Foto: Getty Images/Matthias Hangst |
Sport - Real Madrid berhasil meraih undecima, atau trofi ke-11, Liga Champions
UEFA. Pada Minggu (29/5) dinihari WIB, skuat besutan Zinedine Zidane
tersebut berhasil menaklukkan Atletico Madrid lewat adu penalti yang
berakhir 5-3. Skor sendiri bertahan 1-1 hingga 120 menit.
Real Madrid unggul lebih dulu lewat gol Sergio Ramos pada menit ke-15. Atletico baru mampu menyamakan kedudukan melalui gol Yannick Carrasco pada menit ke-79. Atletico sebenarnya bisa membalas lebih dini andai tendangan penalti Antoine Griezmann pada menit ke-47 tak membentur mistar gawang.
Keberhasilan Real Madrid menjuarai Liga Champions musim ini tak lepas dari keberhasilan mereka membuat Atletico keluar dari pakem bermainnya. Dengan Atletico tak bermain dengan strategi yang biasa mereka terapkan, skema serangan mereka tak berjalan dengan baik.
Real Madrid Membiarkan Atletico Menguasai Bola Setelah Unggul
Sebelum pertandingan ini digelar, yang terbayang adalah Atletico akan berusaha mengincar gol cepat, lalu kemudian memfokuskan lini pertahanan di sisa pertandingan. Skema ini sudah sering mereka lakukan, FC Barcelona dan FC Bayern Munich menjadi korban akan keberhasilan strategi ini.
Namun yang terlihat melakukan strategi ini justru Real Madrid. Sebelum Sergio Ramos mencetak gol pada menit ke-15, Real Madrid begitu dominan dalam penguasaan bola. Whoscored mencatatkan pada 15 menit pertama, Real Madrid unggul penguasaan bola 62% berbanding 38%.
Apa yang tersaji pada 15 menit pertama memang seperti yang sudah diprediksi. Real Madrid dominan, Atleti menjaga kedalaman sambil menunggu momen untuk melancarkan serangan balik. Akurasi operan Real Madrid mencapai 82%, sementara Atleti hanya 58%.
Kemudian datanglah pelanggaran yang melahirkan bola mati untuk Real Madrid. Dari situ, Toni Kroos sebagai eksekutor, melepaskan umpan silang ke dalam kotak penalti dari kanan pertahanan Atleti. Gareth Bale yang menjadi target pertama, melakukan flick on untuk meneruskan bola ke mulut gawang. Dari situlah Ramos menyambut bola untuk menaklukkan kiper Atleti, Jan Oblak.
Dari skema gol ini, terlihat Atleti lemah dalam antisipasi umpan silang. Sebelumnya, 11 dari 19 gol yang bersarang di gawang Atleti ketika mengalami kekalahan tercipta karena gagal mengantisipasi umpan silang. Hal ini kembali terjadi ketika menghadapi Real Madrid kali ini.
Setelah gol tersebut, Real Madrid langsung mengubah gaya permainan mereka. Mereka tak buru-buru mengirimkan bola ke sepertiga akhir. Bola lebih sering digulirkan di tengah lapangan untuk memancing garis pertahanan Atletico agar lebih naik.
Real Madrid unggul lebih dulu lewat gol Sergio Ramos pada menit ke-15. Atletico baru mampu menyamakan kedudukan melalui gol Yannick Carrasco pada menit ke-79. Atletico sebenarnya bisa membalas lebih dini andai tendangan penalti Antoine Griezmann pada menit ke-47 tak membentur mistar gawang.
Keberhasilan Real Madrid menjuarai Liga Champions musim ini tak lepas dari keberhasilan mereka membuat Atletico keluar dari pakem bermainnya. Dengan Atletico tak bermain dengan strategi yang biasa mereka terapkan, skema serangan mereka tak berjalan dengan baik.
Real Madrid Membiarkan Atletico Menguasai Bola Setelah Unggul
Sebelum pertandingan ini digelar, yang terbayang adalah Atletico akan berusaha mengincar gol cepat, lalu kemudian memfokuskan lini pertahanan di sisa pertandingan. Skema ini sudah sering mereka lakukan, FC Barcelona dan FC Bayern Munich menjadi korban akan keberhasilan strategi ini.
Namun yang terlihat melakukan strategi ini justru Real Madrid. Sebelum Sergio Ramos mencetak gol pada menit ke-15, Real Madrid begitu dominan dalam penguasaan bola. Whoscored mencatatkan pada 15 menit pertama, Real Madrid unggul penguasaan bola 62% berbanding 38%.
Apa yang tersaji pada 15 menit pertama memang seperti yang sudah diprediksi. Real Madrid dominan, Atleti menjaga kedalaman sambil menunggu momen untuk melancarkan serangan balik. Akurasi operan Real Madrid mencapai 82%, sementara Atleti hanya 58%.
Kemudian datanglah pelanggaran yang melahirkan bola mati untuk Real Madrid. Dari situ, Toni Kroos sebagai eksekutor, melepaskan umpan silang ke dalam kotak penalti dari kanan pertahanan Atleti. Gareth Bale yang menjadi target pertama, melakukan flick on untuk meneruskan bola ke mulut gawang. Dari situlah Ramos menyambut bola untuk menaklukkan kiper Atleti, Jan Oblak.
Dari skema gol ini, terlihat Atleti lemah dalam antisipasi umpan silang. Sebelumnya, 11 dari 19 gol yang bersarang di gawang Atleti ketika mengalami kekalahan tercipta karena gagal mengantisipasi umpan silang. Hal ini kembali terjadi ketika menghadapi Real Madrid kali ini.
Setelah gol tersebut, Real Madrid langsung mengubah gaya permainan mereka. Mereka tak buru-buru mengirimkan bola ke sepertiga akhir. Bola lebih sering digulirkan di tengah lapangan untuk memancing garis pertahanan Atletico agar lebih naik.
|
Gambar 1 - Grafis operan Real Madrid babak pertama, dominan di tengah – sumber: Squawka
Real Madrid langsung mengatur tempo setelah unggul. Saat menguasai bola,
Bale dkk. tak langsung melancarkan serangan cepat lewat kedua sayap
seperti yang sudah menjadi ciri khas Real Madrid musim ini.
Lini tengah Real Madrid yang dihuni Toni Kroos, Luka Modric, dan Casemiro, bergantian memindahkan bola di lapangan tengah sebelum menemukan momentum untuk melepaskan umpan terobosan atau umpan jauh ke belakang garis pertahanan Atleti yang naik.
Sementara saat tak menguasai bola, Real Madrid tak seperti 15 menit pertama yang langsung memberikan gangguan pada pemain Atleti yang menguasai bola. Para pemain Real Madrid lebih sabar untuk merebut bola ketika bola belum memasuki sepertiga pertahanan Real Madrid. Jika bola masih berada di tengah lapangan, para pemain Real Madrid cenderung tak melakukan pressing agresif.
Lini tengah Real Madrid yang dihuni Toni Kroos, Luka Modric, dan Casemiro, bergantian memindahkan bola di lapangan tengah sebelum menemukan momentum untuk melepaskan umpan terobosan atau umpan jauh ke belakang garis pertahanan Atleti yang naik.
Sementara saat tak menguasai bola, Real Madrid tak seperti 15 menit pertama yang langsung memberikan gangguan pada pemain Atleti yang menguasai bola. Para pemain Real Madrid lebih sabar untuk merebut bola ketika bola belum memasuki sepertiga pertahanan Real Madrid. Jika bola masih berada di tengah lapangan, para pemain Real Madrid cenderung tak melakukan pressing agresif.
|
Gambar 2 - Salah satu situasi yang memperlihatkan bentuk pertahanan Real Madrid
Pada gambar di atas terlihat para pemain Real Madrid tak memberikan tekanan pada pemain Atleti yang hendak masuk ke lini pertahanan Real Madrid. Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema tetap pada posnya masing-masing, yang sebenarnya melahirkan jarak atau celah bagi Atleti. Sementara itu Modric-Kroos-Casemiro bermain merapat mengikuti para pemain Atleti yang bisa menjadi opsi operan.
Karenanya setelah 15 menit pertama, Atleti balik menguasai jalannya pertandingan. Real Madrid yang asalnya unggul penguasaan bola hingga 62%, menjadi hanya 42% saja di 30 menit terakhir babak pertama. Bahkan karena skema ini terus berlangsung hingga akhir babak tambahan 2x15 menit, Atleti unggul penguasaan bola 52% berbanding 48% di akhir pertandingan.
Atleti unggul penguasaan bola jelas tidak lazim. Saat menang 1-0 atas Bayern Munich, Atleti hanya menguasai 29% penguasaan bola. Sementara saat menjungalkan Barcelona dengan skor 2-0, Atleti hanya memiliki 30% penguasaan bola.
Karenanya, dengan gaya bermain yang berubah, Atleti cukup kesulitan mendapatkan peluang yang ideal. Memang, Atleti mencatatkan 17 tembakan pada laga ini. Namun nyatanya, jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan Real Madrid, yang mengatur tempo pertandingan, dengan total 25 tembakan.
Masuknya Carrasco Mengubah Dimensi Serangan Atletico Madrid
Saat tertinggal 1-0 pada babak pertama, pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone, langsung mengubah strategi usai turun minum. Memulai babak kedua, Augusto Fernandez digantikan Yannick Carrasco. Formasi dasarnya tetap menggunakan 4-4-2, namun Koke Resureccion yang pada babak pertama bermain di sisi kiri, berpindah ke tengah. Carrasco mengisi pos sayap kiri.
Sejak awal, sisi kiri, atau kanan pertahanan Real Madrid, menjadi area yang hendak dieksploitasi Simeone. Saul Niguez, yang bermain di sayap kanan, bahkan jarang dilibatkan dalam serangan Atletico. Dalam 120 menit, Saul hanya melepaskan 35 operan (Koke 107 operan dan Gabi 114 operan dalam 120 menit, Augusto Fernandez 36 operan dalam 45 menit).
|
Gambar 3 - Grafis operan Saul Niguez selama 120 menit bermain – sumber: Squawka
Hadirnya Carrasco membuat sisi kiri Atletico Madrid menjadi lebih hidup. Keunggulan pemain asal Belgia ini adalah kecepatan dan kemampuan penguasaan bola, serta melewati lawan. Tercatat, Carrasco menjadi pemain dengan keberhasilan melewati lawan terbanyak pada laga ini sebanyak enam kali dari 10 kali percobaan (Ronaldo dan Bale hanya tiga kali).
Namun sisi kanan pertahanan Real Madrid yang diincar Atleti ternyata sulit untuk ditaklukkan. Dani Carvajal, yang menempati pos bek kanan Real Madrid, memang kewalahan hingga akhirnya ia mengalami cedera dan digantikan Danilo. Namun dengan 11 off target dari 17 tembakan yang dilepaskan Atleti, hal ini menjadi keberhasilan Real Madrid meredam serangan Atleti ke sisi kanan Real Madrid.
Gol Atleti yang dicetak Carrasco sendiri justru lahir lewat sisi kiri pertahanan Real Madrid. Juanfran berhasil mencuri celah di belakang area bek kiri Real Madrid, Marcelo, untuk bisa melepaskan umpan silang dengan leluasa. Di sanalah Carrasco yang dijaga Lucas Vazquez menyambut bola untuk menyamakan kedudukan.
|
Gambar 4 - Situasi sebelum terjadinya gol penyama kedudukan Atleti
Sebelum terjadinya gol, Juanfran yang melakukan overlap berhasil memancing Marcelo untuk naik. Juanfran lantas memberikan bola pada Gabi. Dengan cerdik, kapten Atleti tersebut mengembalikan bola pada Juanfran yang berlari ke area di belakang Saul. Marcelo, terlambat menutup area tersebut.
Situasi ini membuat Sergio Ramos yang harusnya berada di mulut gawang dan mengantisipasi umpan silang, bergeser untuk menutup Juanfran. Namun ia terlambat, dan Juanfran dengan cepat mengirimkan bola pada Carrasco yang dengan kecepatannya menaklukkan Danilo.
Sisi kiri, yang sebenarnya menjadi kelemahan Real Madrid, memang tidak terlalu tereksploitasi oleh Atleti. Dari 29 umpan silang yang dilepaskan Atleti pada laga ini, hanya delapan yang bersumber dari sisi kiri pertahanan Real Madrid.
Ketika skor 1-1, sebenarnya Atleti cukup unggul perihal stamina para pemainnya. Hal ini diindikasikan dengan sejumlah pemain Real Madrid yang mulai mengalami cedera atau kram, termasuk Bale, Ronaldo, dan Modric. Sementara pergantian pemain sudah dihabiskan Zidane kala memasukkan Danilo, Isco, dan Vazquez untuk menggantikan Carvajal, Kroos, dan Benzema.
Kelelahannya para pemain Real Madrid tentunya karena gaya permainan yang berbeda dari biasanya. Ronaldo terlihat sering berada di dekat area kotak penalti pertahanan Real Madrid untuk melakukan track-back. Sementara ia juga harus menjadi inisiator serangan balik bersama Bale.
Atleti unggul dalam pergantian pemain karena dalam 90 menit baru memasukkan satu pemain, Carrasco. Hanya saja hal ini tak bisa dimanfaatkan oleh Simeone. Memasukkan Lucas Hernandez dan Thomas Partey tak mengubah skema permainan Atleti. Hal ini juga diakibatkan oleh gaya permainan Real Madrid yang memang masih memfokuskan lini pertahanan sambil sesekali melancarkan serangan balik.
Banyak Hal yang Tidak Biasa dan Pertandingan yang Ditentukan oleh Mentalitas di Adu Penalti
Anda mungkin akan merasa asing membaca kalimat berikut ini: Atletico Madrid memang mendominasi pertandingan. Namun, mendominasi saja tidak cukup. Efektivitas serangan tentunya hal yang harus diutamakan. Dan Real Madrid, meski dicap bermain buruk, berhasil melepaskan 25 tembakan (lebih banyak dari Atleti), dan mampu bertahan hingga akhirnya menang lewat adu penalti.
Sementara di babak adu penalti sendiri lebih ditentukan oleh mental alih-alih tehnik. Cristiano Ronaldo menunjukkannya sebagai penendang kelima. Ia yang, bisa dibilang, bermain tidak terlalu baik sepanjang 120 menit, mampu menceploskan bola dengan tenang. CR7 masih bisa membuktikan bahwa ia adalah tipikal pemain bermental juara.
Kemudian dari sisi psikologis, ada hal yang disayangkan dari aksi Jan Oblak di babak adu penalti. Ia terlihat selalu menunggu dan terlambat bergerak, bahkan seperti sedang mengincar jika ada pemain Madrid yang tendangannya ke arah tengah gawang. Ia seperti pohon setelah dua jam bermain dinamis.
Hal ini bukan hal sembarang, karena aksinya memengaruhi mental para penendang Atletico sekaligus para penendang Real yang menjadi lebih tenang.
Satu hal yang unik sebelum penalti, cara yang dilakukan Real Madrid ini identik dengan apa yang sering dilakukan Atletico Madrid bersama Simeone. Zidane terbukti banyak belajar dari kekalahan Real dari Atleti di La Liga. Ia memilih untuk tidak bermain seperti Barca, Bayern, bahkan gaya Real Madrid sendiri. Zidane memilih untuk meniru apa yang dilakukan Atleti, dan itu berhasil mengantarkan undecima bagi Real Madrid.
Zidane membuktikan bahwa pemilihan strategi yang tepat, betapa negatifnya strategi tersebut akan dinilai oleh banyak orang, adalah hal yang lebih penting daripada permainan itu sendiri. Untuk sebuah pertandingan final, pendekatan Zidane terbukti sangat jenius.
====
*dianalisis oleh @panditfootball, profil lihat di sini
Detik.com
loading...
Post a Comment