![]() |
Ilustrasi |
Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mempersiapkan cetak biru (blue print) reformasi peradilan dengan melibatkan berbagai instansi dan lembaga penegakan hukum untuk meminimalkan kejahatan mafia peradilan.
"Itu yang kami rancang sebenarnya, ke depan akan ada kerja sama antarpenegak hukum untuk melakukan reformasi peradilan sehingga meminimalkan kejahatan oleh mafia peradilan," kata Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Ide tersebut muncul dikarenakan KY memandang permasalahan mafia peradilan tidak hanya melibatkan hakim, tetapi relatif banyak pihak, seperti panitera, pegawai, dan sekretariat sehingga membutuhkan langkah yang sistematis.
"KY kewenangannya adalah pengawasan hakim. Di luar itu, bukan kewenangan kami sehingga untuk menjalankan strategi sistematis tersebut keterlibatan berbagai pihak dibutuhkan," ujarnya.
Saat ini, lanjut Aidul, pihaknya telah merumuskan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tidak menutup kemungkinan akan melibatkan Mahkamah Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Ombudsman RI karena bersifat mendesak.
"Keterlibatan berbagai pihak itu sangat penting karena masing-masingnya memiliki kewenangan yang terbatas, seperti KY kewenangannya tidak bisa masuk ke pegawai atau panitera, tetapi Ombudsman dan MA bisa," ucapnya.
Kendati sangat baik, Aidul memandang rencana tersebut belum kuat sehingga harus dituangkan dalam sebuah regulasi sebagai landasan hukum yang mengikat.
"Harus ada regulasi yang mengikat sebagai landasan berpijaknya. Pasalnya, jika tidak demikian, kami tetap tidak bisa apa-apa. Namun, kami belum menentukan apakah akan berbentuk UU, PP, atau regulasi lainnya," tuturnya.
Menurut Aidul, rencana reformasi lembaga peradilan tersebut tidak bisa ditunda-tunda dan harus cepat dilaksanakan karena sangat mendesak.
"Saya kira tidak harus menunggu lama. Jika semua pihak setuju, kemungkinan akhir tahun ini bisa selesai karena ini mendesak sekali," kata Aidul.(Rima)
"Itu yang kami rancang sebenarnya, ke depan akan ada kerja sama antarpenegak hukum untuk melakukan reformasi peradilan sehingga meminimalkan kejahatan oleh mafia peradilan," kata Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Ide tersebut muncul dikarenakan KY memandang permasalahan mafia peradilan tidak hanya melibatkan hakim, tetapi relatif banyak pihak, seperti panitera, pegawai, dan sekretariat sehingga membutuhkan langkah yang sistematis.
"KY kewenangannya adalah pengawasan hakim. Di luar itu, bukan kewenangan kami sehingga untuk menjalankan strategi sistematis tersebut keterlibatan berbagai pihak dibutuhkan," ujarnya.
Saat ini, lanjut Aidul, pihaknya telah merumuskan kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tidak menutup kemungkinan akan melibatkan Mahkamah Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Ombudsman RI karena bersifat mendesak.
"Keterlibatan berbagai pihak itu sangat penting karena masing-masingnya memiliki kewenangan yang terbatas, seperti KY kewenangannya tidak bisa masuk ke pegawai atau panitera, tetapi Ombudsman dan MA bisa," ucapnya.
Kendati sangat baik, Aidul memandang rencana tersebut belum kuat sehingga harus dituangkan dalam sebuah regulasi sebagai landasan hukum yang mengikat.
"Harus ada regulasi yang mengikat sebagai landasan berpijaknya. Pasalnya, jika tidak demikian, kami tetap tidak bisa apa-apa. Namun, kami belum menentukan apakah akan berbentuk UU, PP, atau regulasi lainnya," tuturnya.
Menurut Aidul, rencana reformasi lembaga peradilan tersebut tidak bisa ditunda-tunda dan harus cepat dilaksanakan karena sangat mendesak.
"Saya kira tidak harus menunggu lama. Jika semua pihak setuju, kemungkinan akhir tahun ini bisa selesai karena ini mendesak sekali," kata Aidul.(Rima)
loading...
Post a Comment