![]() |
Tgk Zulkarnaini |
Bnada Aceh - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), meminta Polda Aceh untuk mengkaji ulang langkah penyidikan kasus penghinaan Presiden, yang disebut-sebut dilakukan oleh Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pasee, Tgk Zulkarnaini Hamzah atau Tgk Ni.
YARA berpendapat, beberapa pasal yang menjadi dasar hukum yang berkaitan dengan delik pidana tersebut, telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagaimana putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2016, menyatakan pasal 134, 136 bis, dan 137 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan terhadap Presiden tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
“Jangan sampai tujuan penegakan hukum justru akan melanggar hukum itu sendiri. Kita semua pasti tidak mentolerir kejahatan di sekitar itu. Tetapi penegakan hukum juga harus berdasarkan konstitusi, tidak boleh sembarangan,” kata Ketua YARA, Safaruddin SH, kepada Serambi, Minggu (8/5).
Terkait pernyataan Tgk Ni yang diduga menghina Presiden, menurut Safaruddin, itu tak lebih disebabkan karena permasalahan bendera yang saat ini terus menjadi polemik di masyarakat. Oleh karena itu YARA meminta DPRA dan Gubernur Aceh memberi perhatian khusus terhadap permasalahan tersebut.
Permasalahan bendera ini kata dia, telah menyita banyak waktu, tenaga dan biaya, bahkan desakan yang melanggar etika seperti perkataan-perkataan yang tidak etis diucapkan.
“Oleh sebab itu kita imbau kepada masyarakat Aceh, jika belum sepakat dengan aturan kebijakan pemerintah agar bisa menggunakan jalur konstitusi yang disediakan negara. Hindari untuk melakukan hal-hal yang melanggar hukum dan etika,” ujar Safaruddin.
Seperti diketahui, pernyataan Tgk Ni yang disampaikan pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan Partai Aceh (PA) di Kantor DPW-PA, Geudong, Aceh Utara, Kamis (7/4), ternyata berbuntut panjang. Pernyataan itu diduga menghina Presiden dan tersebar melalui akun YouTube di internet.
Atas dugaan tersebut, pihak Direktorat Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Aceh telah memeriksa 10 saksi. Tiga dari sepuluh saksi yang telah dipanggil adalah Panglima Sagoe KPA di Wilayah Pasee. Sementara Senin hari ini Polda Aceh dijadwalkan juga akan memintai keterangan seorang ahli bahasa dari Kampus Unsyiah.(serambinews.com)
YARA berpendapat, beberapa pasal yang menjadi dasar hukum yang berkaitan dengan delik pidana tersebut, telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagaimana putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2016, menyatakan pasal 134, 136 bis, dan 137 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghinaan terhadap Presiden tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
“Jangan sampai tujuan penegakan hukum justru akan melanggar hukum itu sendiri. Kita semua pasti tidak mentolerir kejahatan di sekitar itu. Tetapi penegakan hukum juga harus berdasarkan konstitusi, tidak boleh sembarangan,” kata Ketua YARA, Safaruddin SH, kepada Serambi, Minggu (8/5).
Terkait pernyataan Tgk Ni yang diduga menghina Presiden, menurut Safaruddin, itu tak lebih disebabkan karena permasalahan bendera yang saat ini terus menjadi polemik di masyarakat. Oleh karena itu YARA meminta DPRA dan Gubernur Aceh memberi perhatian khusus terhadap permasalahan tersebut.
Permasalahan bendera ini kata dia, telah menyita banyak waktu, tenaga dan biaya, bahkan desakan yang melanggar etika seperti perkataan-perkataan yang tidak etis diucapkan.
“Oleh sebab itu kita imbau kepada masyarakat Aceh, jika belum sepakat dengan aturan kebijakan pemerintah agar bisa menggunakan jalur konstitusi yang disediakan negara. Hindari untuk melakukan hal-hal yang melanggar hukum dan etika,” ujar Safaruddin.
Seperti diketahui, pernyataan Tgk Ni yang disampaikan pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan Partai Aceh (PA) di Kantor DPW-PA, Geudong, Aceh Utara, Kamis (7/4), ternyata berbuntut panjang. Pernyataan itu diduga menghina Presiden dan tersebar melalui akun YouTube di internet.
Atas dugaan tersebut, pihak Direktorat Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Aceh telah memeriksa 10 saksi. Tiga dari sepuluh saksi yang telah dipanggil adalah Panglima Sagoe KPA di Wilayah Pasee. Sementara Senin hari ini Polda Aceh dijadwalkan juga akan memintai keterangan seorang ahli bahasa dari Kampus Unsyiah.(serambinews.com)
loading...
Post a Comment