![]() |
Asam Keueng. FOTO/Istimewa |
Banda Aceh - Asam sunti selalu mengingatkan Putra Mubarak Siregar akan neneknya, Baiyah Lidan. Di depan rumahnya, di kawasan Gang Sado, Medan, ada pohon belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) atau belimbing besi yang selalu berbuah lebat. Setiap hari, ada saja buah yang jatuh. Baiyah dengan telaten memungutinya. Sehari 10 buah, kadang 20 buah. Dikumpulkan hingga mencapai 1 panci besar, mungkin sekitar 2 kilogram belimbing wuluh.
Baiyah lalu membuat asam sunti. Kalau masakan Medan berpusat pada andaliman, maka masakan Aceh memasang asam sunti sebagai pusakanya. Orang Aceh menyebut asam sunti sebagai asam boh limeng. Ada banyak ragam masakan Aceh yang menggunakan asam sunti. Mulai dari uengkoet keumamah, kari, hingga asam keueng.
Membuat asam sunti sama sekali tak susah. Cara pembuatannya ada banyak versi. Langkah pertama yang dilakukan Baiyah adalah menebarkan belimbing wuluh di wadah rata dan lebar. Lalu beri garam. Jemur di terik matahari hingga berkerut. Setelah mengerut, balik belimbing wuluh, lalu beri garam untuk kedua kalinya. Jemur lagi, hingga kering.
Nyaris semua rumah di Aceh punya persediaan asam sunti. Proses fermentasinya, juga bagaimana semua orang bisa membuatnya dan punya persediaan sendiri, mengingatkan saya pada kimchi bagi orang Korea.
Setelah asam sunti selesai diproses, bahan masakan ini bisa disimpan hingga lama. Baiyah biasanya membuat asam keueng. Ini yang membuat Putra rindu pada Mami, panggilan kesayangannya untuk Baiyah.
Putra anak kedua dari empat bersaudara. Sebagai anak berdarah Aceh yang lahir dan besar di Medan, ia suka merantau. Pria kelahiran 1983 ini pertama kali merantau di umur 18 tahun. Baru lulus SMA. Ia pergi ke Jakarta, jadi calo buku di Pasar Senen. Setelahnya ia mencoba berbagai macam pekerjaan. Mulai jadi sopir, pemanggang di sebuah pabrik roti, hingga akhirnya dapur kembali memanggil.
"Sejak SMP saya belajar masak, karena rutin melihat Mami memasak," ujarnya.
Maka tahun 2009, ia memberanikan diri pergi ke Malaysia. Tawaran bekerja di restoran membuatnya tertarik. Ia kemudian bekerja di Magenta Restaurant yang berada di Kuching, Sarawak. Awalnya di bagian garnish. Lalu naik ke departemen penggorengan. Lalu jadi juru masak. Di Magenta pula, Putra sempat ikut seleksi Master Chef Malaysia. Tapi karena Putra adalah warga negara asing, ia hanya bertahan di putaran 50 besar. Putra menghabiskan 2 tahun bekerja di Magenta.
Baiyah lalu membuat asam sunti. Kalau masakan Medan berpusat pada andaliman, maka masakan Aceh memasang asam sunti sebagai pusakanya. Orang Aceh menyebut asam sunti sebagai asam boh limeng. Ada banyak ragam masakan Aceh yang menggunakan asam sunti. Mulai dari uengkoet keumamah, kari, hingga asam keueng.
Membuat asam sunti sama sekali tak susah. Cara pembuatannya ada banyak versi. Langkah pertama yang dilakukan Baiyah adalah menebarkan belimbing wuluh di wadah rata dan lebar. Lalu beri garam. Jemur di terik matahari hingga berkerut. Setelah mengerut, balik belimbing wuluh, lalu beri garam untuk kedua kalinya. Jemur lagi, hingga kering.
Nyaris semua rumah di Aceh punya persediaan asam sunti. Proses fermentasinya, juga bagaimana semua orang bisa membuatnya dan punya persediaan sendiri, mengingatkan saya pada kimchi bagi orang Korea.
Setelah asam sunti selesai diproses, bahan masakan ini bisa disimpan hingga lama. Baiyah biasanya membuat asam keueng. Ini yang membuat Putra rindu pada Mami, panggilan kesayangannya untuk Baiyah.
Putra anak kedua dari empat bersaudara. Sebagai anak berdarah Aceh yang lahir dan besar di Medan, ia suka merantau. Pria kelahiran 1983 ini pertama kali merantau di umur 18 tahun. Baru lulus SMA. Ia pergi ke Jakarta, jadi calo buku di Pasar Senen. Setelahnya ia mencoba berbagai macam pekerjaan. Mulai jadi sopir, pemanggang di sebuah pabrik roti, hingga akhirnya dapur kembali memanggil.
"Sejak SMP saya belajar masak, karena rutin melihat Mami memasak," ujarnya.
Maka tahun 2009, ia memberanikan diri pergi ke Malaysia. Tawaran bekerja di restoran membuatnya tertarik. Ia kemudian bekerja di Magenta Restaurant yang berada di Kuching, Sarawak. Awalnya di bagian garnish. Lalu naik ke departemen penggorengan. Lalu jadi juru masak. Di Magenta pula, Putra sempat ikut seleksi Master Chef Malaysia. Tapi karena Putra adalah warga negara asing, ia hanya bertahan di putaran 50 besar. Putra menghabiskan 2 tahun bekerja di Magenta.
loading...
Post a Comment