Ilustrasi
Banda Aceh - Sejak Juli 2022 lalu hingga saat ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh mencatat sebanyak 31 anak mengalamai gagal ginjal akut. Dari jumlah itu, sebanyak 20 orang meninggal dunia.
Informasi itu disampaikan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Aceh, dr Iman Murahman, Kamis (20/10/2022).
“Data rekam medik yang dikasih sama orang rumah sakit (RSUZA) ke kita ada 31 anak. Cuma yang baru terverifikasi tadi (kemarin-red) 29 orang. Kalau yang meninggal hingga kini ada 20 anak,” jelas dr Iman Serambi, kemarin.
Sesuai laporan dari pihak rumah sakit, sebutnya, 31 anak yang mengalami gagal ginjal akut itu merupakan pasien dari 11 kabupaten/kota di Aceh.
Dari 11 daerah tersebut, lanjutnya, yang paling banyak dari Banda Aceh yaitu 13 orang.
“Semua anak-anak tersebut dirawat di RSUZA,” ujarnya.
Sedangkan 16 anak lainnya dari 29 orang yang sudah terverifikasi kemarin dan terdeteksi mengalami gagal ginjal akut itu berasal dari Aceh Utara dan Aceh Tengah masing-masing tiga orang, Bener Meriah dan Lhokseumawe masing-masing dua orang, serta Bireuen, Aceh Selatan, Langsa, Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Aceh Besar masing-masing satu orang.
Saat ini, menurut dr Iman, lima anak masih dirawat di RSUZA dan empat orang tidak dirawat lagi.
“Belum saya lihat rekam medik asli, baru data yang meninggal, yang dirawat dan yang tidak dirawat lagi.
20 anak meninggal, lima anak masih dirawat, dan empat lainnya tidak dirawat lagi,” rinci Iman Murahman.
Terkait gejala yang dialami, Iman mengatakan, hingga saat ini belum dilaporkan secara spesifik.
“Kalau dari laporan memang tidak semuanya mengalami demam, demam hanya 48 persen, ada yang demam ada yang tidak.
Dan, gejala secara umum katanya buang air kecil tidak lancar,” imbuh dia.
Ditanya apakah benar penyebab utama gagal ginjal akut pada anak-anak tersebut karena minum obat sirup, Iman belum bisa memastikan hal itu.
“Kita belum tahu hasil pemeriksaan. BBPOM belum juga menyampaikan hasil apakah dari obat sirup, itu belum ada. Dari Kemenkes belum ada juga secara pasti apakah obat sirup penyebab utama. Untuk sementara hanya merujuk dari intenasional, karena beberapa negara dikatakan karena obat sirup,” jelas dr Iman.
Secara nasional, tambah Iman, Aceh termasuk provinsi yang lumayan tinggi kasus anak-anak terdereksi gagal ginjal akut.
“Semoga tidak ada lagi anak-anak kita yang mengalami penyakit ini, untuk sementara posisi Aceh lumayan tinggi secara nasional,” pungkasnya seraya berharap masyarakat mengikuti imbauan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Tarik 5 obat sirup
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan lima jenis obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas yang sudah ditentukan.
Menindaklanjuti hal itu, BPOM memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk menarik dan memusnahkan obat sirup itu dari peredaran di seluruh Indonesia.
Kelima obat sirup yang ditemukan BPOM melebihi ambang batas cemaran Etilen Glikol (EG) adalah: Pertama, Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
Kedua, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
Ketiga, Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
Keempat, Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
Kelima, Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.
Penarikan tersebut mencakup seluruh outlet antara lain pedagang besar farmasi, instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.
"Terhadap hasil uji lima sirup obat dengan kandungan EG yang melebihi ambang batas aman, BPOM sudah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk," jelas BPOM dalam siaran resminya, Kamis (20/10/2022).
Adapun sirup obat yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) kemungkinan berasal dari empat bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Sejatinya, keempat bahan tambahan itu bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat.
Namun, BPOM sudah menetapkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Sampling dilakukan BPOM terhadap 39 bets dari 26 sirup obat.
"Hasil sampling dan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirup obat sampai dengan 19 Oktober 2022, menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada lima produk," sebut BPOM.
Adapun sampling dilakukan berdasarkan beberapa kriteria.
Pertama, obat-obat tersebut diduga digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama berada/masuk rumah sakit.
Lalu, diproduksi oleh produsen yang menggunakan empat bahan baku pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol dengan jumlah volume yang besar.
Kemudian, diproduksi oleh produsen yang memiliki rekam jejak kepatuhan minimal dalam pemenuhan aspek mutu. (Serambiindonesia/kompas.com)