Banda Aceh - Proses yang buruk dipastikan akan menghadirkan hasil
yang buruk pula. Hal itu layak disematkan dalam proses pelaksanaan
asesment pemilihan Direktur Utama Bank Aceh Syariah (BAS) yang jauh dari
kata wajar hingga menghadirkan polemik yang berkepanjangan.
"Asesment
kali kedua yang dilakukan dalam pemilihan Dirut BAS menjadi presedent
memalukan hang dipertontonkan di hadapan masyarakat oleh Dewan Komisaris
BAS, Komite Remunerasi dan Nomirasi (KRN). Komedi penggunaan
rekomendasi LPPI sebagai media untuk menganulir para calon kandidat
Dirut BAS yang diduga untuk memuluskan misi dewan komisaris melalui KRN
terakhir terkuak dipublik hingga menghadirkan keraguan publik
dikarenakan ketidakjelasan indeks penilaian hingga adegan buang badan."
LPPI
yang katanya pihak ketiga yang digunakan KRN untuk asesment Dirut BAS
itu pada dasarnya hanya bertindak sebagai vendor penyedia jasa dan LPPI
bukanlah regulator. "LPPI itu dibayar sesuai kontrak dan kerangka acuan
kerjanya sesuai request pihak KRN/dekom. Jadi, begitu mencuat indikasi
seperti yang dicurigai publik terkait indeks yang digunakan untuk
penilaian hingga melewatkan calon Dirut BAS yang secara track record
kinerja di perbankan syariah dipertanyakan, maka hal yang dilakukan LPPI
hanyalah buang badan"
Secara struktur LPPI
adalah anak usaha Bank Indonesia (BI) yang merupakan lembaga pendidikan
dengan orientasi komersial bisnis jasa perbankan. Namun, mirisnya LPPI
justeru mengeluarkan rekomendasi 3(tiga) nama calon Dirut yang khabarnya
tak pernah mengikuti sekolah tinggi perbankan di LPPI itu sendiri.
Proses
yang tidak wajar itu sebenarnya sumbernya di KRN, sementara LPPI pasti
akan ikut apa yang direquest oleh pengguna jasa, ini bisnis oriented.
Tapi, secara kelembagaan LPPI memang patut diduga telah mencederai
kredibilitasnya sebagai lembaga pendidikan yg dikelola di bawah
manajemen BI, karena dinilai telah subjektif dalam menjalankan fungsinya
oleh kepentingan pihak tertentu.
"Sebagai
anak usaha di bawah naungan BI, polemik BAS ini menjadi catatan hitam
yang berpotensi merusak dan menciderai kredibilitas dunia perbankan
khususnya di Aceh. Untuk itu, Gubernur BI tentunya diharapkan tak hanya
diam dan melakukan pendalaman bahkan mengaudit kinerja LPPI terkait
polemik pemberian rekomendasi abal-abal tanpa indeks penilaian yang
jelas."
Berikutnya, Setidaknya ada 3 hal yang
harus menjadi pertimbangan para peserta RUPS terkait diterima atau
ditolaknya hasil fit and propert test yang telah dilakukan OJK, yakni :
Pertama,
Bupati/walkot mempertanyakan semestinya mempertanyakan kenapa tidak
dilibatkan dalam proses pemberhentian Dirut dan penetapan proses
pemilihan seleksi calon dirut pengganti.
Kedua
siapa yang akan bertanggung jawab bila terjadi distrust dan BAS semakin
terpuruk dan siapa yang bisa menjamin bahwa calon dirut ini mampu
kredible untuk memimpin BAS dengan kapasitas calon Dirut yang ada
sekarang.
Ketiga, berdasarkan mekanisme proses
dan tahapan yang dilakukan oleh komite KRN/dekom BAS yang tidak
prosedural dan terkesan penuh intrik konflik kepentingan serta tidak
melalui RUPS terlebih dahulu itu maka terlalu riskan menetapkan seorang
calon Dirut yang notabenenya secara tekhnis dan norma korporasi
dilakukan lompatan jenjang eselonnya terlalu jauh. Perlu dicatat tupoksi
seorang Dirut bukan hanya soal operasional, tapi soal bisnis strategis
sebuah perbankan, kebijakan dan kemampuan manajerial serta leadership,
daya jelajah dan mobilitas serta hal-hal yang bersifat psikologis
internal maupun eksternal. Tentunya, terlalu riskan untuk posisi
strategis di lembaga bisnis keuangan kalau dipaksakan sesuai hasrat
politik pihak tertentu. semua pihak harus paham bank ini bukan seperti
mengelola dinas di pemerintahan.
Melihat proses
pemilihan Dirut BAS saat ini, semua berpulang kepada peserta RUPS yakni
Bupati/Walkot dan Pj Gubernur Aceh. "Apakah mereka secara kolektif siap
bertanggung jawab dan mempertaruhkan masa depan BAS, bila menerima
penetapan Dirut yang mereka tidak pernah dilibatkan sejak awal dalam
prosesnya sesuai aturan dan prosedur.
"Tentunya
kita berharap gubernur/bupati/walikota agar berhati-hati dan
benar-benar harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam menentukan
kebijakan memilih pengurus bank. Dan sekali lagi sumber kegaduhan dan
sengkarut masalah pihak-pihak yang diduga menggiring Pj gubernur
bertindak secara personal sebagai PSP tanpa melalui mandat RUPS haruslah
segera dibereskan dulu, baru kemudian dilakukan bidding ulang menurut
aturan yang semestinya."
Perlu diingat oleh
semua pihak bahwa BAS itu walaupun yang memegang saham adalah gubernur,
bupati dan walikota tapi pada hakekatnya hampir 70% dana yang dikelola
adalah dana masyarakat, sementara hanya sekitar 30% dana pemda. "Jadi,
keputusan yang dilakukan oleh pemegang saham nantinya harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Jangan sampai gegara nila
setitik, rusak susu sebelanga atau jangan pula muncul istilah KRN dan
Dekom makan nangka, para pemegang saham kena getahnya."