Teuku Marc dan ayahnya Teuku Hadi. SERAMBI INDONESIA/ZAINAL ARIFIN M NUR |
StatusAceh.Net - Perawakannya khas anak muda Eropa. Kacamata hitam yang menutupi kedua bola matanya sangat kontras dengan kulit wajahnya yang putih bersih.
Hidungnya yang mancung makin menegaskan jika pemuda ini adalah turis asal Eropa yang sedang berwisata ke Aceh.
Jika bukan karena didampingi ayahnya, nyaris tidak ada yang menyangka jika pemuda bule ini berdarah Aceh.
Dialah Teuku Marc (36), anak semata wayang Teuku Hadi, cicit dari Ampon Chik Peusangan.
Marc lahir di Kota Aachen, Jerman pada 28 Juni 1980. Ia merupakan buah cinta Teuku Hadi dengan Heidi, perempuan asli Jerman.
Teuku Hadi yang bergelar Dipl.Ing sudah tinggal di Jerman sejak 1969.
Hadi yang kala itu baru berusia 12 tahun, dibawa ke Jerman oleh orang tuanya yang berprofesi sebagai bisnisman.
Kakaknya, Capt Teuku Ismet, adalah pilot senior di maskapai penerbangan nasional Jerman, Lufthansa.
Meski telah cukup lama tinggal di Jerman, namun perhatian keluarga ini terhadap tanah leluhurnya tak pernah luntur.
Teuku Hadi pernah menjabat Ketua Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk wilayah Jerman, Belgia, Belanda, dan Luxemburg.
Saat proses perundingan Helsinki berlangsung 2005, Teuku Hadi ditunjuk sebagai salah satu tim perunding oleh GAM.
Setelah perdamaian lahir di Aceh, Teuku Hadi yang berprofesi sebagai arsitek itu lebih banyak menghabiskan waktunya di Aceh.
Ia terlibat aktif dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami.
Kepedulian Teuku Hadi terhadap Aceh, ternyata juga turun kepada putranya, Teuku Marc.
"Dia sendiri yang minta pulang ke Aceh. Katanya mau lihat proses pilkada di Aceh dan Indonesia. Kebetulan di Jerman sedang musim dingin, dan pada bulan ini ia tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai anggota Dewan Kota Aachen maupun bisnisnya," kata Teuku Hadi ketika ditemui Serambi (Tribunnews.com Network) di salah satu warung kopi di Banda Aceh, Selasa (14/2/2017).
Selain Teuku Hadi dan anaknya Teuku Marc, di meja itu juga duduk mantan juru runding GAM di Helsinki yang juga mantan Wali Kota Sabang, Munawarliza Zainal, Ketua Fraksi PAN DPRA Asrizal H Asnawi, dan beberapa warga lainnya.
Teuku Marc sendiri tidak bisa berbahasa Aceh maupun bahasa Indonesia. Namun, dia menguasai bahasa Jerman, Inggris, Italia, dan Prancis.
Bagi Teuku Marc, ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki di Aceh, tanah leluhurnya.
Ia masuk ke Indonesia melalui Jakarta pada 6 Februari.
Pada tanggal 7 Februari, Marc sempat mengisi seminar umum di Universitas Indonesia di Jakarta.
Dari Jakarta, Marc menginap dua hari di Medan, tempat ayahnya, Teuku Hadi, menghabiskan masa kecil.
Ayah dan anak ini kemudian bersama-sama berangkat ke Aceh melalui jalan darat.
"Kami sempat singgah di Simpang Ulim, kampung halaman neneknya sekaligus berziarah ke makam kakeknya," ujar Teuku Hadi.
Siapa Teuku Marc?
Ada yang menarik dari kisah hidup Teuku Marc. Ia merupakan satu-satunya putra Aceh yang berkiprah sebagai anggota parlemen di Eropa.
Ia terpilih sebagai anggota Dewan Kota Aachen pada pemilu yang digelar bulan Mei 2014 dan akan menjabat hingga Mei 2020.
Marc adalah satu dari tiga anggota Piratenpartei (Partai Piraten) yang berhasil meraih kursi di parlemen Aachen, sebuah kota seluas 160 km persegi dan didiami 245 ribu penduduk.
Kota Aachen ini berbatasan dengan Belanda dan Belgia. Total jumlah anggota parlemen di kota ini adalah 74 kursi.
Di Negara Bagian NRW (Nord Rhein Westfallen), Piratenpartei yang didirikan oleh kaum muda Jerman pada tahun 2006, memiliki 18 kursi dari total 237 kursi.
Hanya saja, partai anak muda Jerman ini belum berhasil meraih kursi untuk parlemen pusat Jerman. Namun mereka mempunyai seorang wakil di Parlemen Uni Eropa.
Salah satu platform dari Partai Piraten adalah memberikan hak akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, baik melalui internet maupun berbagai media lainnya.
Ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan, bersih, dan bebas dari korupsi.
Bagaimana Marc bisa menjadi anggota Dewan Kota Aachen?
"Sejak remaja dia memang aktif berorganisasi. Setelah selesai kuliah di University of Sunderland, Inggris pada tahun 2008, Marc pulang ke Aachen dan bergabung dengan teman-temannya di Piratenpartei. Ia giat berkampanye dan bergaul dengan anak-anak muda dan mahasiswa di Kota Aachen, hingga kemudian terpilih dalam pemilu tahun 2014," ungkap Teuku Hadi, menerjemahkan penjelasan anaknya yang berbicara dalam bahasa Jerman.
Lalu bagaimana pendapatnya tentang Aceh?
"Sangat luar biasa dan sangat berkesan. Budaya di Aceh sangat berbeda dengan budaya di negara-negara barat. Semua orang ramah sekali, udaranya juga sangat asri," kata Marc yang kali ini berbicara dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Munawarliza.
Marc yang masih lajang ini juga membuka peluang untuk menikah di tanah indatunya.
"Karena masih single terbuka peluang menikah di mana saja," ujarnya tertawa menanggapi pertanyaan tersebut.
Marc berada di Aceh hingga dua hari ke depan. Selama di Aceh, Marc dibawa mengunjungi sanak keluarganya, serta berkunjung ke sejumlah lokasi bersejarah.
"Agar dia tidak pernah lupa pada tanah leluhurnya," ungkap Teuku Hadi. (zainal arifin m nur)
Hidungnya yang mancung makin menegaskan jika pemuda ini adalah turis asal Eropa yang sedang berwisata ke Aceh.
Jika bukan karena didampingi ayahnya, nyaris tidak ada yang menyangka jika pemuda bule ini berdarah Aceh.
Dialah Teuku Marc (36), anak semata wayang Teuku Hadi, cicit dari Ampon Chik Peusangan.
Marc lahir di Kota Aachen, Jerman pada 28 Juni 1980. Ia merupakan buah cinta Teuku Hadi dengan Heidi, perempuan asli Jerman.
Teuku Hadi yang bergelar Dipl.Ing sudah tinggal di Jerman sejak 1969.
Hadi yang kala itu baru berusia 12 tahun, dibawa ke Jerman oleh orang tuanya yang berprofesi sebagai bisnisman.
Kakaknya, Capt Teuku Ismet, adalah pilot senior di maskapai penerbangan nasional Jerman, Lufthansa.
Meski telah cukup lama tinggal di Jerman, namun perhatian keluarga ini terhadap tanah leluhurnya tak pernah luntur.
Teuku Hadi pernah menjabat Ketua Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk wilayah Jerman, Belgia, Belanda, dan Luxemburg.
Saat proses perundingan Helsinki berlangsung 2005, Teuku Hadi ditunjuk sebagai salah satu tim perunding oleh GAM.
Setelah perdamaian lahir di Aceh, Teuku Hadi yang berprofesi sebagai arsitek itu lebih banyak menghabiskan waktunya di Aceh.
Ia terlibat aktif dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami.
Kepedulian Teuku Hadi terhadap Aceh, ternyata juga turun kepada putranya, Teuku Marc.
"Dia sendiri yang minta pulang ke Aceh. Katanya mau lihat proses pilkada di Aceh dan Indonesia. Kebetulan di Jerman sedang musim dingin, dan pada bulan ini ia tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai anggota Dewan Kota Aachen maupun bisnisnya," kata Teuku Hadi ketika ditemui Serambi (Tribunnews.com Network) di salah satu warung kopi di Banda Aceh, Selasa (14/2/2017).
Selain Teuku Hadi dan anaknya Teuku Marc, di meja itu juga duduk mantan juru runding GAM di Helsinki yang juga mantan Wali Kota Sabang, Munawarliza Zainal, Ketua Fraksi PAN DPRA Asrizal H Asnawi, dan beberapa warga lainnya.
Teuku Marc sendiri tidak bisa berbahasa Aceh maupun bahasa Indonesia. Namun, dia menguasai bahasa Jerman, Inggris, Italia, dan Prancis.
Bagi Teuku Marc, ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki di Aceh, tanah leluhurnya.
Ia masuk ke Indonesia melalui Jakarta pada 6 Februari.
Pada tanggal 7 Februari, Marc sempat mengisi seminar umum di Universitas Indonesia di Jakarta.
Dari Jakarta, Marc menginap dua hari di Medan, tempat ayahnya, Teuku Hadi, menghabiskan masa kecil.
Ayah dan anak ini kemudian bersama-sama berangkat ke Aceh melalui jalan darat.
"Kami sempat singgah di Simpang Ulim, kampung halaman neneknya sekaligus berziarah ke makam kakeknya," ujar Teuku Hadi.
Siapa Teuku Marc?
Ada yang menarik dari kisah hidup Teuku Marc. Ia merupakan satu-satunya putra Aceh yang berkiprah sebagai anggota parlemen di Eropa.
Ia terpilih sebagai anggota Dewan Kota Aachen pada pemilu yang digelar bulan Mei 2014 dan akan menjabat hingga Mei 2020.
Marc adalah satu dari tiga anggota Piratenpartei (Partai Piraten) yang berhasil meraih kursi di parlemen Aachen, sebuah kota seluas 160 km persegi dan didiami 245 ribu penduduk.
Kota Aachen ini berbatasan dengan Belanda dan Belgia. Total jumlah anggota parlemen di kota ini adalah 74 kursi.
Di Negara Bagian NRW (Nord Rhein Westfallen), Piratenpartei yang didirikan oleh kaum muda Jerman pada tahun 2006, memiliki 18 kursi dari total 237 kursi.
Hanya saja, partai anak muda Jerman ini belum berhasil meraih kursi untuk parlemen pusat Jerman. Namun mereka mempunyai seorang wakil di Parlemen Uni Eropa.
Salah satu platform dari Partai Piraten adalah memberikan hak akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, baik melalui internet maupun berbagai media lainnya.
Ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan, bersih, dan bebas dari korupsi.
Bagaimana Marc bisa menjadi anggota Dewan Kota Aachen?
"Sejak remaja dia memang aktif berorganisasi. Setelah selesai kuliah di University of Sunderland, Inggris pada tahun 2008, Marc pulang ke Aachen dan bergabung dengan teman-temannya di Piratenpartei. Ia giat berkampanye dan bergaul dengan anak-anak muda dan mahasiswa di Kota Aachen, hingga kemudian terpilih dalam pemilu tahun 2014," ungkap Teuku Hadi, menerjemahkan penjelasan anaknya yang berbicara dalam bahasa Jerman.
Lalu bagaimana pendapatnya tentang Aceh?
"Sangat luar biasa dan sangat berkesan. Budaya di Aceh sangat berbeda dengan budaya di negara-negara barat. Semua orang ramah sekali, udaranya juga sangat asri," kata Marc yang kali ini berbicara dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Munawarliza.
Marc yang masih lajang ini juga membuka peluang untuk menikah di tanah indatunya.
"Karena masih single terbuka peluang menikah di mana saja," ujarnya tertawa menanggapi pertanyaan tersebut.
Marc berada di Aceh hingga dua hari ke depan. Selama di Aceh, Marc dibawa mengunjungi sanak keluarganya, serta berkunjung ke sejumlah lokasi bersejarah.
"Agar dia tidak pernah lupa pada tanah leluhurnya," ungkap Teuku Hadi. (zainal arifin m nur)
Sumber: tribunnews.com
loading...
Post a Comment