Jakarta - Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR menyebut munculnya dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR adalah akibat kemalasan anggota melaporkan. Benarkah penyebabnya hanya rasa malas, ataukah ada indikasi penyimpangan di dalamnya?
Dugaan kunker fiktif ini terungkap dari inisiatif yang dilakukan Fraksi PDIP DPR. PDIP meminta anggotanya membuat laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses.
PDIP mendapat informasi dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR soal hasil audit BPK itu. Dalam suratnya kepada fraksi-fraksi DPR, Setjen DPR menginformasikan tentang diragukannya keterjadian kunjungan kerja anggota DPR dalam melaksanakan tugasnya, sehingga potensi kerugian negara mencapai Rp 945.465.000.000.
Wakil Ketua BURT DPR Dimyati Natakusuma meyakini anggota DPR menjalankan kunkernya sesuai aturan. Hanya saja, para anggota dewan ini terlalu malas untuk menyusun laporan secara lengkap setelah menerima duit.
"Ada yang kadang-kadang malas (melaporkan). Ambil duitnya mau, melaporkannya tidak mau. Ada yang malas juga mempertanggungjawabkan," kata Dimyati Natakusuma saat dihubungi, Kamis (12/5/2016) malam.
Dimyati mencoret kemungkinan adanya penyimpangan dalam dugaan kunker fiktif ini. Dia yakin anggota DPR tetap menjalankan kunker meski anggaran yang ada sekarang dianggap minim.
"Kecil kemungkinan anggota dewan lakukan penyimpangan dari situ. Malah kurang anggaran dari situ," ucap Dimyati.
Senada dengan Dimyati, Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno juga menepis kemungkinan adanya penyimpangan anggaran. Menurutnya, hasil audit BPK itu tidak berakibat pada masalah hukum. Hasil audit itu hanya terkait format penyusunan yang selama ini tidak akuntabel.
"Enggak (berakibat hukum). Selama ini kan anggota dewan anggap enteng pelaporan seperti itu, karena kegiatan politik banyak yang tidak bisa dilaporkan dengan langsung-langsung seperti itu," ucap Hendrawan saat dihubungi, Kamis (12/5/2016).
"Misalnya nyumbang ini, nyumbang itu, puluhan juta kan nggak bisa dipertanggungjawabkan. Mengumpulkan orang dikasih (dana) transport, bagaimana cara pertanggungjawabkan?" imbuhnya.
Kini, KPK akan mempelajari temuan BPK terkait dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR yang merugikan keuangan negara hingga Rp 945 miliar. Publik pun menanti jawaban agar tidak ada yang fiktif dari dana yang dipakai wakil rakyat. (Detik.com)
Dugaan kunker fiktif ini terungkap dari inisiatif yang dilakukan Fraksi PDIP DPR. PDIP meminta anggotanya membuat laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses.
PDIP mendapat informasi dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR soal hasil audit BPK itu. Dalam suratnya kepada fraksi-fraksi DPR, Setjen DPR menginformasikan tentang diragukannya keterjadian kunjungan kerja anggota DPR dalam melaksanakan tugasnya, sehingga potensi kerugian negara mencapai Rp 945.465.000.000.
Wakil Ketua BURT DPR Dimyati Natakusuma meyakini anggota DPR menjalankan kunkernya sesuai aturan. Hanya saja, para anggota dewan ini terlalu malas untuk menyusun laporan secara lengkap setelah menerima duit.
"Ada yang kadang-kadang malas (melaporkan). Ambil duitnya mau, melaporkannya tidak mau. Ada yang malas juga mempertanggungjawabkan," kata Dimyati Natakusuma saat dihubungi, Kamis (12/5/2016) malam.
Dimyati mencoret kemungkinan adanya penyimpangan dalam dugaan kunker fiktif ini. Dia yakin anggota DPR tetap menjalankan kunker meski anggaran yang ada sekarang dianggap minim.
"Kecil kemungkinan anggota dewan lakukan penyimpangan dari situ. Malah kurang anggaran dari situ," ucap Dimyati.
Senada dengan Dimyati, Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno juga menepis kemungkinan adanya penyimpangan anggaran. Menurutnya, hasil audit BPK itu tidak berakibat pada masalah hukum. Hasil audit itu hanya terkait format penyusunan yang selama ini tidak akuntabel.
"Enggak (berakibat hukum). Selama ini kan anggota dewan anggap enteng pelaporan seperti itu, karena kegiatan politik banyak yang tidak bisa dilaporkan dengan langsung-langsung seperti itu," ucap Hendrawan saat dihubungi, Kamis (12/5/2016).
"Misalnya nyumbang ini, nyumbang itu, puluhan juta kan nggak bisa dipertanggungjawabkan. Mengumpulkan orang dikasih (dana) transport, bagaimana cara pertanggungjawabkan?" imbuhnya.
Kini, KPK akan mempelajari temuan BPK terkait dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR yang merugikan keuangan negara hingga Rp 945 miliar. Publik pun menanti jawaban agar tidak ada yang fiktif dari dana yang dipakai wakil rakyat. (Detik.com)
loading...
Post a Comment