![]() |
Dr Raihanah (kiri) berbincang dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada sebuah peresentase saat masih Kadis DKP Aceh | Foto aceh.tribunnews.com |
Banda Aceh - Gubernur Aceh Zaini Abdullah mendapat kritikan tak sedang dari aktifis anti korupsi dalam perombakan kabinet kali ini. Kritikan itu muncul karena telah melantik Dr Raihanah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi menjadi Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh.
Pelantikan Raihanah yang pernah menduduki Kadis Perikanan Aceh tersebut berlangsung, Senin 27 Juni 2015. Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai kebijakan tersebut bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi di Aceh.
Koordinator Bidang Monitoring Peradilan MaTA, Baihaqi mengatakan dari catatan lembaganya Dr Raihanah merupakan salah seorang yang sudah ditetapkan tersangka oleh penyidik. Ia tersandung kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Pasi Peukan Baro, Pidie.
“Kasus ini terjadi pada tahun 2007 saat Raihanah menduduki Kadis Perikanan Pidie. Namun demikian kasus yang ditangani Kejati Aceh ini hingga sekarang belum ada kepastian hokum,” kata Baihaqi melalui press rilis yang diterima Habadaily.com, Selasa (28/06/2016).
Sehingga menurut MaTA, pelantikan Dr Raihanah ini telah membuktikan bahwa Gubernur Aceh, Zaini Abdullah tidak pro terhadap gerakan antikorupsi. Seharusnya, Gubernur Aceh mendorong Kejati Aceh untuk mempercepat proses pengusutan kasus yang melibatkan Dr Raihana, bukan malah memberi posisi jabatan di jajaran pemerintah Aceh.
“Secara tidak langsung, pelantikan ini merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Aceh kepada tersangka kasus korupsi dan ini sangat memalukan,” katanya.
Dr Raihanah sebelumnya juga merupakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, tapi kemudian gubernur menggantinya dengan Ir Diauddin. Jika Dr Raihanah memiliki track record yang bagus kenapa sebelumnya dicopot dari jabatannya sebagai Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh.
Sehingga MaTA menduga, pelantikan kembali Dr Raihanah sebagai Kepala Dinas adanya konfilk kepentingan yang itu “perlu dijaga.” Selain itu, pelantikan ini justru menjadi catatan hitam diakhir masa pemerintahan Gubernur Aceh. Mestinya sebelum akhir masa jabatan, gubernut memperbaiki tata kelola pemerintahan, bukan malah memasukkan tersangka korupsi dalam jabatan struktural pemerintahan.
“Dari catatan kami, selain Dr Raihanah yang terlibat dalam kasus korupsi menjadi kepala dinas, ada juga Dr H Armiadi Musa yang juga tersangka korupsi menjadi Kepala Baitul Mall di Aceh. Dr H Armiadi Musa sendiri ditetapkan tersangka oleh Kejari Jantho pada tahun 2013 atas kasus penyelewengan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) Aceh Besar tahun 2010 dan 2011,” tegas Baihaqi.
“Menurut kami, Aceh akan sangat malu terhadap orang luar ketika kebijakan gubernur menempatkan tersangka korupsi untuk menduduki posisi penting mengelola kepentingan rakyat dan Gubernur lupa Aceh menerapkan hukum Syariat Islam,” tambahnya.
Untuk itu MaTA mendesak Gubernur Aceh segera mencopot kembali Dr Raihanah dari jabatan Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh dan juga Dr H Armiadi Musa Kepala Baitul Mall di Aceh. Kebijakan ini bukan hanya untuk memberi rasa keadilan terhadap masyarakat, juga menjadi bagian dalam gerakan pemberantasan korupsi.
Kepada penyidik Kejaksaan Tinggi, MaTA juga mendesak agar Dr Raihanah terjadi tersangka korupsi atas kasus pada tahun 2007 harus segera dituntaskan. Hal sama juga dilakukan terhadap Dr H Armiadi Musa dengan kasus penyelewengan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) Aceh Besar tahun 2010 dan 2011. [habadaily]
Pelantikan Raihanah yang pernah menduduki Kadis Perikanan Aceh tersebut berlangsung, Senin 27 Juni 2015. Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai kebijakan tersebut bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi di Aceh.
Koordinator Bidang Monitoring Peradilan MaTA, Baihaqi mengatakan dari catatan lembaganya Dr Raihanah merupakan salah seorang yang sudah ditetapkan tersangka oleh penyidik. Ia tersandung kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Pasi Peukan Baro, Pidie.
“Kasus ini terjadi pada tahun 2007 saat Raihanah menduduki Kadis Perikanan Pidie. Namun demikian kasus yang ditangani Kejati Aceh ini hingga sekarang belum ada kepastian hokum,” kata Baihaqi melalui press rilis yang diterima Habadaily.com, Selasa (28/06/2016).
Sehingga menurut MaTA, pelantikan Dr Raihanah ini telah membuktikan bahwa Gubernur Aceh, Zaini Abdullah tidak pro terhadap gerakan antikorupsi. Seharusnya, Gubernur Aceh mendorong Kejati Aceh untuk mempercepat proses pengusutan kasus yang melibatkan Dr Raihana, bukan malah memberi posisi jabatan di jajaran pemerintah Aceh.
“Secara tidak langsung, pelantikan ini merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Aceh kepada tersangka kasus korupsi dan ini sangat memalukan,” katanya.
Dr Raihanah sebelumnya juga merupakan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, tapi kemudian gubernur menggantinya dengan Ir Diauddin. Jika Dr Raihanah memiliki track record yang bagus kenapa sebelumnya dicopot dari jabatannya sebagai Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh.
Sehingga MaTA menduga, pelantikan kembali Dr Raihanah sebagai Kepala Dinas adanya konfilk kepentingan yang itu “perlu dijaga.” Selain itu, pelantikan ini justru menjadi catatan hitam diakhir masa pemerintahan Gubernur Aceh. Mestinya sebelum akhir masa jabatan, gubernut memperbaiki tata kelola pemerintahan, bukan malah memasukkan tersangka korupsi dalam jabatan struktural pemerintahan.
“Dari catatan kami, selain Dr Raihanah yang terlibat dalam kasus korupsi menjadi kepala dinas, ada juga Dr H Armiadi Musa yang juga tersangka korupsi menjadi Kepala Baitul Mall di Aceh. Dr H Armiadi Musa sendiri ditetapkan tersangka oleh Kejari Jantho pada tahun 2013 atas kasus penyelewengan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) Aceh Besar tahun 2010 dan 2011,” tegas Baihaqi.
“Menurut kami, Aceh akan sangat malu terhadap orang luar ketika kebijakan gubernur menempatkan tersangka korupsi untuk menduduki posisi penting mengelola kepentingan rakyat dan Gubernur lupa Aceh menerapkan hukum Syariat Islam,” tambahnya.
Untuk itu MaTA mendesak Gubernur Aceh segera mencopot kembali Dr Raihanah dari jabatan Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh dan juga Dr H Armiadi Musa Kepala Baitul Mall di Aceh. Kebijakan ini bukan hanya untuk memberi rasa keadilan terhadap masyarakat, juga menjadi bagian dalam gerakan pemberantasan korupsi.
Kepada penyidik Kejaksaan Tinggi, MaTA juga mendesak agar Dr Raihanah terjadi tersangka korupsi atas kasus pada tahun 2007 harus segera dituntaskan. Hal sama juga dilakukan terhadap Dr H Armiadi Musa dengan kasus penyelewengan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) Aceh Besar tahun 2010 dan 2011. [habadaily]
loading...
Post a Comment