Ilustrasi |
Jakarta - Perintah Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kepada polisi untuk
menembak tersangka narkoba yang melawan mulai disorot media asing dan
kelompok HAM. Perintah Jokowi dianggap meniru perang melawan narkoba
yang dikobarkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Perintah Jokowi itu muncul dalam pidato sambutan di acara Rakernas PPP di Ancol, Jakarta, Jumat pekan lalu. Instruksi presiden itu keluar setelah polisi berhasil menggagalkan peredaran narkoba jenis sabu dari Taiwan seberat 1 ton.
“Sudah, tegaskan saja, terutama pengedar narkoba asing yang masuk, kemudian sedikit melawan, sudah langsung tembak saja,” kata Jokowi.
”Jangan diberi ampun. Karena betul-betul berada di posisi darurat narkoba.”
Sejumlah media asing menilai perintah Jokowi itu meniru perang narkoba ala Duterte di Filipina. Salah satunya media Austalia, news.com. au, dalam laporannya Senin (24/7/2017) yang mengusung judul “Now Indonesia wants to copy Rodrigo Duterte’s drug dealer killings”.
Presiden Duterte yang dijuluki “The Punisher” atau “Penghukum” telah bersumpah untuk membunuh 100.000 penjahat, termasuk penjahat narkoba dalam waktu setahun sejak dia berkuasa.
Perang melawan narkoba yang dikobarkan Duterte telah menewaskan sekitar 7.000 orang, baik bandar narkoba maupun pecandu.
Pada tahun lalu Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso juga meminta polisi untuk meniru "perang melawan narkoba" di Filipina.
Wakil Direktur Human Right Watch (HRW) Divisi Asia Phelim Kine mengatakan bahwa perang melawan narkoba oleh Duterte bukan tentang ”hukuman mati”. Menurutnya, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni kampanye pembunuhan yang dipimpin Kepala Polisi Nasional Filipina.
Kine mengatakan, Duterte telah memuliakan kematian sebagai bukti "keberhasilan" tindakannya dalam memberantas narkoba. Dia lantas meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BNN Komjen Budi Waseso untuk mencela langkah Duterte.
”Baik Karnavian maupun Waseso harus mencela perang melawan obat-obatan terlarang di Filipina, untuk apa yang terjadi sebenarnya; serangan brutal dan melanggar hukum terhadap peraturan undang-undang, hak asasi manusia, dan kesusilaan dasar yang telah menargetkan beberapa warga negara termiskin dan paling terpinggirkan,” kata Kine.| Sindo
Perintah Jokowi itu muncul dalam pidato sambutan di acara Rakernas PPP di Ancol, Jakarta, Jumat pekan lalu. Instruksi presiden itu keluar setelah polisi berhasil menggagalkan peredaran narkoba jenis sabu dari Taiwan seberat 1 ton.
“Sudah, tegaskan saja, terutama pengedar narkoba asing yang masuk, kemudian sedikit melawan, sudah langsung tembak saja,” kata Jokowi.
”Jangan diberi ampun. Karena betul-betul berada di posisi darurat narkoba.”
Sejumlah media asing menilai perintah Jokowi itu meniru perang narkoba ala Duterte di Filipina. Salah satunya media Austalia, news.com. au, dalam laporannya Senin (24/7/2017) yang mengusung judul “Now Indonesia wants to copy Rodrigo Duterte’s drug dealer killings”.
Presiden Duterte yang dijuluki “The Punisher” atau “Penghukum” telah bersumpah untuk membunuh 100.000 penjahat, termasuk penjahat narkoba dalam waktu setahun sejak dia berkuasa.
Perang melawan narkoba yang dikobarkan Duterte telah menewaskan sekitar 7.000 orang, baik bandar narkoba maupun pecandu.
Pada tahun lalu Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso juga meminta polisi untuk meniru "perang melawan narkoba" di Filipina.
Wakil Direktur Human Right Watch (HRW) Divisi Asia Phelim Kine mengatakan bahwa perang melawan narkoba oleh Duterte bukan tentang ”hukuman mati”. Menurutnya, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni kampanye pembunuhan yang dipimpin Kepala Polisi Nasional Filipina.
Kine mengatakan, Duterte telah memuliakan kematian sebagai bukti "keberhasilan" tindakannya dalam memberantas narkoba. Dia lantas meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BNN Komjen Budi Waseso untuk mencela langkah Duterte.
”Baik Karnavian maupun Waseso harus mencela perang melawan obat-obatan terlarang di Filipina, untuk apa yang terjadi sebenarnya; serangan brutal dan melanggar hukum terhadap peraturan undang-undang, hak asasi manusia, dan kesusilaan dasar yang telah menargetkan beberapa warga negara termiskin dan paling terpinggirkan,” kata Kine.| Sindo
loading...
Post a Comment