Krueng Geukuh: Karena dinilai beraroma korupsi, buntut aksi kompak menuntut dan menerima secara pribadi 1 pesen dari Pt. Kirana atas hasil bisnis besi tua AAF yang dilelang Pt. PIM, kini seluruh geusyik dalam barisan Forum Geusyik Dewantara akan dipanggil oleh DPRK Aceh Utara.
Seluruh geusyik di Kecamatan Dewantara yang menerima percikan uang khusus untuk kepentingannya akan dipanggil Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara.
Hal itu diungkapkan Razali Abu ketua Komisi III bidang Aset DPRK Aceh Utara, Senin (21/9), menyikapi tindakan geusyik yang berjuang untuk kepentingan pribadinya dan mengesampingkan kepentingan umum.
Dikatakannya, DPRK Aceh Utara akan memanggil para Geuchik Kecamatan Dewantara untuk diminta klarifikasi soal dana Rp 600 juta yang diberikan PT Kirana, perusahaan pemenang lelang scrap (besi tua) eks PT Asean Aceh Fertilizer ke forum geuchik kecamatan itu.
“Rencananya, para geuchik 15 gampong yang kabarnya menerima dana itu akan kita panggil untuk mengetahui duduk persoalan kisruh dana yang diberikan PT Kirana tersebut. Saat ini kita masih menunggu laporan dari masyarakat,” ujarnya.
Pihaknya juga sedang berkoordinasi dengan Komisi I, untuk menentukan jadwal pemanggilan perangkat desa Kecamatan Dewantara itu.
“Mungkin pada hari esok akan saya kabarkan kembali soal jadwal pemanggilan geuchik setelah ada kesepakatan dengan komisi I,” kata politisi Partai Aceh itu.
Razali menyebutkan, sebelum terjadi kesepakatan antara PT Kirana, Forum Geuchik Dewantara menemui komisi III, dengan tujuan meminta difasilitasi dengan perusahaan pemenang lelang itu.
Setelah itu tidak ada kabar lagi, sampai pihaknya mengetahui dari media, telah terjadi kesepakatan antara forum geuchik dengan Kirana.
“Kami akan turun ke 15 gampong di Dewantara untuk mempertanyakan dana yang diterima oleh geuchik, apakah dana itu untuk geuchik atau untuk masyarakat. Bisa saja mereka akan kita panggil ke dewan, jadi ada opsi yang akan kita lakukan, rencananya akhir september ini kita panggil, kita juga akan adakan pertemuan dengan Kirana,” terangnya.
Menurut Razali, soal dana Rp 600 juta dari nilai 1 persen hasil lelang besi tua itu tidak layak diterima secara pribadi untuk Forum Geuchik Dewantara.
Seharusnya geuchik justru harus lebih mengutamakan kepentingan umum masyarakat dibandingkan kepentingan pribadi. Karena para geusyik itu beraksi dasar atas kepentingan rakyatnya
Razali menyarankan bagi oknum geusyik yang telah menerima dana itu, agar tidak digunakan untuk kepentingan pribadinya semata tapi harus dikelola untuk kepentingan masyarakat secara transparan.
“Bagi yang telah terlanjur menerima dana itu, kami menyarankan agar diberikan ke masyarakat, buat program untuk masyarakat dan jalankan secara transparan, Bek gara-gara peng Lhee Ribe , ka seungab ( jangan gara-gara uang 3000 sudah diam),” tutup Razali.
Untuk diketahui, PT Kirana Saiyo Perkasa memenangkan lelang besi tua eks PT AAF di Krueng Geukuh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara. Saat ini perusahaan itu sedang melakukan pembersihan lokasi pabrik yang rencananya akan diubah menjadi Iskandar Muda Industrial Area (IMIA).
Kabarnya, beberapa investor yang sudah sudah berkomitmen untuk melakukan investasi di IMIA di antaranya adalah PT Korina Refinery Aceh yang akan membangun Pabrik Oil Refinery dan PT Sinergi Peroksida Indonesia yang akan mengoperasikan pabrik Hidrogen Peroksida.
Terkait tuntutan Forum Geuchik Dewantara dan Forum Pemuda Dewantara (FORPEMDA) soal bagi hibah, akhirnya disepakati 2,5 persen dari tuntutan 25 persen.
Lalu akan dibayarkan setelah proses eksekusi selesai. Sedangkan untuk Forum Geuchik Dewantara, PT Kirana telah mengucurkan dana sebesar Rp 600 juta. Dana itu bagian dari 1 persen dana koordinasi yang disepakati oleh perusahaan itu.
Hal itu dibenarkan oleh ketua Forum Geuchik Dewantara yakni Yusuf Beuransah dan Anwar Ali Kasem dari pihak pemenang lelang.
Disisi lain, Koordinator LSm Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai ada unsur tindak pidana korupsi dalam perkara dana Rp 600 juta dan juga soal hibah 1 persen untuk kepala desa tersebut.
Hal ini tergolong korupsi lantaran sumber dana tersebut diambil dari 1 persen hibah hasil penjualan aset negara.
“Karena didapatkan dari aset negara itu adalah dana publik, bukan dana untuk geuchik. Dalam tuntutan itu geuchik mewakili masyarakat. Mereka sudah digaji oleh negara, jadi tidak ada aturan yang membenarkan perbuatan terseut,” paparnya.
Menurut Alfian, penegak hukum harus masuk ke dalam perkara itu, dengan tujuan dapat memediasi agar tidak terjadi konflik antara warga dan aparatur desa dsn mengusut tuntas keberadaan aliran dana Rp 600 juta tersebut.
“Bila masyarakat Dewantara merasa dirugikan dalam perkara ini. Bisa melaporkan ke pihak kepolisian atau pihak berwenang lain. Karena dana itu harusnya dinikmati oleh masyarakat lingkungan, bukan oleh geuchik secara pribadi,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Forum Geusyik Dewntara Yusuf Beransyah kepada media ini menjelaskan pihaknya akan melakukan klarifikasi semuanya dengan menggelar konfrensi pers. Namun kenyataannya, sampai hari ini ternyata hanya menjadi pepesan kosong lantaran belum juga dilaksanakan
Bahkan kini Yusuf justru tidak lagi mengangkat telepon seluler atau membalas pesan. (Zn)