![]() |
Amrizal J. Prang |
LHOKSEUMAWE- Para paslon yang merasa dirugikan atas kekalahannya dalam persaingan pemilu di Aceh dan menggugat hasil pilkada 2017, diminta harus siap menerima keputusan Mahkamah Konsitusi RI tanpa menuai efek buruk atau konflik baru.
Keputusan MK terhadap gugatan Pilkada 2017 nanti merupakan keputusan terakhir yang tidak bisa diganggu gugat lagi dan setelah itu tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan oleh pihak yang merasa telah dirugikan.
Hal itu diungkapkan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Malikussaleh Kabupaten Aceh Utara Amrizal J. Prang kepada redaksi, Selasa (29/3) kemarin via telepon selulernya terkait 10 paslon daerah Aceh melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta.
Akibat sejumlah pasangan calon gubernur, bupati, maupun wali kota melakukan gugatan itu, menyebabkan penetapan kepala daerah yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung pertengahan Maret 2017, ternyata terpaksa ditunda.
“Agar tidak menunda waktu penetapan kepala daerah yang terpilih, maka kepada para paslon yang merasa dirugikan dan melakukan gugatan diminta nantinya dapat menerima apa pun keputusan MK tanpa harus menimbulkan konflik baru,” pintanya.
Amrizal mengatakan pilkada Aceh memang berbeda dengan daerah lain karena khusus dengan adanya UU PA, tapi azas hukumnya yang tidak diatur dalam undang –undang itu bisa diatur oleh undang-undang yang lain yang berlaku.
Akan tetapi semua paslon nantinya harus dapat menerima dan menghormati apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi, karena itu merupakan keputusan terakhir.
Bahkan setelah itu maka tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan oleh para paslon. Sehingga semua pihak harus bisa berlapang dada dan menerima keputusan MK tanpa harus menimbulkan konflik baru.
Karena semakin lama berlarut dalam konflik baru tentu akan semakin memperlambat proses pembangunan di Aceh mengingat belum ditetapkannya kepala daerah yang terpilih dalam pilkada 2017.
Salah satu contoh efek buruk atau konflik itu adalah, pasca pilkada 2017 tepatnya dipenghujung masa jabatannya sebagai Gubernur Aceh Zaini Abdullah melakukan mutasi pejabat besar – besaran.
Meski sah dan dibolehkan secara hukum dan aturan undang – undang yang berlaku, namun dalam kacamata masyarakat terkesan tidak etis dan sarat dengan sikap sewenang-wenangnya. (Redaksi/ZA)
loading...
Post a Comment