2018-03-11

Abdiya aceh Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Utara Agam Inong Aceh Agama Aksi 112 Aksi 313 Aleppo Artikel Artis Auto Babel Baksos Bambang Tri Banda Aceh Banjir Batu Akik Bencana Alam Bendera Aceh Bergek Bimtek Dana Desa Bireuen Bisnis Blue Beetle BNN BNPB Bom Kampung Melayu Budaya BUMN Carona corona Covid-19 Cuaca Cut Meutia Daerah Dana Bos dayah Deklarasi Akbar PA Deplomatik Depok Dewan Pers DPR RI DPRK Lhokseumawe Editorial Ekomomi Ekonomi Energi Feature Film Fito FORMATPAS Foto FPI Gampong Gaya Hidup Gempa Aceh Gempa Palu Gunung Sinabung Haji HAM Hathar Headlines Hiburan Hindia History Hotel Hukum Humor HUT RI i ikapas nisam Indonesia Industri Info Dana Desa Informasi Publik Inspirasi Internasional Internet Iran Irwandi-Nova Irwndi Yusuf Israel IWO Jaksa JARI Jawa Timur Jejak JKMA Kemanusiaan Kemenperin Kemenprin Kesehatan Khalwat KIP Kisah Inspiratif Korupsi Koruptor KPK Kriminal Kriminalisasi Kubu Kuliner Langsa Lapas Lapas Klas I Medan Lapas Tanjungbalai lgbt Lhiokseumawe Lhokseumawe Lingkungan Listrik Lombok Lowongan Kerja Maisir Makar Makassar Malaysia Malware WannaCry Masjid Migas Milad GAM Mitra Berita Modal Sosial Motivasi Motogp MPU Aceh Mudik Mudik Lebaran MUI Musik Muslim Uighur Nanang Haryono Narapidana Narkotika Nasional News Info Aceh Nisam Nuansa Nusantara Obligasi Olahraga Ombudsman Opini Otomotif OTT Pajak Palu Papua Parpol PAS Patani Patroli Pekalongan Pekanbaru Pelabuhan Pemekaran Aceh Malaka Pemekaran ALA Pemerintah Pemilu Pendidikan Penelitian Pengadilan Peristiwa Pers Persekusi Pertanian Piala Dunia 2018 Pidie Pidie Jaya Pilkada Pilkada Aceh Pilkades Pj Gubernur PKI PLN PNL Polisi Politik Pomda Aceh PON Aceh-Sumut XXI Poso PPWI Presiden Projo PT PIM Pungli PUSPA Ramadhan Ramuan Raskin Riau ril Rilis Rillis rls Rohingya Rohul Saladin Satwa Save Palestina Sawang Sejarah Selebgram Selebriti Senator Sinovac SMMPTN sosial Sosok Sport Status-Papua Stunting Sumatera Sunda Empire Suriah Syariat Islam T. Saladin Tekno Telekomunikasi Teror Mesir Terorisme TGB Thailand TMMD TMMD reguler ke-106 TNI Tokoh Tol Aceh Tsunami Aceh Turki Ulama Universitas Malikussaleh USA Vaksin MR Vaksinasi Vaksinasi Covid-19 vid Video vidio Viral Waqaf Habib Bugak Warung Kopi Wisata YantoTarah YARA


ACEH UTARA- Usai menyantuni ratusan anak yatim, barisan mantan kombatan yang tergabung dalam Lsm Lemperari di Desa Glok Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara bertekad untuk memperjuangkan nasib kesejahteraan warga lingkungan obvitnas yang selama ini terabaikan oleh pihak PHE.

Barisan mantan kombatan yang berbeda idiologi yang bersatu dibawah naungan LSM Lemperari Aceh itu merasa prihatin dengan kondisi masyarakat lingkungan obvitnas di PHE Kabupaten Aceh Utara masih hidup dibawah garis kemiskinan dan masih terabaikan tanpa pernah mendapatkan perhatian dana CSR. 

Hal itu diungkapkan Ketua DPP LSM Lemperari Aceh T. Muslem TA yang akrab disapa si Buya Hitam  mengatakan berbagai kegiatan sosial tersebut dilaksanakan dalam rangka memperingati HUT Lemperari VI yang berlangsung di depan halaman Posko di Desa Glok setempat. 

Kegiatan sosial itusudah menjadi tradisi pada setiap tahunnya oleh Lsm Lemperari yang mengadakan berbagai kegiatan sosial seperti membantu fakir miskin dan anak yatim lingkungan PHE. 

Untuk tahun ini, pihaknya telah meminta empat kecamatan Nibong, Syamtalira Aron, Tanah Luas dan Matang Kuli, masing-masingnya mencari 60 anak yatim dengan jumlah total sebanyak 250 orang. 

Akan tetapi pada saat acara dilaksanakan ternyata jumlah anak yatim sudah melebihi target hingga mencapai 400 orang lebih untuk mendapatkan bantuan santunan dan aksesoris seperti alat tulis. 

Muslem menegaskan selama ini Lsm Lemperari tetap menfokus perjuangan untuk membantu masyarakat miskin, janda konflik dan anak yatim yang terabaikan PHE. 

Lantaran hingga hari ini, hampir sebagian besar masyarakat dilingkungan obvitnas yang masih hidup dibawah garis kemiskinan yang dinilai tidak pernah mendapatkan perhatian kesejahteraan dari PHE. 

Sehingga mengingat kesedihan mereka dan untuk memperjuangkan nasib miris mereka maka Lemperari merasa bertanggung jawab untuk terus memprotes dan memperjuangkan warga lingkungan pihak PHE yang seharusnya menolong warga binaannya. 

Tidak hanya itu,  pihaknya juga akan memperjuangkan nasib janda dan anak yatim korban konflik yang terabaikan oleh pemerintah. 

Lantaran sampai saat ini belum ada satu pun pihak yang mau bertanggung jawab terhadap nasib mereka yang tidak tersentuh bantuan yang layak. 

"Lsm Lemperari ini adalah para  mantan kombatan yang beda pendapat telah bersatu. Persatuan kami ini lahir karena nasib masyarakat lingkungan PHE terabaikan dalam kemiskinan. Seharusnya mereka menikmati kesejahteraan warga binaannya," tegasnya. 

Pantauan Waspada dilapangan, ribuan masyarakat, ulama dan tokoh masyarakat baik jajaran muspika atau muspida turut hadir dalam acara sosial tersebut. 

Bahkan pihak panitia juga menyembelih sebanyak 4 ekor sapi untuk menyajikan makanan dan minuman untuk masyarakat dan para undangan.  Puncak acara tersebut diisi dengan dakwah islamiah usai shalat Isya di Desa Glok Kecamatan Syamtalira Aron.

Sementara itu, dalam pengarahan seorang ulama dari Kecamatan Tanah Pasir Abi Razali mengaku dirinya memberi dukungan kepada kegiatan Lsm Lemperari yang bertujuan membela dan memperjuangkan hak rakyat yang terabaikan.

Kalau dulu ada pepatah, buya tamong  meurahseuki buya krueng teudong-dong artinya buaya pendatang dapat rezeki, buaya sungai hanya berdiri. 

Namun pada zaman sekarang pepatahnya harus diubah menjadi Buya krueng ka carong, buya tamong yang ba rahseuki artinya buaya sungai sudah pintar, buaya pendatang yang bawa rezeki.(Red/ZA)

 
SAYED DAHLAN AL HABSYI
StatusAceh.Net- Memperhatikan berita yang berkembang berkenaan dengan keinginan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI untuk menginvestasikan dananya pada tanah waqaf Habib Bugak Aceh di Makkah, Arab Saudi dan berita lainnya yang berhubungan dengan rencana tersebut, maka dengan ini kami atas nama Ahli Waris Keturunan Habib Abdurrahman Al Habsyi (Habib Bugak Aceh) memberitahukan dan menyatakan sebagai berikut:

1. Tanah waqaf Habib Bugak Aceh yang telah diwaqafkan 2 (dua) abad yang lalu oleh Habib Abdurrahman Al Habsyi (Habib Bugak Aceh), telah diikrarkan di depan Mahkamah Syariah Mekkah sebagai waqaf bersyarat (Waqaf Muqayyad) yang utamanya adalah untuk kepentingan rakyat Aceh yang menunaikan ibadah haji di Makkah.

Dalam ikrar waqaf nya Habib Bugak telah menunjuk Nadzir waqaf Habib Bugak sebagai pengelola waqaf tersebut kepada Ulama Aceh yang ada di Makkah, yang secara turun temurun melaksanakan amanah tersebut dengan baik.

2. Dengan adanya penunjukan langsung oleh Habib Bugak Aceh sesuai ikrar waqaf  kepada Nadzir Waqaf Habib Bugak dan diteruskan oleh keturunannya, maka tidak ada pihak lain yang boleh mengelola waqaf tersebut.

3. Terkait berita yang beredar, mengenai siaran pers yang dikeluarkan oleh seseorang yang mengaku sebagai Presiden Forum Silaturrahmi Keturunan Habib Bugak, maka dengan ini kami nyatakan bahwa Siaran pers tersebut adalah BUKAN dari perwakilan seluruh Keturunan Habib Bugak.

Hal ini kami sampaikan untuk membantah khususnya atas penyataan bahwa keluarga Habib Bugak dapat mempertimbangkan rencana investasi atas tanah waqaf Habib Bugak.

Dengan ini kami sampaikan bahwa kami tidak pernah mempertimbangkan dan tidak pernah menyetujui rencana investasi tersebut.

4. Terhadap adanya individu yang mengaku sebagai keturunan Habib Bugak, yang selama ini telah menjalin komunikasi dengan pihak BPKH RI dan berbagai pihak lainnya, dengan ini kami nyatakan bahwa yang bersangkutan adalah BUKAN keturunan Habib Bugak dan bukan representasi dari keturunan Habib Bugak, dan karenanya kami tidak bertanggungjawab terhadap nya.

5. Bahwa selama ini pihak BPKH RI belum pernah sekalipun berkomunikasi dengan kami Keturunan Habib Bugak Aceh

6. Bahwa kami keturunan Habib Bugak Aceh dengan tegas meminta pihak BPKH RI untuk tidak ikut campur dalam bentuk apapun terkait waqaf Habib Bugak.

7. Siaran pers ini kami sampaikan dalam rangka menyikapi berita yang simpang siur dan untuk menyatukan publik khususnya Rakyat Aceh yang kami cintai dimanapun berada terkait Waqaf Habib Bugak di Mekkah, juga sebagai bagian dari tugas dan tanggungjawab kami untuk menjaga amanah dan khazanah Habib Bugak Aceh.

Keturunan tertua dari garis tertua tingkat ke-5*
--------------------------------------------
*SAYED DAHLAN AL HABSYI* Bin Habib Abdurrahman Bin Habib Shafi Bin Habib Ahmad Bin Habib Husein Bin Habib Abdurrahman Al Habsyi ( Habib Bugak Aceh)
(CP:  +6282273607797)

Pernyataan ini disampaikan juga kepada DPR RI, Menteri Agama RI, BPKH RI, Kedubes Arab Saudi, Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh, DPR Aceh dan Nadzir Waqaf Habib Bugak Al Asyi di Mekkah.(Red/Rls)

StatusAceh.Net - Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo pagi ini, Jumat, 16 Maret 2018, bertolak menuju Sydney, Australia, sekira pukul 07.15 WIB.

Keduanya beserta rombongan lepas landas dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta.

Dalam kunjungan kali ini, Kepala Negara akan menghadiri ASEAN-Australia Special Summit 2018 yang membahas penguatan kerja sama ekonomi dan pemberantasan terorisme antara ASEAN dan Australia.

Selain itu, Presiden juga akan melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Australia dan menghadiri CEO Forum serta konferensi mengenai counter-terrorism.

Dari Sydney, Australia, Presiden akan melanjutkan perjalanan menuju Wellington, Selandia Baru. Kunjungan tersebut untuk memenuhi undangan Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern.

Kunjungan yang sekaligus menandai peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Selandia Baru juga akan dimanfaatkan Kepala Negara untuk melakukan sejumlah pertemuan.

Mulai dari pertemuan bilateral dengan PM Ardern dan Gubernur Jenderal Selandia Baru, serta bertemu dengan sejumlah CEO dalam sebuah forum bisnis.

Presiden berharap kunjungan ke kedua negara ini memberikan sejumlah manfaat nyata bagi rakyat ketiga negara, baik Indonesia, Australia, maupun Selandia Baru.

Turut mendampingi Presiden dan Ibu Iriana dalam penerbangan menuju Sydney, Australia, adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala BKPM Thomas Lembong, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri/KPN Andri Hadi, Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit, Sekretaris Militer Presiden Marsda TNI Trisno Hendradi dan Komandan Paspampres Mayjen TNI (Mar) Suhartono.

Adapun Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah lebih dahulu berada di Sydney, Australia untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri dan mempersiapkan kedatangan Presiden.

Tampak melepas keberangkatan Presiden, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Ade Supandi, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) Letjen TNI Tatang Sulaiman, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki.

Presiden beserta rombongan direncanakan tiba kembali di Tanah Air pada Selasa dinihari, 20 Maret 2018. (Rill)

Ketua Umum PPWI Nasional Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA
JAKARTA - Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) mendukung Kepolisian Republik Indonesia memberantas penyebar berita bohong atau hoax dan ujaran kebencian melalui media sosial.

"PPWI siap mendukung langkah-langkah Polri untuk memberantas penyebar hoax dan/atau siapa pun orang, kelompok, golongan, perorangan yang ingin  memecah-belah masyarakat dengan menyebarkan, berita-berita yang sifatnya mengandung ujaran kebencian," kata Ketua Umum PPWI Nasional Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA melalui Via Whatshaap, Jum'at, (16/3/2018) di Jakarta.

Selain itu, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, juga mengapresiasi langkah kepolisian yang cepat dan tanggap, apalagi terkait rencana Kapolri untuk membentuk satgas guna menangkal hoax di media sosial.

Menurut Wilson, pemberantasan penyebaran berita bohong sangat penting agar tidak memecah belah masyarakat, dan hal ini harus ditindak tegas sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku.

"Media sosial itu harus dimanfaatkan untuk berkomunikasi, saling menyampaikan info yang benar, bukan sebaliknya dimanfaatkan untuk menyebarkan berita bohong atau fitnah, dan pelakunya juga harus ditindak," tegas Wilson yang juga merupakan trainer jurnalistik bagi ribuan anggota TNI, Polri, guru, mahasiswa, dan masyarakat umum di berbagai daerah di Indonesia.

Kendatipun demikian, ia juga mempersilakan kepada pengguna media sosial untuk tetap kritis  terhadap pemerintah, hal itu dimaksudkan untuk terjadi perubahan yang lebih baik. Namun, tidak boleh menghujat, menghina apalagi memfitnah.

"Kepada rekan-rekan PPWI dan media yang tergabung dalam PPWI Media Network di seluruh Indonesia agar tidak menyebarkan berita hoax atau berita bohong, apalagi menghasut rasa persatuan dan kesatuan bangsa. dan sampaikanlah informasi yang benar dan akurat," imbauanya.

Alumni dari tiga universitas terbaik di Eropa itu juga menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar bijak dalam memanfaatkan media sosial, sehingga hal hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.

Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo juga telah meminta kepada Kapolri untuk menindak tegas para pelaku penyebar hoax atau ujaran kebencian. [Red/Rls]

,
Lhokseumawe -- Minyikapi meningkatnya pasien di Rumah Sakit (Rumkit) TNI-AD Kesrem Lhokseumawe, prioritas utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Maka satuan Detasemen Kesehatan Wilayah Iskandar Muda (Denkesyah IM) 04.01 Lhokseumawe melakukan Pogging di Seputaran Asrama dan Kantor Staf Makorem 011/Lilawangsa, Jumat (16/3/2018).

Dalam siaran persnya Komandan Detasemen Kesehatan Iskandar Muda (Dandenkesyah IM) 04.01 Letkol Ckm Wawan Supandi SKM, S. Keo, M. Kes mengatakan, dilakukan Pogging selain program TW II Denkes, bertujuan dalam suatu usaha cara membasmi nyamuk yang dapat menyebarkan virus melalui gigitan nyamuk yang akhir ini sangat meningkat Demam Berdarah.

Dandenkesyah 04.01 Letkol Ckm Wawan Supandi SKM, S. Keo, M. Kes menyebutkan, Menurutnya Demam berdarah dengue (DBD) adalah demam yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Kemudian Infeksi dari virus tersebut akan menyebabkan berbagai gejala seperti demam, pusing, nyeri pada bola mata, otot, sendi, dan ruam.

“Ada beberapa penyakit tahunan yang kerap melanda saat musim hujan tiba. Salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBB), maka satuan Denkesyah Lhokseumawe melakukan aktivitas fogging yang bertujuan untuk memberantas penyebaran nyamuk aedes aegypti, begitu juga harus membuang genangan air yang tidak terpakai, seperti kaleng dan botol-botol yang ada airnya”, pungkas Dandenkes Lhokseumawe.

Diharapkan, dengan dilakukan Foging melalui l penyebaran  kabut/asap tebal (Global Warming), dan dari aroma yang menyengat nantinya akan berpengaruh pada binatang-binatang kecil seperti nyamuk. “Biasanya nyamuk akan mati begitu saja, dan kita dapat terhindar dari serangan penyakit DBD, tingkatkan kesadaran akan keberhasilan lingkungan, begitu juga bahwa sehat itu penting”, pungkas Dandenkes Lhokseumawe.(Laung)

StatusAceh.Net - Kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mendesak pemerintah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) membatalkan rencana penerapan eksekusi penggal atau pancung. Satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam ini juga diminta menyingkirkan hukuman mati.

Otoritas Aceh berencana menerapkan eksekusi pancung dengan alasan untuk menekan angka kasus pembunuhan. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berpendapat alasan itu tak tepat.

"Pemerintah daerah Aceh harus segera membatalkan rencana untuk memperkenalkan hukuman mengerikan seperti pemenggalan kepala sebagai metode eksekusi dan sebaliknya harus menyingkirkan hukuman mati secara bersamaan," kata Usman.

"Argumentasi pemerintah Aceh bahwa pemenggalan kepala dapat mencegah pembunuhan tidak berdasar dan tidak dapat diterima. Tidak ada bukti bahwa hukuman mati memiliki efek jera yang unik terhadap kejahatan, betapapun mengejutkan metode eksekusi tersebut," lanjut dia, yang dikutip SINDOnews.com Jumat (16/3/2018) dari situs Amnesty.

"Pemerintah Aceh tidak dapat menggunakan status otonomi khusus untuk mengenalkan undang-undang dan kebijakan yang secara mencolok melanggar hak asasi manusia. Pihak berwenang perlu memusatkan perhatian pada akar penyebab kejahatan dan debat informasi tentang hukuman mati sebagai pelanggaran hak asasi manusia, dan dengan cepat beralih untuk menghapuskan hukuman kejam, tidak manusiawi dan merendahkan akhir-akhir ini," kata Usman.

Amnesty juga mendesak pemerintah pusat di Jakarta melakukan intervensi agar Aceh membatalkan rencana penerapan eksekusi pancung.

"Pemerintah pusat harus campur tangan. Aceh, dan Indonesia secara keseluruhan, harus segera memberlakukan moratorium hukuman mati dengan tujuan akhirnya untuk mencabut (hukuman mati)," papar Usman.

Pemerintah Aceh sebelumnya mengumumkan bahwa mereka mempertimbangkan untuk menerapkan eksekusi dengan pemenggalan kepala sebagai hukuman atas pembunuhan. Eksekusi semacam itu diklaim bisa mencegah dan mengurangi angka kasus pembunuhan di Aceh.

Pemerintah daerah tersebut menyatakan akan melakukan penelitian tahun ini untuk mengukur opini publik di Aceh mengenai rencana tersebut. Jika mayoritas masyarakat di Aceh mendukung rencana tersebut, maka rencana eksekusi penggal akan dilaksanakan.

Rencana itu, menurut pemerintah daerah Aceh, karena ingin mengikuti jejak sejumlah negara di dunia, seperti Arab Saudi, yang mengurangi angka kasus pembunuhan secara efektif setelah menerapkan eksekusi penggal kepala sebagai hukuman. |Sindonews


StatusAceh.Net- Kalimat yang dipakai untuk artikel ini mungkin belum cukup menggambarkan situasi kongkrit terhadap perilaku "pembangkangan" beberapa oknum anggota Polri atas kebijakan Kapolri. Tapi saya berharap semoga judul di atas bisa memberi penjelasan singkat betapa bobroknya para oknum (walau jumlahnya semakin sedikit ya) bawahan Pak Tito Karnavian yang tega mengangkangi kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan sang pucuk pimpinan di institusi Polri kebanggaan Indonesia itu. 

Tidak tanggung-tanggung, oknum bawahan Kapolri yang kurang ajar terhadap atasannya itu tidak hanya di level-level penyapu rumput (tukang kepruk para demonstran), tapi juga ada di level penyandang bintang alias perwira tinggi.

Terdapat banyak sekali kasus yang menimpa rakyat, yang notabene adalah majikan para aparat polisi itu, yang diproses tidak sesuai peraturan perundangan yang ada, walaupun Pak Kapolri setiap saat mendengungkan kebijakan PROMOTER, Profesional, Modern, dan Terpercaya. Dengan berbagai dalih dan strategi, para oknum aparat, yang diduga bermental korup, terutama di unit reskrim dan lantas itu, mempermainkan aturan perundangan. Hasilnya, pihak yang salah bisa jadi benar; yang benar bisa jadi salah dan meringkuk di dalam sel.

Kasus paling gress yang ingin dikritisi dalam tulisan ini adalah kriminalisasi terhadap wartawan Jejak News, Ismail Novendra yang pada hari ini, Kamis, 15 Maret 2018, mengadukan nasibnya ke Sekretariat PPWI Nasional, di Jakarta. Korban kriminalisasi oknum Polda Sumatera Barat ini datang ke Jakarta, khusus menyampaikan surat pengaduan "Mohon Keadilan dan Perlindungan Hukum Atas Dugaan Kriminalisasi Pers" kepada berbagai pihak, antara lain ke Kapolri, DPR RI, Presiden, dan Kompolnas. Surat pengaduan yang sama juga disampaikan kepada Kadivpropam Polri.

Bagi saya, sebagai sahabat pewarta yang dilapori masalah ini, hal itu membuktikan bahwa di tubuh Polri masih bercokol oknum-oknum petinggi selevel Kapolda yang belum selesai dengan dirinya sendiri. Masih belum dewasa dalam menyikapi persoalan warga yang berimplikasi langsung maupun tidak langsung terhadap dirinya.

Hal itu dapat dilihat dari sikap dan perilaku arogan, yang tercermin dalam kebijakan menggunakan aturan semau gue terhadap warga yang sekiranya memberitakan sesuatu yang terkesan minus yang terkait dengan si petinggi itu. Dari sekian aturan perundangan, dari sekian pasal, dan dari sekian argumentasi hukum yang tersedia, para oknum ini memilih aturan yang dipandang tidak akan menjerat mereka, dan menjadikan warga yang seharusnya benar menjadi tersalahkan alias terciduk atau tersangka.

Melihat fenomena tersebut, wajar jika ada pihak yang menyarankan agar Kapolri kita yang bertitel profesor doktor itu harus melakukan evaluasi terhadap para bawahan secara periodik, dan langsung mengambil tindakan tegas kepada para oknum Kapolda yang membangkang dan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya.

Kasus Ismail yang diproses hingga kini sudah P21 dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Padang, atas laporan dugaan pelanggaran pasal 310 dan 311 KUHP oleh seorang oknum direktur PT BMA, adalah contoh kongkrit perilaku "mengencingi" kebijakan Kapolri yang menandatangani nota kesepahaman antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Dewan Pers tentang "Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakkan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.". 

Lagi, sikap Polda Sumatera Barat yang ngotot memproses kasus, yang oleh Dewan Pers dinyatakan melalui suratnya nomor 555/DP/K/X/2017 sebagai "sengeketa pemberitaan pers" yang oleh karenanya harus "diselesaikan melalui mekanisme penggunaan hak jawab dan hak koreksi," menunjukkan bahwa aparat di Polda ini mengalami disorientasi hukum akut, sehingga dengan gagahnya melakukan pelanggaran hukum, minimal telah melanggar kebijakan Kapolri sebagai atasannya. Orang-orang seperti ini amat berbahaya berada di institusi penegak hukum di republik ini.

Membaca fenomena "degradasi loyalitas" beberapa oknum bawahan Kapolri, banyak warga kemudian mengasumsikan bahwa secara makro, saat ini sedang terjadi program pembusukan terhadap Pemerintahan RI yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur, walau belum terlihat masif, melalui tingkah-polah aneh bin ajaib di tubuh institusi berseragam coklat itu. 

Kondisi ini perlu sekali menjadi perhatian semua pihak, terutama para pencinta NKRI dan pembela pemerintahan yang sah. Rakyat berharap agar Kapolri waspada dan segera melakukan tindakan antisipasi sebelum semuanya terlambat. Wallahu'alam...


#Penulis: Wilson Lalengke ( Ketua Umum PPWI)

(Red/WN/Rls)


StatusAceh.Net- Pelaksanaan Hari Pers Nasional di Kota Padang, Sumatera Barat yang dihadiri langsung Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan sejumlah menteri kabinet termasuk Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tito Karnavian, rupanya tidak memberi pencerahan bagi aparat penyidik Polda Sumatera Barat untuk menyelesaikan sengketa pers sesuai UU No.40 tahun 1999 tentang Pers. 

Wartawan Koran Jejak News Ismail Novendra hingga kini tetap saja diproses sebagai tersangka dengan tuduhan pencemaran nama baik dan penghinaan terkait berita yang dimuatnya di koran Jejak News pada (28/8) tahun lalu. 

"Untuk itu kami dengan tegas meminta Kapolri segera mencopot Inspektur Jenderal Polisi Fakhrizal dari jabatan sebagai Kapolda Sumbar," tandas Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia Heintje Mandagie dalam siaran persnya. Kapolda Sumbar, menurut Mandagi, memiliki conflict of interest terkait kasus ini karena ikut disebut dan dikaitkan dalam pemberitaan koran Jejak News yang diliput Ismail Novendra. 

Mandagi juga menegaskan, dalam menangani kasus ini oknum penyidiknya bertindak tidak profesional karena menggunakan pasal pidana penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap sebuah karya jurnalistik yang dihasilkan Ismail Novendra. 

Seharusnya Kapolda bisa memerintahkan penyidik menggunakan pasal-pasal di dalam UU Pers yang mengatur tentang hak jawab, hak koreksi, dan kewajiban koreksi dalam menangani sengketa pemberitaan pers, sehingga korban pemberitaan, dalam hal ini pimpinan PT Bone Mitra Abadi dapat menggunakan hak jawab di koran Jejak News untuk mengklarifikasi kasus yang dituduhkan kepadanya. 

Lebih jauh dikatakan, Kapolda Sumbar tidak mengindahkan sama sekali Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kapolri terkait penanganan pengaduan perkara pemberitaan pers, karena penetapan Ismail Novendra sebagai tersangka pasti diketahui Kapolda karena ada aksi unjuk rasa penolakan keras dari wartawan rekan-rekan sejawat Novendra. 

DPP SPRI menilai, Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kapolri tersebut memang tidak memiliki dasar hukum, terlebih kesepahaman tersebut dibuat antara Kapolri dengan Dewan Pers namun bukan dengan Jaksa Agung. Sehingga pada prakteknya Nota Kesepahaman tersebut tidak berjalan sesuai harapan, dan justeru pada prakteknya wartawan sering dikriminalisasi terkait pemberitaan pers. 

Sementara itu, Dewan Pers sebagai lembaga yang dilahirkan oleh UU Pers dengan tujuan untuk mengembangkan kemerdekaan pers justeru tidak berbuat apa-apa ketika Ismail Novendra terancam dipidana. Surat permohonan bantuan yang dilayangkan Ismail kepada Dewan Pers agar dirinya tidak dipidana terkait pemberitaan hanya dijawab Dewan Pers dengan surat yang berisi penjelasan dan saran. Tidak ada tindakan bantuan dari Dewan Pers untuk menghentikan upaya penyidik Polda Sumbar mempidanakan karya jurnalistik yang dibuat Ismail Novendra, padahal dalam kasus ini kemerdekaan pers jelas-jelas tercederai. 

Bagi SPRI sesunggunya Kapolri tidak perlu membuat Nota Kesepahaman dengan Dewan Pers jika semua penanganan sengketa pers merujuk pada UU Pers karena sudah ada Yurisprudensi putusan tingkat kasasi Mahkamah Agung RI terhadap mantan Pemred Majalah Tempo Bambang Harymurti. Ketika itu Mahkamah Agung memutuskan membebaskan Bambang dengan pertimbangan bahwa UU Pers adalah Lex Spesialis atau aturan khusus di atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Putusan kasasi MA itu juga untuk melindungi kebebasan pers dan tugas-tugas kewartawanan. 

"Mengacu dari keputusan tersebut seharusnya Kapolri dan Jaksa Agung lah yang paling tepat membuat nota kesepahaman agar di kemudian hari tidak terjadi lagi kesalahan yang sama dalam penanganan kasus sengketa pers,  sehingga kemerdekaan pers benar-benar dijamin oleh aparat penegak hukum bukannya Dewan Pers yang selama ini terbukti gagal menegakan kebebasan pers," ujar Mandagi mengusulkan.(Red/Rls)

Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap dua terduga bandar narkoba di Pintu Air Ancol, Jakarta Utara. Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Brigjen Pol Irwanto mengatakan keduanya sudah menjadi incaran petugas sejak lama.

"Kita lakukan penangkapan di daerah Ancol, barang bukti yang kami sita 50 kilo sabu. Tersangka 2 orang, WN Taiwan dan Indonesia," ujar Irwanti di Jakarta, Kamis (15/3).

Dia mengungkapkan, salah satu pelaku mencoba kabur dengan menceburkan diri ke kali Ancol namun berhasil dibekuk. Satu pelaku lagi, kata Irwanto, ditangkap tanpa perlawanan. Keduanya, lanjut dia, mengambil narkoba tersebut dari gedung di Lodan.

"Tadi satu WN Taiwan melarikan diri, kita kejar dan dia lompat ke kali. Kami sempat melepaskan tembakan peringatan, akhirnya dia nyerah. Barang bukti yang kami amankan ada 50 kg sabu," kata Irwanto.

Pihaknya, tutur Irwanto, masih melakukan pengembangan atas kasus tersebut.

"Pengembangan ke penginapan di apartemen Taman Anggrek," tegas dia.| Merdeka.com


Songkhla– Kontingen Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) kembali menambah perolehan medali dalam ajang ASEAN Prison Track and Field Championship (APTFC) 2018 yang berlangsung di Songkhla, Thailand. Sebanyak 25 medali emas, tujuh perak, dan enam perunggu berhasil ditambahkan atlet-atlet petugas Pemasyarakatan kontingen Ditjen PAS yang mewakili Indonesia pada hari ke-3 APTFC 2018, Rabu (14/3).

Kontingen petugas Pemasyarakatan menjadi pemegang medali terbanyak dalam ajang APTFC 2018, disusul dibawahnya Malaysia dengan perolehan medali 10 emas, 22 perak, dan 15 perunggu.

“Dengan atlet paling minim, yaitu sebanyak 19 orang, kontingen Indonesia dapat meraih medali terbanyak,” ungkap Sekretaris Ditjen PAS, Sri Puguh Budi Utami, dengan bangga dan setia mendampingi atlet-atlet petugas Pemasyarakatan Indonesia di ajang APTFC 2018.

Medali kontingen petugas Pemasyarakatan Indonesia diraih dari 5.000m Man diperoleh Feri Fransiskus; Javelin Woman, Rosmita; Long Jump Man, Edi Ariansyah dan Rizki Fernanda; 1.500m Man, Feri Fransiskus; 1.500m Woman, Nuraini; 400m Man, Edi Ariansyah dan Rachmad Putra; 110 Hurdles, Rizki Fernanda dan Poppa Anugerah; Jump Woman, Nova Aprilia; 400m Woman, Laura Yulindasari dan  Nuraini; Javelin Man, M. Natsir dan  Hermawan; 100m Man, Edi Ariansyah dan Rachmad Putra; 100m Woman, Nova Aprilia & Laura Yulindasari; 1600m Medley Woman, Nova Nellya Laura Nuraini; serta 1600m Medley Man, Rizki Hermawan dan Edo Feri.

Pada ajang ini, Edy Eryansyah, atlet Long Jump Man asal Lapas Pangkalpinang  didaulat sebagai atlet putra terbaik APTFC 2018.

“Kuatkan tekad serta tingkatkan prestasi untuk mengharumkan dan menjaga nama baik serta kehormatan bangsa,” ucap Utami seraya memberi semangat kepada para atlet yang bertanding.(Red/Rls)

, ,
Drs. H. Meurah Budiman SH. MH
JAKARTA,(BPN)- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Republik Indonesia (RI) Yasonna Halamongan Laoly melantik serta mengambil sumpah 100 Pejabat Tinggi Pratama, Rabu (15/3/2018).

Salahsatunya yakni Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kumham Gorontalo Drs. H. Meurah Budiman SH. MH, yang juga putra daerah Aceh dengan jabatan baru Kadivpas Kanwil Kumham Aceh menggantikan Kadivpas Edy Hardoyo Bc.IP.

Sedangkan Edy Hardoyo mendapat kepercayaan menjabat kadivpas kanwil kumham Sulawesi Utara menggantikan Kadivpas Drs. Prasetyo Bc.IP. MH yang akan memasuki masa pensiun pada bulan Mei mendatang.

Sebelumnya meurah budiman menjabat Kabid di Kanwil Kumham Aceh yang pada Juli tahun 2017 lalu menkumham melantiknya menjadi Kadivpas Gorontalo pada Rabu (19/7/2017) .

Maret 2018 meurah budiman oleh menkumham kembali melantiknya memimpin divisi pemasyarakatan ke tanah kelahirannya aceh.

Dalam acara pelantikan yang dipimpin lansung menkumham yasonna laoly juga dihadiri Staf khusus menteri, staf menteri bidang, Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantam, Inspektorat Jenderal Aidir Amin dan pejabat tinggi lainnya di lingkungan kemenkumham.

Pergantian dan mutasi jabatan para pejabat tinggi pratama dilingkungan kemenkumham ini sesuai dengan Surat Keputusan Menkumham M.HH-08.KP.03.03. Tahun 2018 tentang pemberhentian dan pengangkatan dari dalam jabatan pimpinan tinggi pratama dilingkungan kemenkumham.(Redaksi)

Banda Aceh - Pemerintah Aceh akan bersama rakyat Aceh dalam mengawal wakaf Baitul Asyi di Arab Saudi. Pemerintah Aceh juga akan menolak apapun upaya yang dilakukan jika bertujuan mengalihkan pengelolaan tanah waqaf asyi kepada pihak lain selain nadhir waqaf.

Penegasan itu disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh, Mulyadi Nurdin, Lc, MH, saat menerima audiensi peserta aksi demonstrasi di kantor gubernur Aceh pada hari Rabu (14/3/2018), terkait rencana investasi BPKH pada tanah waqaf Asyi di Mekkah.

“Gubernur Irwandi Yusuf mengingatkan supaya pengelolaan harta waqaf Baitul Asyi di Arab Saudi tetap harus sesuai dengan ikrar waqaf dari Habib Bugak, yaitu untuk kemaslahatan warga Aceh yang berada di Mekkah, baik dalam rangka naik haji maupun menuntut ilmu,” Jelas Mulyadi Nurdin.

Mulyadi Nurdin Menambahkan, bahwasanya tanah waqaf Baitul Asyi bukan aset pemerintah Aceh dan juga bukan aset Pemerintah Indonesia, akan tetapi langsung berada di bawah manajemen Nadhir waqaf asyi di Arab Saudi, sehingga dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia tidak akan bisa intervensi apapun.

“Bahwa yang berwenang mengelola harta waqaf asyi di Arab Saudi adalah nadhir waqaf yang sudah ditunjuk, tidak boleh dialihkan atau digantikan oleh pihak manapun selamanya,” ujar Mulyadi Nurdin.

Ia menambahkan, bahwa diketahui selama ini nadhir waqaf sudah melakukan investasi pengembangan tanah waqaf asyi bekerjasama dengan beberapa investor di Arab Saudi, sehingga rakyat Aceh mendapat imbalan berupa biaya yang diberikan langsung kepada jamaah haji Aceh setiap tahun.

“Aspirasi yang berkembang di Aceh terkait rencana investasi BPKH di atas tanah waqaf asyi, akan disampaikan kepada nadhir waqaf asyi di Mekkah,” lanjutnya lagi.

 Untuk itu Pemerintah Aceh meminta agar rakyat Aceh tidak perlu khawatir akan keselamatan tanah waqaf Asyi, karena tanah itu berada di bawah hukum Syariat Islam yang diterapkan di Arab Saudi, yang selalu memelihara dan melindungi tanah waqaf sesuai dengan akad yang sudah diikrarkan Habib Bugak Asyi.

Dalam audiensi tersebut, dari pemerintah Aceh turut di hadiri oleh Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Kepala Biro Isra, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh.
(Rill)

Banda Aceh – Bunda Paud Aceh, Darwati A Gani, menerima kunjungan rombongan para hafiz cilik dari Medina Bilingual School di Pendopo Gubernur Aceh, Rabu (14/03/2018). Para hafiz cilik turut didampingi kepala sekolah dan para dewan guru sekolah tersebut,

Darwati mengaku sangat senang dapat bertemu dengan para hafiz cilik yang mampu menghafal Al-Quran sejak usia dini.

“Bunda senang sekali mendengar kalau teman-teman semua sudah bisa menghafal Al-Quran, nanti bunda mau mendengar langsung hafalannya,” ujar Darwati.

Darwati berharap para hafiz cilik nantinya bukan hanya mampu membaca Al-Quran tapi juga memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari – hari.

“Saya juga tidak mau mereka terpaksa dalam menghafal Al-Quran, tapi para guru harus bisa menciptakan suasana agar para murid senang ketika menghafal Quran,” kata Darwati.

Kunjungan ke Pendopo kata Darwati juga merupakan sebuah motivasi bagi para hafiz cilik karena mendapat kesempatan untuk melihat kediaman orang nomor satu di Aceh dan bertemu dengan Bunda Paud Aceh.

Dalam pertemuan tersebut, Para Hafiz cilik diberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan hafalan mereka di depan Bunda Paud Aceh.

Darwati juga tidak lupa untuk mengajak para hafiz cilik untuk berkeliling Pendopo Gubernur untuk melihat suasana di sekitar pendopo.

Kepala Sekolah Medina Billingual School, Nurfazilah sangat berterima kasih pada Bunda Paud karena telah memberikan waktu dan menyempatkan diri untuk bertemu dengan para hafiz cilik dari Medini Billingual School.

Para Hafiz yang masih berumur sekitar 4 tahun kata Nurfazilah sudah mampu menghafal semua surat dalam juz 30. “InsyaAllah nanti pada saat wisuda mereka sudah bisa menghafal satu juz,” kata Nurfazilah.

Selain menghafal Al-Quran, para murid juga dilatih keterampilan lainnya sesuai dengan kemampuan mereka masing – masing. [Rill]

StatusAceh.Net - Terhitung mulai hari ini, Rabu (14/3), biaya administrasi pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) resmi dihapus. Kebijakan ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung terkait gugatan Moh. Noval Ibrohim Salim.

"Iya, mulai hari ini sudah tidak ada biaya pengesahan STNK," jelas Kompol Bayu Pratama Gubunagi, Kasi STNK Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya, saat dikonfirmasi Liputan6.com.

Keputusan penghapusan biaya pengesahan STNK ini tertuang dalam putusan MA Nomor 12 P/HUM/2017, yang mengatur Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Keputusan ini juga sudah berlaku untuk seluruh Indonesia. Jadi, saat perpanjang STNK sudah tidak ada biaya pengesahan STNK," tambah Bayu.

Sebelum resmi dihapus, biaya administrasi pengesahan STNK setiap tahun sebesar Rp 25.000 untuk motor dan Rp 50.000 untuk mobil.

"Sedangkan untuk proses ganti STNK lima tahun tidak dikenakan biaya pengesahan. Tapi kalau biaya STNK baru itu Rp 100.000 untuk roda dua dan Rp 200.000 untuk roda empat," tegasnya.

Dia juga memastikan, penghapusan biaya pengesahan STNK tidak bakal berpengaruh terhadap pelayanan. Pasalnya, pemasukan dari biaya pengesahan STNK ini masuk ke dalam pendapatan negara. Dengan penghapusan biaya pengesahan STNK ini, maka tidak ada lagi pendapatan negara.

Padahal, PNBP itu, 90 persen dikembalikan lagi kegunaannya untuk peningkatan pelayanan publik," ucapnya.| merdeka.com

Ipda Rizal saat penangkapan salahsatu napi LP meulaboh pelaku pembunuhan
StatusAceh.Net- Tidak kurang dari 191 personil anggota Polri di jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Aceh mendapatkan promosi dan mutasi yang dilakukan oleh Kapolda Aceh Irjen Pol Rio S Jambak.

Ini tertuang dalam surat telegram Kapolda Aceh nomor : ST / 172/III/KEP.3./2018 Tanggal: 08-03-2018.

Diantara ratusan personil polri yang mendapatkan mutasi, salahsatunya yakni Ipda Muhammad Rizal Panit 2 Unit 2 Subdit 3 Ditreskrimum Polda Aceh mendapat kepercayaan menjabat Kapolsek Seruwey Polres Aceh Tamiang.

Ipda M. Rizal merupakan salahsatu personil polisi Polda Aceh yang memiliki segudang prestasi dan telah banyak terlibat dalam sejumlah pengungkapan kasus kriminalitas di Aceh.

Kepada redaksi, Ipda Rizal mengungkapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga kepada pimpinannya yang telah memberi kepercayaan untuk memimpin polsek seruwey.

Walau terasa jauh dari keluarga namun Ipda Rizal tidak menjadi penghalang baginya untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya melayani masyarakat.

“ Saya sangat berterimakasih pada bapak kapolda yang memberi kepercayaan pada saya,Insya Allah saya siap ditempatkan dimana saja untuk memberi pelayananan keamanan pada masyarakat walau jauh dengan keluarga “,ungkap ipda rizal yang akrab dikalangan awak media.(Redaksi)

Ketua DPP Lsm  Lemperari Aceh T. Muslem . TA  mantan kombatan yang sering disapa si Buya Hitam bersama ulama, tokoh dan masyarakat 12 desa Kecamatan Tanah Luas tetap sepakat akan berdemo dan memblokir kawasan Cluster III Kabupaten Aceh Utara, Senin (13/3) kemarin.

LHOKSEUMAWE- Selain tidak menggubris adanya ancaman 12 desa akan memblokir kawasan Cluster III di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara PT. PDSI juga menilai jika warga terlalu banyak tuntutan maka perusahaan dan investor enggan melakukan kegiatan di daerah tersebut.

Hal itu diungkapkan Humas PT PDSI di Jakarta Budi Kristianto, Senin (13/3) kemarin, kepada statusaceh.net menggunakan hak jawabnya dan menanggapi adanya ancaman demo 12 desa yang akan memblokir areal Cluster III Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara lantaran dinilai ingkar janji dan belum memenuhi tuntutan kesejahteraan masyarakat lingkungan obvitnas PHE.

Dikatakannya, pihak PT. PDSI juga memiliki perwakilan humas di areal Cluster III Kecamatan Tanah Luas  untuk menjaring berbagai informasi perkembangan seputaran lingkungan obvitnas setempat. Akan tetapi sampai hari ini, pihaknya belum pernah sama sekali menerima informasi sinyalemen seperti adanya ancaman masyarakat dari 12 desa akan berdemo dan memblokir areal Cluster III Kecamatan Tanah Luas.

“Sebagai BUMN kehadiran kami adalah melaksanakan kegiatan operasional sebagai tugas negara untuk kepentingan bangsa. Tentu kita tahu bahwa jika terlalu banyak tuntutan  maka perusahaan ataupun investor enggan melakukan kegiatan di daerah tersebut.  Sebaiknya kita mengedukasi dan mensosialisasikan agar suasana kondusif bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan tentu akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.

Budi mengaku pihaknya juga mengerti apa yang menjadi tuntutan dari masyarakat. Namun bila semua pihak mengkuti proses sejak awal PT. PDSI masuk ke lokasi, jelas bahwa kepentingan masyarakat sekitar tetap menjadi perhatian.

Dimulai sejak courtessy call pihaknya dengan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Utara, Kadinda, Muspika dan tokoh masyarakat setempat.

Budi menjelaskan bahwa kehadiran PDSI juga bermaksud mengajak pemuda dan masyarakat ikut terlibat dalam project yang berlangsung di Kecamatan Lhoksukon.

Kesempatan bagi tenaga kerja skill dan non skill juga dibuka luas dan merata berbasis keadilan. Karena tentu harus memenuhi kualifikasi standard yang ada, sebab ini adalah pekerjaan kategori high risk juga turut menyertakan perusahaan lokal dalam project tersebut.

“ Tentu tidak semua bisa kami gandeng karena keterbatasan bidang garapan juga kualifikasi yg sudah terstandard dan menjadi pedoman regulasi kami. Dalam project ini kami juga tidak mengeksplorasi kekayaan alam di wilayah tersebut. Sejak awal sudah kami jelaskan, ini adalah pekerjaan Plug & Abandont, yaitu menutup sumur di lokasi PHE NSB,” tegasnya.

Sementara  itu, Ketua DPP Lsm  Lemperari Aceh T. Muslem . TA  mantan kombatan yang sering disapa si Buya Hitam kepada statusaceh.net membantah semua keterangan pihak PT PDSI  dinilai telah membohongi public dan terkesan rekayasa yang dibuat agar terkesan mereka telah melakukan hal benar.

Buktinya pasca menjalin kesepakatan damai antara SM Lemperari dan pihak PT. PDSI yang ditengah Kodim 0103/ Aceh Utara, sampai hari ini tuntutan kesejahteraan masyarakat saja belum mampu dipenuhi dan nasib warga lingkungan tetap miskin tak menikmati pembagian CSR atau kesempatan kerja.

Muslem juga menegaskan masyarakat Aceh tidak butuh PT. PDSI atau investor yang datang hanya untuk memperkaya diri dan mengabaikan hak kesejahteraan bagi warga ingkungannya.

“ Untuk apa perusahaan atau investor luar datang ke Aceh, karena mereka ingin mencari keuntungan yang bisa menambah kekayaannya. Tapi tetap saja kalau kesejahteraan masyarakat lingkungan diabaikan maka dimata kami mereka sama saja seperti penjajah Belanda dan tetap akan kami tolak,”  cetusnya.

Muslem menambahkan dalam waktu dekat ini pihaknya bersama warga dari 12 desa akan berdemo dan memblokir kawasan Cluster III Kecamatan Tanah Luas. (jhai)



Teks dan foto



Sepakat Demo Blokir Culster III

Ilustrasi
StatusAceh.Net - Dua kapal jenis pancung dan pompong mengalami tabrakan di Kota Batam Kepulauan Riau, Rabu (14/3). Satu orang dikabarkan tewas.

Kapolsek Belakang Padang AKP Ulil Rahim membenarkan peristiwa yang terjadi di Perairan Tanjung Pinggir Kota Batam tersebut.

Seperti diberitakan Antara, Ulil menjelaskan peristiwa terjadi sekira pukul 09.00 Wib.

Kapal pancung dari arah Belakangpadang menuju Sekupang membawa empat penumpang sedangkan pompong dari arah Tanjunguma tanpa penumpang.

"Seluruh korban sudah dibawa ke RSOB, termasuk yang meninggal," kata dia.

Kasus itu diserahkan kepada Ditpolair Polda Kepri, untuk mengetahui penyebab tabrakan dan sebagainya.

Kini, polisi masih melakukan penyelidikan guna mengetahui penyebab dua kapal kayu tabrakan.

"Penyebabnya belum tahu, nanti disidik Polair. Kami dari Polsek menemani karena korban merupakan warga Belakangpadang," kata dia.

Beberapa hari sebelum insiden tabrakan terjadi, BMKG Hang Nadim Batam sempat mengeluarkan peringatan adanya gelombang tinggi. Untuk itu, para pengguna aktivitas kelautan maupun transportasi lau diminta agar berhati-hati. | Merdeka.com

Banda Aceh - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) saat ini sedang mengincar investasi di tanah wakaf Aceh di Makkah dengan dana haji yang sedang dikelolanya. Kepala BPKH Anggito Abimanyu menyampaikan BPKH sedang menjajaki kemungkinan investasi. 

Menurut Anggito, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ini telah melakukan pembicaraan dengan pemilik tanah wakaf dan pengelolanya.

Terkait rencana investasi yang ingin dilakukan, Ketua MPR
(Mahasiswa Peduli Rakyat) Aceh mengatakan “kami lebih percaya Arab Saudi ketimbang keinginan BPKH, biarlah pengelolaan tanah wakaf aceh itu dikendalikan Arab Saudi  agar tidak bertentangan dengan tujuan dan niat dasar dari Habib Bugak, Anggito jangan mencari-cari celah untuk mencapai tujuannya, silahkan ambil di tempat lain saja investasinya karena kami sudah terlalu sering kecewa dengan kebijakan yang ada di pemerintah pusat sampai hari ini, jangan sampai wakaf ini jadi milik bersama tidak sesuai ikrarnya di masa yang akan datang karena BPKH”

“Siapa rekan aktivis yang disebut anggito abimayu juga harus kita pertanyakan serta pemerintah aceh mana yang ditemuinya untuk pembahasan tersebut, jangan ada yang ditutup-tutupi seperti ada keinginan terselubung di balik rencana ini, jangan sampai wakaf pun dijadikan tempat melabuh kepentingan pihak tertentu, menurut anggito tanah wakaf indonesia di Saudi berjumlah cukup banyak, silahkan di tempat lain saja” tutup Reza.(Rill)


Aceh Utara- Form Keluhan Masyarakat KIP (komisi independen pemilihan) Aceh Utara terkait perekrutan PPS yang sarat nepotisme hanya menjadi kertas pembalut ikan asin, Selasa (13/03/2018).

Protes demi protes yang dikeluhkan masyarakat terhadap perekrutan yang diduga sarat nepotisme dan main beking sejumlah calon anggota PPS tersebut juga tidak di proses oleh pihak KIP.

Junaidi Spd.i  kepada Statusaceh.Net menyebutkan, " Saya sudah mengeluhkan kepada pihak KIP terkait kawan-kawan saya yang lulus seleksi karena di duga main beking dan aparatur Desa yang lulus seleksi akan tetapi respons pihak KIP tidak memuaskan saya dan kertas Form keluhan dari saya mungkin akan jadi pembalut ikan asin atau bawang " ujar jun salahsatu peserta calon PPS yang juga pelapor adanya kecurangan dalam perekrutan PPS di gampong Kubu kec. Sawang.

Terkait KIP Aceh Utara yang dinilai tidak trasparan, Ketua Lembaga Kajian Strategis dan Kebijakan Publik (Lem­kaspa) Safrizal menilai, perekrutan Panitia Pemungutan Suara (PPS) oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Utara tidak profesional.

Safrizal mengatakan, berdasarkan Surat KPU Nomor 315 /KPU / VI / 2016 tertanggal 10 Juni 2016 penyelenggara Pemi­lu harus bekerja penuh waktu, dengan tidak bekerja pada pro­fesi lainnya selama masa keanggotaan.

“Dalam point satu surat tersebut ditegaskan, penyelenggara Pemilu tidak boleh bekerja pada instansi/lembaga lain di luar KPU, baik instansi/lembaga pemerintah, BUMN/BUMD mau­pun instansi/lembaga swasta lainnya,” kata Safrizal.

Sementara itu Komisi Independen Pemilihan (KIP) hingga berita ini dilansir belum mendapatkan konfirmasi terkait keluhan yang disampaikan warga tersebut,walau demikian pihak redaksi akan terus berupaya untuk mendapatkan konfirmasi dari KIP Aceh Utara. (Red/Jun)

,
Aceh Besar – Walaupun kegiatan Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 101 di Wilayah Kodim 0101/BS secara resmi belum di buka, namun pengerjaan Pra TMMD hari ini telah dimulai.

Seperti salah satunya pengerjaaan pembuatan lapangan Volly yang dilaksanakan di Desa Aneuk Glee, Indrapuri, Aceh Besar, Senin (12/03/18).

Terlihat anggota yang tergabung dalam Satuan Penugasan (Satgas) TMMD sedang melakukan pengukuran kembali lokasi pembuatan lapangan bola volly sesuai ukuran yang telah direncanakan.

Komandan Kodim 0101/BS Kolonel Inf Iwan Rosandriyanto, S.IP mengatakan, bahwa pembangunan lapangan bola volly ini dilakukan, karena melihat lapangan yang ada di desa tersebut kondisinya sudah rusak dan akan dialihfungsikan menjadi bangunan Toko Desa.

“Hari ini kami telah mulai pengerjaan pembuatan lapangan bola volly, sehingga diharapkan pengerjaannya dapat cepat terselesaikan,” kata Kolonel Inf Iwan

Dandim menambahkan, rencananya dalam pelaksanaan TMMD nanti, akan dilakukan kegiatan pertandingan antar Kecamatan se Kabupaten Aceh Besar.

“Supaya pelaksanaan TMMD ini lebih ramai, maka kami akan adakan pertandingan antar Kecamatan” pungkas Dandim.(Rill)

,
Aceh Besar – Sebagai salah satu peran yang dilakukan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dalam meningkatkan kesejahteraan para petani di desa binaannya yakni dengan memberikan semangat dan motifasi, sehingga hasil pertanian di desa bisa lebih optimal.

Seperti dilakukan oleh Babinsa Desa Lambada Koramil 01/Seulimeum Serda Sigit Mahyudi meninjau langsung hasil panen cabai di kebun milik Jamal, bertempat di Desa Lambada, Seulimeum, Aceh Besar, Selasa (13/03/18).

Menurut Serda Sigit, peninjauan tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat, sekaligus melihat langsung hasil panen cabai kepada petani di desa binaan.

“Alhamdulillah, hari ini kita telah dapat panen cabai dan hasilnya cukup baik. Oleh karena itu, saya mengajak kepada petani lain, untuk dapat fungsikan lahan kosong miliknya masing-masing, sehingga perekonomian di desa kita bisa lebih meningkat,” ucap Serda Sigit.

Jamal mengaku sangat senang karena adanya bantuan dari Bapak Babinsa yang senantiasa mendampingi dan memberikan semangat kepada petani.

“Kami sangat senang, karena Bapak Babinsa selalu hadir dampingi kami, sehingga kami jadi lebih bersemangat bertani,” kata Jamal.(Rill)

,
Aceh Besar – Bintara Pembina Desa (Babinsa) Desa Keutapang Koramil 04/Lhoong Serda Nova melaksanakan pendampingan memanen padi di lahan sawah milik Ketua Blang Abd. Ali, yang berlokasi di Desa Keutapang, Lhoong, Aceh Besar (13/03/18).

Babinsa bersama petani sangat bersemangat memotong tanaman padi yang sudah masuk masa panen dengan luas panen sekitar 2,5 hektar yang diperkirakan hasil panen padinya sebanyak 1,5 Ton.

“Walau terik matahari sedikit menyengat ditambah lagi rasa gatal, akan tetapi kami tetap semangat untuk mewujudkan swasembada pangan,” ucap Serda Nova.

Komandan Koramil 04/Lhoong Mayor Inf Tri Handayana menyampaikan bahwa, untuk mensukseskan Swasembada Pangan di wilayah, maka peran Babinsa di wilayah binaan sangat penting dengan terus memberi pendampingan kepada petani, sehingga hasil nya mendapat hasil yang maksimal.

“Babinsa kami akan terus terjun ke lokasi dampingi petani panen padi, supaya para petani bisa lebih termotivasi dalam sukseskan Swasembada Pangan,” kata Mayor Inf Tri Handayana.(Rill)

,
Lhokseumawe - Memasuki usianya Ke-72 Tahun Persatuan Istri Prajurit (Persit) dan Ke-54 Dharma Pertiwi, Ketua Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) Koorcab Rem 011 Ny Agus Firman Yusmono melaksanakan anjangsana rombongan di Rumah sakit TNI-AD Kesrem Lhokseumawe, Senin (12/3/2018).

Silaturrahmi anjangsana yang dilakukan Ny Agus Firman Yusmono bersama puluhan anggota persit Kartika Chandra Kirana, para istri prajurit dari tiga matra di TNI Diantaranya Persit Kartika Chandra Kirana (AD), Pia Ardhya Garini (Persit AU) dan Jala Sanastri (Persit AL), selain kepedulian mengunjungi prajurit TNI maupun keluarganya yang sedang mengalami sakit dalam perawatan penyembuhan di Rumah Sakit Kesrem Lhokseumawe, serta mengunjungi ke Rumah istri Alm. Serma Hasanudin.

Selain itu, Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Koorcab Rem 011 Ny Agus Firman Yusmono menyampaikan, dalam memperingati Dirgahayu Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-72 dan Ke-54 Dharma Pertiwi, persit dari tiga matra di jajaran Koorcab Rem 011 melaksanakan anjangsana yang merupakan wujud kepedulian terhadap sesama, termasuk membina hubungan silaturahmi antar anggota persit dan keluarganya, tutur Ketua Koorcab Rem 011.(Laung)

Banda Aceh - Pemerintah Aceh yang diwakili Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Mulyadi Nurdin menghadiri acara Pisah-Sambut Kepala TVRI Stasiun Aceh di Kantor TVRI Aceh di Kawasan Mata Ie, Senin, 12 Maret 2018.

Posisi Kepala TVRI Stasiun Aceh yang sebelumnya dijabat Wisnugroho digantikan Usrin Usman.

“Mewakili Pemerintah Aceh, saya mengucapkan selamat datang kepada Kepala TVRI Stasiun Aceh yang baru, Saudara Usrin Usman, semoga kerjasama harmonis yang telah terjalin antara Pemerintah Aceh dan TVRI Aceh selama ini, bisa terus kita tingkatkan di masa-masa mendatang," ujar Mulyadi Nurdin membacakan sambutan tertulis Gubernur Aceh.

Dalam sambutannya Gubernur juga mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan kepada Kepala TVRI Stasiun Aceh sebelumnya, Wisnugroho.

Gubernur juga menjelaskan sejarah singkat kalahiran TVRI Aceh pada tahun 1977 yang saat itu masih dinamakan Stasiun Produksi (SPK) Keliling Banda Aceh yang merupakan stasiun penunjang.

Setelah beroperasi cukup lama, barulah pada tahun 1993, status SPK Banda Aceh berubah menjadi TVRI Stasiun Aceh.

"Dengan demikian, sudah hampir 25 tahun TVRI stasiun Aceh mengudara di bumi serambi Mekkah Di usia ini, kita bersyukur bahwa TVRI terus menunjukkan menunjukkan kiprahnya di tengah-tengah persaingan ketat dengan sejumlah Stasiun TV yang sudah mulai bermunculan dengan konten lokal di Aceh," ujar Gubernur.

Gubernur juga berharap, TVRI Aceh mampu menjelma menjadi sebuah lembaga penyiaran yang bergengsi dan berkualitas.

"Karena potensi dan peluang TVRI menjadi lembaga penyiaran yang bergengsi sangatlah besar," ujar Gubernur.

Namun, untuk mewujudkan itu, lanjut Gubernur, harus didukung oleh SDM yang semakin ditingkatkan kapasitasnya.

"Barang kali inilah tantangan TVRI Aceh ke depan. Di bawah kepemimpinan Saudara Wisnugroho, upaya
menjadikan TVRI sebagai stasiun penyiaran daerah yang disukai dan dicintai oleh pemirsanya, telah dijalankan dengan baik."

Gubernur berharap, di bawah kepemimpinan Kepala TVRI Stasiun Aceh yang baru, capaian ini bisa dipertahankan, bahkan ditingkatkan.

Gubernur juga mengusulkan beberapa poin agar fungsi dan peran TVRI Aceh lebih optimal di masa mendatang, antara lain, mendorong agar awak TVRI Aceh bekerja lebih independen dan bebas berkreasi mengingat cukup banyak informasi yang bisa dikembangkan di Aceh, termasuk konten lokal yang juga harus diperbanyak dan dikemas dalam suasana yang lebih segar.

"Yang tidak kalah pentingnya juga perbaikan infrastruktur dan manajemen di bidang pemasaran serta promosi. Insya Allah, dengan kerja keras semua pihak, TVRI akan tetap menjadi
stasiun TV yang dicintai dan melekat di hati masyarakat Aceh," ujar Gubernur.

Gubernur juga berharap kemitraan Pemerintah Aceh dan TVRI Stasiun Aceh
bisa ditingkatkan lagi mengingat pentingnya peran TVRI Aceh dalam mensosialisaikan informasi pembangunan Aceh kepada masyarakat.

Pada kesempatan itu Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Mulyadi Nurdin juga menyerahkan cindera mata kepada Kepala TVRI Stasiun Aceh yang lama, Wisnugroho. (Rill)

StatusAceh.Net - Beberapa hari yang lalu, masyarakat Aceh dikejutkan oleh pernyataan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu terkait wacana investasi di lokasi lahan dan aset wakaf Baitul Asyi di Mekkah Al Mukarramah. Partai Nanggroe Aceh (PNA) dalam hal ini menyesalkan pernyataan tersebut. Ini adalah sikap kami sebagai respon atas gelombang penolakan dari rakyat Aceh. PNA akan secara aktif menyuarakan aspirasi masyarakat yang menolak wacana Baitul Asyi untuk dikelola oleh BPKH tersebut. 

Kami menilai informasi Kepala BPKH tersebut masih terlalu prematur untuk disampaikan kepada publik. Harusnya BPKH terlebih dahulu berkomunikasi dengan pihak Nazhir Wakaf Baitul Asyi sebagai pengelola. Apakah dimungkinkan adanya investasi baru pada aset wakaf tersebut? Kalau dibolehkan, bagaimana skemanya. Sepengetahuan kami, pihak Nazhir Wakaf lah yang punya otoritas untuk setuju atau menolak proposal kerjasama yang diajukan pihak ketiga, termasuk BPKH. 

Karena itu wajar kalau kemudian masyarakat Aceh merasa gelisah dan khawatir atas wacana yang dikembangkan oleh BPKH tersebut. Apalagi BPKH adalah lembaga yang baru dibentuk. Belum jelas rekam jejaknya akan seperti apa. Belum lagi, selama ini masyarakat mendengar banyaknya masalah terkait pengelolaan dana haji dibawah Kementerian Agama. Ini berkaitan dengan rendahnya tingkat kepercayaan (trust) masyarakat Aceh pada institusi pusat. Orang Aceh lebih cenderung percaya dan nyaman dengan pihak pengelola (nazhir) selama ini.

Menyahuti aspirasi masyarakat tersebut, PNA akan melakukan upaya advokasi agar pengelolaan aset wakaf Baitul Asyi sesuai dengan harapan rakyat. PNA akan menyampaikan aspirasi tersebut kepada Pemerintah Aceh untuk ditindak lanjuti. Kami yakin Pak Gubernur akan merespon dengan bijaksana. Walaupun otoritas Baitul Asyi ada pada Nazhir Wakaf, Pemerintah Aceh tentu boleh saja menyampaikan masukan sebagai bahan pertimbangan.

Momentum ini, harus dimanfaatkan oleh Pemerintah Aceh untuk secara aktif membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Pertama, dengan pihak BPKH sendiri. Perlu disampaikan reaksi masyarakat. Bagi rakyat Aceh, isu tersebut sangat sensitif. Kedua, dengan Kedutaan Besar Arab Saudi. Selanjutnya dengan pihak Nazhir Wakaf Baitul Asyi, Kementerian Wakaf dan Mahkamah Agung Arab Saudi. 

Hal ini penting untuk memastikan bahwa aset wakaf tersebut tidak akan pernah berpindah tangan. Bila perlu, Pemerintah Aceh mengirim tim ke Saudi. Sekaligus untuk menginventarisir aset wakaf apa saja yang dikelola oleh Baitul Asyi. Hasilnya, sampaikan kepada rakyat secara transparan. 

Dengan demikian, masyarakat  akan merasa tenang terkait status Wakaf Baitul Asyi tersebut. Ini juga bentuk penghargaan kita kepada para Wakif, terutama kepada Habib Abdurrahman Alwi Al Habsyi (Habib Bugak). Beliau telah mewakafkan aset terbaik untuk rakyat Aceh, tugas kita adalah menjaganya dengan cara terbaik pula. Untuk itu, kami dari PNA akan mengawal dan mengadvokasi isu tersebut sampai tuntas.


Banda Aceh, 12 Maret 2018

Samsul Bahri (Tiyong)
Ketua Harian DPP Partai Nanggroe Aceh

StatusAceh.net - Ribuan petani di Aceh menyiapkan 1.000 ton beras hasil panen raya untuk para pengungsi di Suriah. Beras yang telah disiapkan itu rencananya dikirim ke Suriah melalui program Kapal Kemanusiaan Suriah (KKS) yang digagas lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Sebanyak 1.000 ton beras tersebut merupakan hasil panen dari lahan petani Aceh seluas 340 hektare yang melibatkan sekira 5.000 petani lokal. Mereka tersebar di sembilan kabupaten yang ada di Provinsi Aceh yakni Bireuen, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Timur, Meulaboh, Nagan Raya, dan Aceh Barat Daya.

Kepala Cabang ACT Aceh Husaini Ismail mengatakan, persiapan beras KKS yang akan dikirim ke Suriah itu bertepatan dengan hari puncak panen raya di Aceh, dan hal tersebut dinilai sangat membantu para petani terkait kestabilan harga.

Pengepakan beras KKS berlangsung di kawasan Desa Lampuuk, Kabupaten Aceh Besar, Senin (12/3/2018). Kemudian beras dengan kualitas terbaik itu dibeli di atas harga perkiraan sendiri (HPS) yang ditetapkan pemerintah.

"Alhamdulillah, momen KKS ini sangat membantu petani untuk kestabilan harga. Biasanya saat panen, harga gabah turun. Program KKS turut menjaga harga jual gabah pada kisaran yang cukup tinggi, sehingga menguntungkan petani," ungkap Husaini.

Selain itu, sebut dia, keikutsertaan para petani Aceh dalam program Kapal Kemanusiaan Suriah merupakan yang pertama kalinya. Para petani begitu antusias mengirim 1.000 ton beras ke Turki, tempat kapal berlabuh.

"Ikatan sejarah antara Aceh dan Turki cukup kuat, baik dalam hal diplomasi maupun perdagangan dan sosial. Pengiriman beras KKS ini seperti mengulang sejarah. Kakek buyut orang Aceh dulu mengirim lada ke Turki pada zaman Turki Usmani. Generasi sekarang mengirim beras kepada para pengungsi Suriah, baik yang berada di perbatasan Turki-Suriah maupun di Suriah, melalui Turki,” jelasnya.

Lebih lanjut Husaini menuturkan, dari bantuan 1.000 ton beras yang akan dikirim itu menjadi ikhtiar bersama bangsa Indonesia dalam merespons tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Suriah, tepatnya di kawasan Ghouta Timur. Ia menerangkan, di wilayah tersebut sekira 400.000 penduduk sipil yang masih terperangkap dalam zona konflik dan diketahui situasinya semakin mencekam sejak Februari lalu.

"Sementara korban jiwa akibat serangan udara yang intens selama beberapa pekan terakhir telah mencapai lebih dari 900 orang. Hal ini berdasarkan data yang dirilis Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) pada Kamis 8 Maret," ucapnya.

Kapal Kemanusiaan Suriah sendiri bakal berangkat melalui Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada 21 April. KKS rencananya berlabuh di Pelabuhan Mersin, Turki. Sebanyak 1.000 ton beras itu akan diangkut menggunakan 40 kontainer yang tersedia di gudang beras di Aceh.

"Insya Allah 40 kontainer ini akan kami lepas secara resmi pada 18 April nanti menuju Pelabuhan Belawan, Medan. Insya Allah pada 21 April nanti 1.000 ton beras itu siap dilayarkan menuju Turki," pungkasnya. | Okezone

75.000 orang Aceh terbunuh oleh serdadu-serdadu Belanda, terutama oleh Korps Marsose, selama Perang Aceh.
StatusAceh.Net - “Belanda mengirim pasukan Marsose ke Aceh, menewaskan sekitar 75.000 rakyat Aceh atau 15 persen penduduk wilayah itu. Tindakan kekerasan itu diambil untuk mempertahankan stabilitas politik dan keamanan di wilayah Hindia Belanda,” tulis Asvi Warman Adam dalam Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa (2009) dan Soeharto: Sisi Gelap Sejarah Indonesia (2004).

Jumlah korban dalam Perang Aceh (1873-1904) ini melebihi jumlah korban pasukan Raymond Westerling di Sulawesi Selatan, yang disebut-sebut sekitar 40.000 orang.

Angka yang dipakai Asvi ini persis sebagaimana ditulis sejarawan Henk Schulte Nordholt dalam artikel "A Genealogy of Violence" dalam Roots of Violence in Indonesia (2002) suntingan Freek Colombijn & J. Thomas Lindblad. Nordholt memberi contoh bahwa 75.000 orang Aceh terbunuh oleh serdadu-serdadu kolonial Belanda dalam rangka usaha Belanda menguasai Aceh. Sebagian dari mereka terbunuh oleh satuan khusus bernama Marsose.

“Ekspansi kolonial menciptakan kekerasan oleh negara yang hanya sedikit diakui dalam sejarah Belanda,” tulis
Nordholt.

Taksirannya, antara 1871 hingga 1910, sekitar 125.000 orang terbunuh. Angka ini melebihi jumlah penduduk kota Semarang pada 1910. Kira-kira dalam waktu hampir 40 tahun, militer Belanda telah membunuh orang satu kota. Suatu prestasi gila yang mendahului kegilaan Kapten Westerling di Sulawesi Selatan pada masa revolusi.

Selama aksi-aksi tentara Belanda di Aceh, pembantaian di Gayo Alas pada 1904 sudah jadi sorotan. Di situ pula Marsose beraksi.

Letnan Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen adalah komandan dalam ekspedisi pembantaian tersebut. Perwira kelahiran 23 Maret 1863 di Makassar dan tutup usia pada 22 Februari 1930 di Den Haag ini aslinya bukan infanteri alias pasukan jalan kaki. Berdasarkan Encyclopædie van Nederlandsch-Indië 6 (1932), yang disusun oleh Jozias Paulus, G.C.E. van Daleen semula belajar sebagai kadet persenjataan artileri (pasukan meriam) di akademi militer. Perang Aceh membuatnya harus memimpin pasukan Marsose.

Dalam ekspedisi ke Gayo, menurut Paul van ‘t Veer dalam Perang Aceh: Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje (1985), van Daalen membawahi 10 brigade Marsose—sama dengan 200 orang serdadu bawahan—dengan 12 perwira dan diiringi 450 straapan (orang hukuman yang dijadikan kuli).

Ekspedisi itu berakhir pada 24 Juni 1904. Skala korbannya: 2.902 orang Aceh terbunuh, dan 1.159 di antaranya adalah perempuan. Sementara di pihak van Daalen ada 26 orang terbunuh.

Soal orang-orang Gayo yang disatroni Marsose, van ‘t Veer menulis: "Mereka menyambut Marsose dengan mengucapkan ayat-ayat suci dan mengenakan pakaian putih, seakan melambangkan bahwa mereka telah bersiap untuk mati".

Di Kuta Reh, seperti disebut dalam laporan perwira bernama Kempees, van ‘t Veer menulis, “Sebelum serangan dimulai, terdengar bagaimana orang berdoa dan berzikir. Kemudian mulailah pembantaian".

Paul van ‘t Veer tak percaya bahwa van Daalen mengaku mau bertanggung jawab dalam suratnya kepada JB van Heutsz, gubernur militer Aceh sejak 1899, yang lantas jadi gubernur Hindia Belanda setelah menaklukkan Aceh (1904–1909).

Tapi masalahnya, dalam otak Van Daalen, kekerasan serta kekejaman adalah sebuah sistem. Bagi van Daalen, kekerasan karena kecerobohan, main gampangan, atau sadisme sangatlah dibencinya.

“Kekejaman yang 'tidak disengaja', baginya, menjadi kejahatan yang paling besar,” tulis van ‘t Veer. Kasarannya, van Daalen memaklumi kekerasan dan kekejaman selama itu bagian dari sistem.

“Pembunuhan besar-besaran yang tiada taranya. Foto-fotonya enam puluh tahun sesudah peristiwa tak mungkin dilihat tanpa merasa ngeri. [...] Van Daalen, yang sama sekali tidak merasa malu atas tindakannya, justru bangga atas keberhasilannya,” tulis van t'Veer dalam Perang Aceh.

Parade Pembantaian
Namun, meski van Heutsz telah menaklukkan seluruh wilayah Aceh pada 1904, dan ia sendiri diangkat ke Batavia untuk menduduki sebagai sang gubernur Hindia Belanda, perang gerilya dalam skala kecil masih sering terjadi.

Teuku Ibrahim Alfian dalam Perang di Jalan Allah: Perang Aceh, 1873-1912 (1987) menulis bahwa Letnan Kolonel Swart, gubernur sipil dan militer yang baru di Aceh, menugaskan dua opsir marsose, Kapten Christoffel dan Kapten Scheepens. Keduanya dikenal memahami seluk-beluk Aceh, dan diminta pergi ke daerah Lhoksukon (kini bagian Aceh Utara) untuk menghabisi "barisan-barisan muslimin." Begitulah, catat Alfian, sebanyak 137 orang Aceh dibunuh pada paruh kedua 1908.

Dalam sejarah Marsose dan Perang Aceh, Hans Christoffel adalah sosok menarik. “Hans Christoffel (tadinya berpangkat bintara dengan NRP 22174) adalah seorang kelahiran Swiss. Ia seorang yang berwatak sangat keras dan kejam tak mengenal ampun,” tulis Henri Carel Zentgraaff dalam Aceh (1983).

Kapten Hans Christoffel adalah seorang pencari jejak yang tekun dan pawang hutan yang ulung. Tiga tahun setelah ekspedisi Gayo Alas, pada 1907, ia memimpin pasukan Marsose untuk menyergap Sisingamangaraja XII di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Paul van ‘t Veer juga mencatat cerita Letkol Swart mengenai Kapten Christoffel, yang mendapat perintah pada 1907 untuk mematahkan perlawanan di Keureuto dan sekitarnya (kini bagian dari Aceh Utara).

Swart berkata kepada si kapten: “Kau usahakan pemberontakan berakhir di bagian ini, dan dalam hal ini kau boleh bertindak keras sekali.”

“Bereslah,“ kata Christoffel. Ucapan beres, dalam catatan Zentgraaff , berarti tindakan "kekerasan yang teramat sangat, yang dilakukan secara sistematis." Pendeknya, sebuaha parade pembantaian.

Cerita lain yang dicatat van ‘t Veer ketika Christoffel harus mengakhiri aksi pembongkaran rel kereta api yang dilakukan orang-orang Aceh.

"Malam-malam ia memeriksa rumah-rumah kampung sepanjang jalan kereta api. Bila sang suami tak di rumah, pintunya diberi tanda silang dengan kapur," tulis van ‘t Veer. Esoknya, pagi-pagi buta, rumah-rumah itu disatroni lagi. Jika si suami tak bisa memberi keterangan memuaskan soal apa yang dilakukannya pada malam hari, Christoffel dan pasukannya tak segan mencabut nyawa mereka.

Selain orang-orang Aceh, orang-orang Jawa juga jadi korban pada pengujung Perang Aceh.

Orang-orang ini bukan serdadu-serdadu KNIL rendahan atau Marsose. Mereka adalah straapan alias orang-orang hukuman, yang dipasung dengan rantai, dan dijadikan kuli. Biasanya mereka bekas kriminal dan dikirim ke Perang Aceh bukan kemauan mereka sendiri.

“Dua puluh lima ribu orang Jawa menjalani hukuman kerja paksa di Aceh dalam keadaan yang demikian kejam sehingga merekalah yang paling banyak menjadi korban,” tulis sejarawan Jean Gelman Taylor dalam "Aceh, Narasi Foto, 1873-1930" dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia (2008). 

Baca di Sumber
loading...

Contact Form

Name

Email *

Message *

StatusAceh.Net. Theme images by i-bob. Powered by Blogger.