip lagu tersebut.

"Lirik bahasa inggris nya padu banget
Kren abis maju trus Dan kita doakan kita semua dalam lindungan allah swt Amin," tulis pemilik akun OZI OFFICIAL.

Berikut video klip dan lirik lagu "Tsunami" yang dinyanyikan oleh Lailissa'adah.

LIRIK BAHASA ACEH

LON PEURATEB LON DAIDI
DALAM AYOEN TEUPET MATA
TEUKA GEUMPA UREO MINGGU
TSUNAMI TUHAN BRI BALA

DALAM LEUMUNG GATA LEUKANG
TSUNAMI TUHAN BRI BALA
ANEUK KA TAWOE BAK TUHAN
MUNGKEN AJAI AWAI GATA

HANA KUASA BAK KAMOE
PEUKEUH TUHAN SALAH HAMBA
NEU PEU AMPON DECHA KAMOE
BEK LEE BALA RIWANG TEUKA
LON PEURATEB LON DAIDI
DALAM AYOEN TEUPET MATA
TEUKA GEUMPA UREO MINGGU
TSUNAMI TUHAN BRI BALA

LIRIK BAHASA INGGRIS

I SANG A LULLLABY, SAD LULLABY
IN YOUR CRIB, OH MY PRECIOUS CHILD
WHEN THE EARTH SHOOK, EARLY SUNDAY MORN
TSUNAMI STROKE, TRIAL ON FAITH

I LOST THEE THAT MORN, MY BELOVED
TSUNAMI STROKE, TRIAL ON FAITH
GOD GAVE THEE TO ME, THEN HE TOOK 'WAY
YOUR LIFE CUT YOUNG, IT IS WRITTEN

I HAVE NO POWER, JUST SAT AND PRAYED
WAS IT MY FAULT, WAS IT MY SIN
PLEASE LORD, FORGIVE US FOR WHAT WE'D DONE
SAVE US NO TEARS, DISASTER NO MORE


Sumber: aceh.tribunnews.com
loading...

Contact Form

Name

Email *

Message *

StatusAceh.Net. Theme images by i-bob. Powered by Blogger.