Jakarta - Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) gencar melakukan razia pedagang warung nasi pada pekan pertama di bulan suci Ramadan. Tiap warung nasi yang didapati buka, langsung ditindak tegas dan tanpa ampun. Hal ini menimpa Justriani (50), pemilik warung nasi di Serang yang dagangannya diambil paksa oleh Satpol PP.
Tindakan Satpol PP yang seolah tak berpihak pada pedagang kelas teri itu langsung mengundang polemik dan menjadi pembahasan panas para netizen. Sebab, di luar sana masih banyak restoran-restoran yang buka dengan menawarkan beragam menu makanan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Riant Nugroho berpendapat, tak ada yang salah dengan Satpol PP yang melakukan razia di warung nasi bukan di restauran. Sebab, mereka hanyalah eksekutor atau menjalankan perintah atasannya yakni seperti misal perintah Bupati atau Walikotanya.
"Tak boleh dipeta-petakan seperti itu, mereka (Satpol PP) ini kan hanya menjalankan tugas. Kalau mau protes, ke yang nyuruhnya langsung, misal Bupati atau Walikota atau Gubernur setempat," kata Riant saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (11/6).
Dirincikan soal razia warung nasi seperti yang dialami Justriani (50), pemilik warung nasi di Serang, Riant mengungkapkan sepenuhnya menyalahkan Wali Kota Serang. Menurut dia, seharusnya wali kota mendidik anak buahnya dengan cara-cara yang humanis bila melakukan razia terhadap para pedagang.
"Yang salah bukan Satpol PP nya, tapi walikotanya. Mengapa Walikota Serang tidak mendidik anak buahnya dengan baik? Kok dia bisa enggak mikir akhirnya kaya gitu. Karena Satpol PP pada dasarnya enggak akan bekerja tanpa perintah atasannya. Birokrasi bersifat hirarki," jelasnya.
Menurut Riant, Satpol PP yang merampas barang Ibu Justriani itu seharusnya ada aturan hukum menertibkan. Satpol PP memang punya hak untuk menertibkan, namun penertiban tak ada gunanya jika dia melakukan eksekusi melanggar kemanusiaan.
Dan dalam hal ini, Walikota lah yang berperan aktif bagaimana menerapkan penertiban sesuai dengan kebijakan publik, tanpa merampas hak orang lain.
"Kebijakan publik dibangun bukan untuk menghukum masyarakat, tapi melindungi dan menertibkan masyarakat. Menertibkan itu sendiri bukan dalam arti mengusir tanpa kemanusiaan. Kita ini hidup di era kemanusiaan. Karena kalau di dalam kita pemikiran kekuasaan bukan kemanusiaan, maka tak beda dengan penjajahan, yakni melaksanakan kekuasaan atas nama hukum. Hukum dilaksanakan di atas kemanusiaan, kemanusiaan direndahkan oleh hukum," papar Riant.
"Dalam kasus ini, sehinggga kalau ada rakyat miskin misal di satu daerah berbuat salah, tak boleh rakyat dihukum semena- mena, tapi pertama tanyakan ke pemimpin kenapa rakyatnya miskin, kenapa dia nggak tahu ada rakyat miskin dan kesusahan, kenapa enggak ambil langkah untuk menuntaskan kemiskinannya. Jadi kebijakan publik itu harus diterapkan dengan kemanusiaan, tidak bisa dengan kekuasaan, seharusnya pemimpin paham ini," tambahnya.
Oleh sebab itu, Riant berharap, kiranya Komnas HAM sesegera mungkin memanggil Walikota Serang, karena melanggar nilai kemanusiaan. "Kalau dibiarkan, makan akan terjadi negara jahat. Walikota harus memastikan ini tak boleh terjadi kembali dan mengecek kembali Satpol PP nya akan kebijakan penertiban tersebut," ucapnya.
"Dan kasus ini jangan sampai berujung Satpol PP dipecat, mereka cukup diberi hukuman sosial seperti misalnya membersihkan tempat-tempat pedagang kecil berjualan, sehingga terlihat rapih. Karena Satpol PP sekali lagi menurut saya tidak salah, karena dia juga orang kecil," tutupnya.
Sebelumnya, Eni menjadi bahan pembicaraan di media sosial lantaran menangis ketika dagangannya diangkut Satpol PP. Para netizen langsung ramai membuat penggalangan dana untuk dirinya. Ide ini dipelopori akun Twitter @dwikaputra. Tercatat duit terkumpul sudah mencapai lebih kurang Rp 30 juta.(*)
Tindakan Satpol PP yang seolah tak berpihak pada pedagang kelas teri itu langsung mengundang polemik dan menjadi pembahasan panas para netizen. Sebab, di luar sana masih banyak restoran-restoran yang buka dengan menawarkan beragam menu makanan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Riant Nugroho berpendapat, tak ada yang salah dengan Satpol PP yang melakukan razia di warung nasi bukan di restauran. Sebab, mereka hanyalah eksekutor atau menjalankan perintah atasannya yakni seperti misal perintah Bupati atau Walikotanya.
"Tak boleh dipeta-petakan seperti itu, mereka (Satpol PP) ini kan hanya menjalankan tugas. Kalau mau protes, ke yang nyuruhnya langsung, misal Bupati atau Walikota atau Gubernur setempat," kata Riant saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (11/6).
Dirincikan soal razia warung nasi seperti yang dialami Justriani (50), pemilik warung nasi di Serang, Riant mengungkapkan sepenuhnya menyalahkan Wali Kota Serang. Menurut dia, seharusnya wali kota mendidik anak buahnya dengan cara-cara yang humanis bila melakukan razia terhadap para pedagang.
"Yang salah bukan Satpol PP nya, tapi walikotanya. Mengapa Walikota Serang tidak mendidik anak buahnya dengan baik? Kok dia bisa enggak mikir akhirnya kaya gitu. Karena Satpol PP pada dasarnya enggak akan bekerja tanpa perintah atasannya. Birokrasi bersifat hirarki," jelasnya.
Menurut Riant, Satpol PP yang merampas barang Ibu Justriani itu seharusnya ada aturan hukum menertibkan. Satpol PP memang punya hak untuk menertibkan, namun penertiban tak ada gunanya jika dia melakukan eksekusi melanggar kemanusiaan.
Dan dalam hal ini, Walikota lah yang berperan aktif bagaimana menerapkan penertiban sesuai dengan kebijakan publik, tanpa merampas hak orang lain.
"Kebijakan publik dibangun bukan untuk menghukum masyarakat, tapi melindungi dan menertibkan masyarakat. Menertibkan itu sendiri bukan dalam arti mengusir tanpa kemanusiaan. Kita ini hidup di era kemanusiaan. Karena kalau di dalam kita pemikiran kekuasaan bukan kemanusiaan, maka tak beda dengan penjajahan, yakni melaksanakan kekuasaan atas nama hukum. Hukum dilaksanakan di atas kemanusiaan, kemanusiaan direndahkan oleh hukum," papar Riant.
"Dalam kasus ini, sehinggga kalau ada rakyat miskin misal di satu daerah berbuat salah, tak boleh rakyat dihukum semena- mena, tapi pertama tanyakan ke pemimpin kenapa rakyatnya miskin, kenapa dia nggak tahu ada rakyat miskin dan kesusahan, kenapa enggak ambil langkah untuk menuntaskan kemiskinannya. Jadi kebijakan publik itu harus diterapkan dengan kemanusiaan, tidak bisa dengan kekuasaan, seharusnya pemimpin paham ini," tambahnya.
Oleh sebab itu, Riant berharap, kiranya Komnas HAM sesegera mungkin memanggil Walikota Serang, karena melanggar nilai kemanusiaan. "Kalau dibiarkan, makan akan terjadi negara jahat. Walikota harus memastikan ini tak boleh terjadi kembali dan mengecek kembali Satpol PP nya akan kebijakan penertiban tersebut," ucapnya.
"Dan kasus ini jangan sampai berujung Satpol PP dipecat, mereka cukup diberi hukuman sosial seperti misalnya membersihkan tempat-tempat pedagang kecil berjualan, sehingga terlihat rapih. Karena Satpol PP sekali lagi menurut saya tidak salah, karena dia juga orang kecil," tutupnya.
Sebelumnya, Eni menjadi bahan pembicaraan di media sosial lantaran menangis ketika dagangannya diangkut Satpol PP. Para netizen langsung ramai membuat penggalangan dana untuk dirinya. Ide ini dipelopori akun Twitter @dwikaputra. Tercatat duit terkumpul sudah mencapai lebih kurang Rp 30 juta.(*)
Sumber: merdeka.com
loading...
Post a Comment