StatusAceh.Net - Meski pancaran matahari begitu menyengat badan, namun tetap saja hembusan angin akan terasa sejuk menerpa kulit yang berpeluh basah. Dibawah seribu bayangan pohon kepala dan pinang yang bergoyang terdapat rumah tak layak huni terbuat dari kayu tanpa polesan cat warna di Desa Pulo Ie Iboh Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara.
Halaman depan kediamannya, sosok wanita duduk posisi berjongkok sambil merajut lidi dan daun Rumbia dengan sebilah pisau untuk memotong bahan baku guna membuat kerajinan tangan. Dia adalah Wardiah, 47 warga Desa Pulo Ie Iboh Kecamatan Kuta Makmur.
Satu persatu daun rumbia ditempel dan saling diikat dengan lidi pada sebuah batang kayu lurus, sampai benar-benar rapat agar menjadi selembar atap traditional daerah yang merupakan peninggalan nenek moyang.
Dalam satu hari Wardiah sendiri sanggup membuat sebanyak 20 lembar atap rumbia yang kemudian disusun pada halaman depan rumah. Namun setelah itu, Wardiah malah kembali pergi mencari bahan baku untuk membuat atap rumbia lagi yang mudah ditemukan dilingkungan desa setempat.
“ Membuat atap rumbia tidak butuh modal besar, karena bahan dasarnya gratis, tidak sulit dicari dan mudah ditemukan pada setiap perkampungan masyarakat. Selain daun pohon rumbia, daun kalapa kering bisa menjadi bahan dasarnya,” tuturnya.
Setiap lembar atap rumbia hasil kerajinan Wardiah dijual dengan harga Rp4 ribu. Meski kualitasnya berbeda jauh dengan atap buatan pabrik seperti genteng keramik dan seng, namun tetap saja atap rumbia sejak tempoe dulu memang sudah menjadi pilihan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Disamping itu ada manfaat yang tidak bisa diberikan atap buatan pabrik, Perlu digaris bawahi juga kualitas atap rumbia semakin bertambah kering, akan semakin kuat dan anti bocor.
Makanya sebagian besar tempat tinggal masyarakat di pedalaman desa umumnya menggunakan atap rumbia sebagai payung.
Wardiah merupakan isteri dari Tarmizi, 48 yang berprofesi petani miskin yang dikaruniai enam orang anak. Karena penghasilan suami yang begitu minim, Wardiah terpaksa bekerja dengan membuat kerajinan atap rumbia dan penghasilannya sebagai belanja tambahan untuk bertahan hidup.
“ Pembeli atap rumbia tidak selaris atap buatan pabrik. Maklum karena barang murah peminatnya pun tak banyak. Tapi tetap saja laku, dan pernah satu bulan cuma laku satu lusin,” ujarnya.
Memasuki bulan Ramadhan 1437 Hijriah ini, Wardiah memiliki harapan bisa menabung dari uang penghasilan jualan atap rumbia agar bisa membeli pakaian baru untuk anak-anaknya merayakan lebaran Idul Fitri 1437 H mendatang.
Pameo negeri timur tengah berkata, Khoirul maalika maa nafa'aka artinya sebaik-baik hartamu adalah yang bermanfaat bagimu. Idza shodaqol azmu wadhohas sabil artinya jika ada kemauan yang sungguh-sungguh, pasti terbukalah jalannya.(ZA/TM)
Halaman depan kediamannya, sosok wanita duduk posisi berjongkok sambil merajut lidi dan daun Rumbia dengan sebilah pisau untuk memotong bahan baku guna membuat kerajinan tangan. Dia adalah Wardiah, 47 warga Desa Pulo Ie Iboh Kecamatan Kuta Makmur.
Satu persatu daun rumbia ditempel dan saling diikat dengan lidi pada sebuah batang kayu lurus, sampai benar-benar rapat agar menjadi selembar atap traditional daerah yang merupakan peninggalan nenek moyang.
Dalam satu hari Wardiah sendiri sanggup membuat sebanyak 20 lembar atap rumbia yang kemudian disusun pada halaman depan rumah. Namun setelah itu, Wardiah malah kembali pergi mencari bahan baku untuk membuat atap rumbia lagi yang mudah ditemukan dilingkungan desa setempat.
“ Membuat atap rumbia tidak butuh modal besar, karena bahan dasarnya gratis, tidak sulit dicari dan mudah ditemukan pada setiap perkampungan masyarakat. Selain daun pohon rumbia, daun kalapa kering bisa menjadi bahan dasarnya,” tuturnya.
Setiap lembar atap rumbia hasil kerajinan Wardiah dijual dengan harga Rp4 ribu. Meski kualitasnya berbeda jauh dengan atap buatan pabrik seperti genteng keramik dan seng, namun tetap saja atap rumbia sejak tempoe dulu memang sudah menjadi pilihan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Disamping itu ada manfaat yang tidak bisa diberikan atap buatan pabrik, Perlu digaris bawahi juga kualitas atap rumbia semakin bertambah kering, akan semakin kuat dan anti bocor.
Makanya sebagian besar tempat tinggal masyarakat di pedalaman desa umumnya menggunakan atap rumbia sebagai payung.
Wardiah merupakan isteri dari Tarmizi, 48 yang berprofesi petani miskin yang dikaruniai enam orang anak. Karena penghasilan suami yang begitu minim, Wardiah terpaksa bekerja dengan membuat kerajinan atap rumbia dan penghasilannya sebagai belanja tambahan untuk bertahan hidup.
“ Pembeli atap rumbia tidak selaris atap buatan pabrik. Maklum karena barang murah peminatnya pun tak banyak. Tapi tetap saja laku, dan pernah satu bulan cuma laku satu lusin,” ujarnya.
Memasuki bulan Ramadhan 1437 Hijriah ini, Wardiah memiliki harapan bisa menabung dari uang penghasilan jualan atap rumbia agar bisa membeli pakaian baru untuk anak-anaknya merayakan lebaran Idul Fitri 1437 H mendatang.
Pameo negeri timur tengah berkata, Khoirul maalika maa nafa'aka artinya sebaik-baik hartamu adalah yang bermanfaat bagimu. Idza shodaqol azmu wadhohas sabil artinya jika ada kemauan yang sungguh-sungguh, pasti terbukalah jalannya.(ZA/TM)
loading...
Post a Comment