Banda Aceh – Gubernur Aceh, dr. H. Zaini Abdullah, menyebutkan peran bidan sangat dibutukan oleh masyarakat Aceh. Tenaga bidan yang hampir merata hingga ke pelosok, kata gubernur, sangat membantu memberikan pelayanan yang maksimal kepada ibu dan bayi.
“Mereka (bidan) adalah tenaga professional yang punya kewenangan untuk memberikan pelayanankesehatan khususnya reproduksi kepada masyarakat,” ujar gubernur saat pembukaan Musyawarah Daerah Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Aceh ke IX, di Hotel Grand Nanggroe, Sabtu (28/05).
Bidan, kata gubernur punya peran besar dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Hal itu dibuktikan dari riset kesehatan dasar, yaitu sebanyak 75 persen persalinan, 85 persen kunjungan masa kehamilan dan 80 persen pelayanan keluarga berencana dilakukan oleh bidan. “Permintaan masyarakat terhadap peran aktif bidan dalam pelayanan kesehatan terus meningkat,” ujar Gubernur Zaini.
Sampai tahun 2014 lalu, tercatat bidan di Aceh berjumlah 10.371 orang. Jika dirasiokan, sekitar 211,4 bidan per 100 ribu penduduk. Jumlah itu dua kali lipat dari rasio bidan nasional sebagaimana standar yang ditetapkan WHO, yaitu 100 bidan per 100 ribu penduduk.
Angka itu membuktikan bahwa kompetisi bidan di Aceh cukup tinggi. Dengan persaingan itu, kompetisi untuk meningkatkan kualitas kerja juga harus terus ditingkatkan. Kualitas itu dapat dilihat dari berkurangnya angka kematian ibu dan bayi. Hasilnya cukup menggembirakan. Terbukti angka kematian bayi menurun dari 15/1000 yang lahir hidup pada tahun 2014 mennjadi 12/1000 lahir hidup pada tahun lalu.
Angka kematian anak balita juga turun dari 17/1000 menjadi 13/1000. Sementara anga kematian ibu turun dari 161/100.000 pada 2014 menjadi 135/100.000 di tahun 2015. Meski demikian, guburnur meminta para bidan terus meningkatkan pelayanan sehingga angka kematian bayi dan ibu bisa terus berkurang.
Sementara itu, Hj. Suriaty Mahmud, SKM, menyebutkan, pertumbuhan bidan di Aceh terus meningkat. Jika di tahun 2013 tercatat hanya ada 13 ribu bidan maka di tahun 2016 bidan di Aceh bertambah menjadi 16 orang. Sebanyak 14 ribu di antaranya tergabung dalam organisasi Ikatan Bidan Indonesia.
Bidan, kata Suriaty adalah garda terdepan yang punya posisi strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak. “Bidan adalah tenaga kesehatan profesional yang bekerja sebagai mitra masyarakat,” ujar Suriaty.
Ikadan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Aceh, kata Suryati melaksanakan program Bidan Delima di enam kabupaten kota, yaitu Aceh Barat, Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Utara, Bireun dan Lhokseumawe. Bidan Delima adalah salah satu program IBI untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan. “Ke depan kita akan kembangkan Bidan Delima ini. Ini program yang sangat menjanjikan sehingga kita dapat meningkatkan kesehatan perempuan dan menimalkan angka kematian ibu dan bayi.”
Ketua IBI Pusat, DR. Emi Nurjasmi, M.Kes, menyebutkan maasalah utama di Indonesia adalah tingginya kematian bayi dan ibu di indonesia. Ia melihat, kebijakan pemerintah menempatkan bidan di tiap desa sudah sangat tepat.
“Tentu para bidan butuh dukungan untuk bekerja secara profesional. Kerjasama yang baik antar bidan dengan pemerintah mudah-mudahan dukungan ini terus bisa ditingkatkan,” ujar Emi. Di tambah lagi dengan program Bidan Delima yang sudah diiimplemntasi di 26 provinsi. Di Aceh sendiri, pada hari itu dilantik 30 Bidan Delima lain. “Bidan Delima harus jadi model praktek profesional bidan. Mereka harus mampu memberikan pelayanan berkualitas.”
Emi mengatakan, pihaknya terus berupaya berkomunikasi dengan Kementerian Kesetan dan Menpan untuk mewujudkan kejelasan status bagi Bidan Tidak Tetap yang sudah bertugas belasan tahun di Indonesia. “Tahun ini ada penerimaan CPNS yang diprioritoas bagi bidan, dokter dan dokter gigi PTT. Mereka butuh kejelasan status. Mereka telah mengabdi puluhan tahun.” (Rill)
loading...
Post a Comment