Banda Aceh - Gubernur terpilih Aceh, Irwandi Yusuf, menekankan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe harus mengutamakan kepentingan Aceh. Selama ini hasil Arun belum maksimal untuk Aceh.
Penekanan Irwandi tersebut diutarakan oleh Tim Transisi RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Irwandi-Nova, Zulfan, saat berbicara dalam Focuss Group Discussiin (FGD) tentang “Memaksimalkan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe (Kekal) untuk Keberlangsungan Generasi Aceh,” di Koetaradja Amazing mes Aceh, Jakarta, Kamis (15/6).
Menurut Zulfan, Gubernur terpilih telah melakukan serangkaian pertemuan dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya. “Pak Irwandi menginginkan agar Aceh memperoleh mayoritas,” kata Zulfan.
Menyinggung tentang proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus yang diusahakan oleh Pemerintahan Zaini Abdullah, Zulfan mengatakan, sangat dihormati.
FGD KEK diselenggarakan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh Jakarta (IMPAS) dengan narasumber Muhammad Abdullah (Wakil Ketua Tim Percepatan Pembangunan KEK Aceh), Nurdin (Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Hukum), Fuad Buchari (Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Migas), Fathurrahman Anwar (Penasehat Khusus Gubernur Bidang Ekonomo Pembangunan) dan Heri Mauliza (Ketua IMPAS), moderator Erlanda Juliansyah P (Tenaga Ahli Anggota DPR RI).
Muhammad Abdullah menyatakan, PP KEK harus dilakukan revisi agar Aceh menjadi pengelola kawasan tersebut. “Sementara di PP No 5 tersebut, pengusul dan pengelolanya adalah konsorsium BUMN yang dipimpin oleh Pertamina. Pemerintah Aceh hanya tukang stempel saja,” ujar Muhammad Abdullah.
Menurut Muhammad Abdullah, kelak aset bekas Arun akan berada dalam pengelolaan Pertaminan selamanya, dan inilah yang mereka inginkan. “Tapi kita Pemerintah Aceh tidak mau. Pemerintah Aceh yang harus mengelolanya, karena itu aset Arun yang ada di Aceh,” tambah Muhammad Abdullah yang lama bekerja di perusahaan migas ExxonMobil.
Penekanan agar Aceh sebagai pengelola KEK juga ditegaskan oleh Nurdin (Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Hukum), Fuad Buchari (Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Migas), Fathurrahman Anwar (Penasehat Khusus Gubernur Bidang Ekonomo Pembangunan).
Fuad Buchari mengatakan, fasilitas yang tersedia di kawasan Arun sudah tersedia semua. Kalaupun dibangun KEK, tidak butuh biaya banyak lagi. “Jadi kenapa harus dilepas? Ini adalah modal awal KEK,” katanya.
Fathurrahman Anwar menyebutkan, Aceh punya kewenangan untuk mengelola KEK sesuai pasal 163 UU Pemerintahan Aceh. “Awalnya Aceh menginginkan hak mengelola aset bekas kilang LNG Arun. Tapi kemudian disodorkan konsep KEK yang di dalamnya termasuk aset kilang Arun yang diinginkan Aceh. Kalau kemudian KEK dikelola oleh konsorsium BUMN yang dipimpin Pertamina, maka hak mengelola aset Arun lepas dari Aceh selamanya,” ujarnya.
Terhadap rencana pengelolaan KEK oleh Pemerintah Aceh, memperoleh pandangan beragam dari peserta FGD. Salahuddin Alfata, mantan Dirut PDPA berpendapat tidak perlu siapa pengelolanya, yang penting kemanfaatan dari KEK tersebut. “Jangan sampai, Arun jadi besi tua, karena kita asyik mempertengkarkan kepemilikan. Saya punya pengalaman soal AAF yang akhirnya jadi besi tua,” kata Salahuddin Alfata yang juga pernah memimpin Forum Perjuangan Keadilan Rakyat Aceh (Fopkra).
Juga dipertanyakan butir-butir draf revisi PP KEK tersebut. “Kita belum tahu revisi seperti apa yang diharapkan dalam PP itu,” kata Nasri Zarman SE MM.
Bekas Dirut PDPA lainnya, T Zulkarnain Yusuf mengingatkan agar Aceh benar-benar memanfaatkan momentum KEK ini. “Laksanakan saja dulu apa yang ada di PP. Jangan sampai kosong lagi,” kata Zulkarnain Yusuf yang dalam kesempatan itu menyinggung sebab-sebab gagalnya rencana investasi pengusaha Ibrahim Risjad dalam proyek regasifikasi Aceh.(Serambinews.com)
Penekanan Irwandi tersebut diutarakan oleh Tim Transisi RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Irwandi-Nova, Zulfan, saat berbicara dalam Focuss Group Discussiin (FGD) tentang “Memaksimalkan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe (Kekal) untuk Keberlangsungan Generasi Aceh,” di Koetaradja Amazing mes Aceh, Jakarta, Kamis (15/6).
Menurut Zulfan, Gubernur terpilih telah melakukan serangkaian pertemuan dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya. “Pak Irwandi menginginkan agar Aceh memperoleh mayoritas,” kata Zulfan.
Menyinggung tentang proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus yang diusahakan oleh Pemerintahan Zaini Abdullah, Zulfan mengatakan, sangat dihormati.
FGD KEK diselenggarakan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Aceh Jakarta (IMPAS) dengan narasumber Muhammad Abdullah (Wakil Ketua Tim Percepatan Pembangunan KEK Aceh), Nurdin (Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Hukum), Fuad Buchari (Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Migas), Fathurrahman Anwar (Penasehat Khusus Gubernur Bidang Ekonomo Pembangunan) dan Heri Mauliza (Ketua IMPAS), moderator Erlanda Juliansyah P (Tenaga Ahli Anggota DPR RI).
Muhammad Abdullah menyatakan, PP KEK harus dilakukan revisi agar Aceh menjadi pengelola kawasan tersebut. “Sementara di PP No 5 tersebut, pengusul dan pengelolanya adalah konsorsium BUMN yang dipimpin oleh Pertamina. Pemerintah Aceh hanya tukang stempel saja,” ujar Muhammad Abdullah.
Menurut Muhammad Abdullah, kelak aset bekas Arun akan berada dalam pengelolaan Pertaminan selamanya, dan inilah yang mereka inginkan. “Tapi kita Pemerintah Aceh tidak mau. Pemerintah Aceh yang harus mengelolanya, karena itu aset Arun yang ada di Aceh,” tambah Muhammad Abdullah yang lama bekerja di perusahaan migas ExxonMobil.
Penekanan agar Aceh sebagai pengelola KEK juga ditegaskan oleh Nurdin (Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Hukum), Fuad Buchari (Penasehat Khusus Gubernur Aceh Bidang Migas), Fathurrahman Anwar (Penasehat Khusus Gubernur Bidang Ekonomo Pembangunan).
Fuad Buchari mengatakan, fasilitas yang tersedia di kawasan Arun sudah tersedia semua. Kalaupun dibangun KEK, tidak butuh biaya banyak lagi. “Jadi kenapa harus dilepas? Ini adalah modal awal KEK,” katanya.
Fathurrahman Anwar menyebutkan, Aceh punya kewenangan untuk mengelola KEK sesuai pasal 163 UU Pemerintahan Aceh. “Awalnya Aceh menginginkan hak mengelola aset bekas kilang LNG Arun. Tapi kemudian disodorkan konsep KEK yang di dalamnya termasuk aset kilang Arun yang diinginkan Aceh. Kalau kemudian KEK dikelola oleh konsorsium BUMN yang dipimpin Pertamina, maka hak mengelola aset Arun lepas dari Aceh selamanya,” ujarnya.
Terhadap rencana pengelolaan KEK oleh Pemerintah Aceh, memperoleh pandangan beragam dari peserta FGD. Salahuddin Alfata, mantan Dirut PDPA berpendapat tidak perlu siapa pengelolanya, yang penting kemanfaatan dari KEK tersebut. “Jangan sampai, Arun jadi besi tua, karena kita asyik mempertengkarkan kepemilikan. Saya punya pengalaman soal AAF yang akhirnya jadi besi tua,” kata Salahuddin Alfata yang juga pernah memimpin Forum Perjuangan Keadilan Rakyat Aceh (Fopkra).
Juga dipertanyakan butir-butir draf revisi PP KEK tersebut. “Kita belum tahu revisi seperti apa yang diharapkan dalam PP itu,” kata Nasri Zarman SE MM.
Bekas Dirut PDPA lainnya, T Zulkarnain Yusuf mengingatkan agar Aceh benar-benar memanfaatkan momentum KEK ini. “Laksanakan saja dulu apa yang ada di PP. Jangan sampai kosong lagi,” kata Zulkarnain Yusuf yang dalam kesempatan itu menyinggung sebab-sebab gagalnya rencana investasi pengusaha Ibrahim Risjad dalam proyek regasifikasi Aceh.(Serambinews.com)
loading...
Post a Comment