, Foto: Mongabay |
Pemusnahan kebun sawit yang berada di hutan lindung yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh Tamiang |
Jakarta - Kalangan pegiat lingkungan dan masyarakat lokal yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) mempertanyakan keberadaan Kawasan Ekosistem Leuser yang beralih fungsi menjadi kebun ilegal dan pertambangan. Hal ini terjadi lantaran Gubernur dan DPRD Aceh memutuskan tidak mengakomodasi Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam RTRW Nasional dan RTRW Pulau Sumatera sebagai Kawasan Strategis Provinsi Aceh sampai tahun 2033 mendatang, yang tertuang dalam Qanun Nomor 19 Tahun 2013.
“Saat ini kondisi ekologis di Leuser sudah banyak berubah. Banyak lahan yang sudah rusak karena beralihfungsi menjadi kebun ilegal, dan pertambangan mulai masuk kawasan,"kata Perwakilan GeRAM, Faisal dalam keterangan pers yang diterima Investor Daily, Minggu (12/6). Dia berharap Kemendagri menggunakan kewenangannya secara tegas, agar pemerintah Aceh tidak lepas tangan.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Nyoto Suwignyo mengatakan Kemendagri masih bisa mengevaluasi fungsi tata ruang yang ditetapkan pemerintah daerah.
"Sejak tahun 2013 Kemendagri sudah melakukan evaluasi tentang RTRW Aceh. Dari 76 KSN, Leuser ini spesial. Tantangannya pasti adanya berbagai kepentingan termasuk pengelolaan kawasan untuk ekonomi karena memiliki sumber daya berupa rotan, kayu, lahan pertanian, dan juga perkebunan," ungkapnya.
Menurut Nyoto, memang dalam Qanun Pemerintah Aceh tidak eksplisit tertulis KSN – KEL sebagaimana KSN lainnya. Kondisi ini “dianggap” tidak taat terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi dan “berbahaya” bagi keberlanjutan KEL. Namun sebenarnya, posisi KEL sebagai kawasan lindung masih kuat dan tidak dilematis.
“Pemerintah menugaskan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Aceh berdasarkan Azaz Tugas Pembantuan sebagaimana tercantum pada pasal 150 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Maka dari itu, pengelolaan KEL sepenuhnya masih Kewenangan Pemerintah Pusat. Tidak masuknya KSN–KEL dalam RTRW Aceh bukan suatu keharusan untuk dicantumkan karena KSN adalah wewenang pusat,” tegas Nyoto.
“Saat ini kondisi ekologis di Leuser sudah banyak berubah. Banyak lahan yang sudah rusak karena beralihfungsi menjadi kebun ilegal, dan pertambangan mulai masuk kawasan,"kata Perwakilan GeRAM, Faisal dalam keterangan pers yang diterima Investor Daily, Minggu (12/6). Dia berharap Kemendagri menggunakan kewenangannya secara tegas, agar pemerintah Aceh tidak lepas tangan.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Nyoto Suwignyo mengatakan Kemendagri masih bisa mengevaluasi fungsi tata ruang yang ditetapkan pemerintah daerah.
"Sejak tahun 2013 Kemendagri sudah melakukan evaluasi tentang RTRW Aceh. Dari 76 KSN, Leuser ini spesial. Tantangannya pasti adanya berbagai kepentingan termasuk pengelolaan kawasan untuk ekonomi karena memiliki sumber daya berupa rotan, kayu, lahan pertanian, dan juga perkebunan," ungkapnya.
Menurut Nyoto, memang dalam Qanun Pemerintah Aceh tidak eksplisit tertulis KSN – KEL sebagaimana KSN lainnya. Kondisi ini “dianggap” tidak taat terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi dan “berbahaya” bagi keberlanjutan KEL. Namun sebenarnya, posisi KEL sebagai kawasan lindung masih kuat dan tidak dilematis.
“Pemerintah menugaskan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Aceh berdasarkan Azaz Tugas Pembantuan sebagaimana tercantum pada pasal 150 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Maka dari itu, pengelolaan KEL sepenuhnya masih Kewenangan Pemerintah Pusat. Tidak masuknya KSN–KEL dalam RTRW Aceh bukan suatu keharusan untuk dicantumkan karena KSN adalah wewenang pusat,” tegas Nyoto.
Plt. Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah (PTRPRD) Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Sufrijadi, menyampaikan saat ini kementeriannya sedang menyusun Rencana Tata Ruang KSN-KEL. “RTR KEL sedang dalam proses penyusunan materi teknis yang akan melibatkan seluruh pihak dalam konsultasi publik dan diundangkan dalam bentuk perpres,”ujarnya
Senada dengan pernyataan Kemdagri, Sufrijadi menilai dalam UU sendiri RTRW bersifat komplementer, “meskipun dalam provinsi tidak tercantum, namun dalam RTRW di atasnya tetap tercantum. "Namun, Apabila KEL hendak dimasukkan dalam RTRW provinsi dapat dilakukan saat evaluasi/pengkajian ulang RTRW setelah berjalan 5 tahun,” ujarnya.
Pakar manajemen kawasan konservasi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Haryanto P. Putro juga menilai sebaiknya GeRAM dan stakeholder KEL fokus pada pengawalan perencanaan ruang KSN – KEL dan memastikan lembaga kelola KEL. (beritasatu.com)
loading...
Post a Comment