![]() |
TUNGGU NASIB: Yoyok saat menjalani sidang tuntutan kemarin. Dia dituntut hukuman mati. (FAJRIN MARHAENDRA BAKTI/JAWA POS) |
Jakarta - Dua kali dihukum berat karena perkara narkotika tidak membuat bandar gede (bede) Hadi Sunarto alias Yoyok jera. Hal itu membuat jaksa penuntut umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman mati kemarin (29/5).
Mengenakan baju biru dilapisi jaket tahanan merah, Yoyok terlihat grogi. Keringat dingin terus mengalir dari wajahnya. Pria asli Surabaya itu menghela napas panjang saat jaksa Gusti Putu Karmawan mulai membacakan tuntutannya.
Karmawan menganggap Yoyok terbukti bersalah. Yoyok telah bersekongkol dengan tiga terpidana lain. Yakni, Abdul Latif, Indri Rachmawati, dan Tri Diah Torissiah alias Susi. Mereka mengedarkan narkotika. Pelanggarannya adalah pasal 114 ayat (2) juncto pasal 132 UU No 35 Tahun 2009 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Sesuai dengan dakwaan primer JPU. ''Terdakwa terbukti terlibat peredaran narkotika bukan tanaman lebih dari 1 kilogram,'' ujar Karmawan.
Karena perbuatannya tersebut, pria yang juga akrab disapa Bos Besar itu dituntut maksimal. Mati. Tuntutan tersebut sama dengan tiga anak buahnya. ''Dengan terdakwa tetap ditahan,'' lanjutnya.
Selain barang bukti yang mencapai 13 kg, tuntutan maksimal tersebut diberikan lantaran Yoyok dianggap tidak kooperatif selama sidang. Pria 47 tahun itu berbelit-belit ketika memberikan keterangan. Yoyok tidak mengakui semua barang bukti yang ditemukan dalam kamarnya di Lapas Nusakambangan. ''Terdakwa tidak menyesali perbuatannya,'' ucap Karmawan.
Sontak, tuntutan tersebut membuat Yoyok tambah tegang. Melihat kondisi itu, Harijanto, ketua majelis hakim, berusaha menenangkan terdakwa. ''Ini kan baru tuntutan,'' tuturnya. ''Keputusan kan bisa sama. Bisa juga lebih rendah. Tenang saja,'' tambahnya.
Yoyok pun terlihat lebih tenang. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum. Meski kecut. ''Iya, yang mulia. Santai saja,'' ucapnya, lantas diiringi gelak tawa peserta sidang. Namun, Yoyok menganggap pemeriksaan terhadap dirinya sangat janggal. ''Saya dimasukkan 'kandang macan' (sel isolasi, Red) agar mau mengaku,'' paparnya.
Didi Sungkono, kuasa hukum Yoyok, sempat mengajukan keberatan. Menurut dia, ada kejanggalan dalam proses pemeriksaan kliennya. Dia keberatan karena kliennya tidak didampingi penasihat selama diperiksa petugas. ''Belum lagi pengakuan terdakwa adanya penyiksaan selama pemeriksaan,'' katanya.
Karena itu, pihaknya berencana mengajukan pembelaan pada sidang selanjutnya. Segala bentuk kejanggalan akan dituangkan dalam nota pembelaan. ''Kami berharap hakim akan terbuka hatinya,'' jelasnya.
Sidang dilanjutkan pada 12 Juni dengan agenda pembacaan pleidoi dari kuasa hukum dan terdakwa. ''Gunakan kesempatan sebaik-baiknya agar bisa memperingan hukumanmu,'' tutur Harijanto.
Sebelumnya, Susi dan Indri sudah lebih dulu divonis seumur hidup. Itu setelah keduanya mendapat keringanan hukuman di tingkat banding dan kasasi. Sementara itu, Latif tidak mendapat pengampunan sama sekali. Dia tetap dijatuhi pidana mati oleh majelis hakim PT Surabaya. Kini, Latif sedang menunggu putusan kasasi dari MA.
Saat ini, Indri mendekam di Lapas Wanita Malang. Susi pun telah dipindah ke penjara yang sama. Sedangkan Latif menghuni Lapas Kelas I (Surabaya) Porong.
Seusai sidang, Yoyok tidak bisa menutupi rasa gusarnya. Sepanjang perjalanan kembali ke mobil tahanan, mulutnya terus meracau. Sumpah serapah ditujukan kepada jaksa dan polisi.
Mendengar ocehan itu, dua anggota Satsabhara Polrestabes Surabaya yang mengawalnya berusaha menenangkan. "Sudah Yok, yang sabar," ujar salah seorang polisi yang enggan disebutkan namanya.
Pria yang sebelumnya divonis 35 tahun penjara itu tetap saja ngomel. Omongannya tidak keruan. Setengah frustrasi, Yoyok menjawab dengan nada ketus, "Ya wis. Wayahe mati, ya mati, Pak."
Dia pun dimasukkan kembali ke mobil tahanan hijau tua yang dikhususkan untuknya. Dia akan kembali melalui masa penahanan di Lapas Kelas I Surabaya.
Tuntutan maksimal itu sekaligus pemenuhan janji jaksa. Sebelumnya, mantan Kasipidum Kejari Surabaya Joko Budi Darmawan menyatakan tidak akan memberikan tuntutan yang ringan kepada Yoyok. "Kami tidak akan membiarkan Yoyok dihukum ringan," ujar Joko pada 15 Desember 2016. (jawapos)
Mengenakan baju biru dilapisi jaket tahanan merah, Yoyok terlihat grogi. Keringat dingin terus mengalir dari wajahnya. Pria asli Surabaya itu menghela napas panjang saat jaksa Gusti Putu Karmawan mulai membacakan tuntutannya.
Karmawan menganggap Yoyok terbukti bersalah. Yoyok telah bersekongkol dengan tiga terpidana lain. Yakni, Abdul Latif, Indri Rachmawati, dan Tri Diah Torissiah alias Susi. Mereka mengedarkan narkotika. Pelanggarannya adalah pasal 114 ayat (2) juncto pasal 132 UU No 35 Tahun 2009 juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Sesuai dengan dakwaan primer JPU. ''Terdakwa terbukti terlibat peredaran narkotika bukan tanaman lebih dari 1 kilogram,'' ujar Karmawan.
Karena perbuatannya tersebut, pria yang juga akrab disapa Bos Besar itu dituntut maksimal. Mati. Tuntutan tersebut sama dengan tiga anak buahnya. ''Dengan terdakwa tetap ditahan,'' lanjutnya.
Selain barang bukti yang mencapai 13 kg, tuntutan maksimal tersebut diberikan lantaran Yoyok dianggap tidak kooperatif selama sidang. Pria 47 tahun itu berbelit-belit ketika memberikan keterangan. Yoyok tidak mengakui semua barang bukti yang ditemukan dalam kamarnya di Lapas Nusakambangan. ''Terdakwa tidak menyesali perbuatannya,'' ucap Karmawan.
Sontak, tuntutan tersebut membuat Yoyok tambah tegang. Melihat kondisi itu, Harijanto, ketua majelis hakim, berusaha menenangkan terdakwa. ''Ini kan baru tuntutan,'' tuturnya. ''Keputusan kan bisa sama. Bisa juga lebih rendah. Tenang saja,'' tambahnya.
Yoyok pun terlihat lebih tenang. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum. Meski kecut. ''Iya, yang mulia. Santai saja,'' ucapnya, lantas diiringi gelak tawa peserta sidang. Namun, Yoyok menganggap pemeriksaan terhadap dirinya sangat janggal. ''Saya dimasukkan 'kandang macan' (sel isolasi, Red) agar mau mengaku,'' paparnya.
Didi Sungkono, kuasa hukum Yoyok, sempat mengajukan keberatan. Menurut dia, ada kejanggalan dalam proses pemeriksaan kliennya. Dia keberatan karena kliennya tidak didampingi penasihat selama diperiksa petugas. ''Belum lagi pengakuan terdakwa adanya penyiksaan selama pemeriksaan,'' katanya.
Karena itu, pihaknya berencana mengajukan pembelaan pada sidang selanjutnya. Segala bentuk kejanggalan akan dituangkan dalam nota pembelaan. ''Kami berharap hakim akan terbuka hatinya,'' jelasnya.
Sidang dilanjutkan pada 12 Juni dengan agenda pembacaan pleidoi dari kuasa hukum dan terdakwa. ''Gunakan kesempatan sebaik-baiknya agar bisa memperingan hukumanmu,'' tutur Harijanto.
Sebelumnya, Susi dan Indri sudah lebih dulu divonis seumur hidup. Itu setelah keduanya mendapat keringanan hukuman di tingkat banding dan kasasi. Sementara itu, Latif tidak mendapat pengampunan sama sekali. Dia tetap dijatuhi pidana mati oleh majelis hakim PT Surabaya. Kini, Latif sedang menunggu putusan kasasi dari MA.
Saat ini, Indri mendekam di Lapas Wanita Malang. Susi pun telah dipindah ke penjara yang sama. Sedangkan Latif menghuni Lapas Kelas I (Surabaya) Porong.
Seusai sidang, Yoyok tidak bisa menutupi rasa gusarnya. Sepanjang perjalanan kembali ke mobil tahanan, mulutnya terus meracau. Sumpah serapah ditujukan kepada jaksa dan polisi.
Mendengar ocehan itu, dua anggota Satsabhara Polrestabes Surabaya yang mengawalnya berusaha menenangkan. "Sudah Yok, yang sabar," ujar salah seorang polisi yang enggan disebutkan namanya.
Pria yang sebelumnya divonis 35 tahun penjara itu tetap saja ngomel. Omongannya tidak keruan. Setengah frustrasi, Yoyok menjawab dengan nada ketus, "Ya wis. Wayahe mati, ya mati, Pak."
Dia pun dimasukkan kembali ke mobil tahanan hijau tua yang dikhususkan untuknya. Dia akan kembali melalui masa penahanan di Lapas Kelas I Surabaya.
Tuntutan maksimal itu sekaligus pemenuhan janji jaksa. Sebelumnya, mantan Kasipidum Kejari Surabaya Joko Budi Darmawan menyatakan tidak akan memberikan tuntutan yang ringan kepada Yoyok. "Kami tidak akan membiarkan Yoyok dihukum ringan," ujar Joko pada 15 Desember 2016. (jawapos)
loading...
Post a Comment