Deoxa Indonesian Channels
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

lisensi

Advertisement

Advertisement
Wednesday, 31 May 2017, 19:55:00 WIB
Last Updated 2017-05-31T12:55:23Z
HukumNusantara

Ironis! Perancang Burung Garuda Dituduh Makar dan Dipenjara

Advertisement
Proses perancangan lambang negara 'Burung Garuda' yang dibuat oleh Syarif Abdul Hamid Alkadrie atau Sultan Hamid II. (Foto: Sejarah Lambang Negara)
StatusAceh.Net - Sejak 2016, pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Dan mulai tahun ini, hari besar itu ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Dasar negara Indonesia, Pancasila, tercantum dalam lambang negara yaitu Burung Garuda. Adalah sultan Pontianak, Kalimantan Barat, Sultan Hamid II yang merancang Burung Garuda seperti bentuk yang dikenal sekarang.

Sultan Hamid II yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, pada 1950 mendapat tugas dari Presiden Soekarno sebagai Menteri Negara yang bertugas merancang lambang negara. Selain hasil rancangan Hamid, terdapat juga Burung Garuda hasil rancangan Muhammad Yamin.

Dari 2 rancangan ini, tim perancang akhirnya memilih karya Hamid. Hal ini juga mendapat persetujuan dari Soekarno dan Muhammad Hatta. Usai menunaikan tugasnya, Hamid pun diberhentikan dari kabatannya sebagai menteri negara.

Memberontak, Diadili Dakwaan Makar
Sebagian kalangan menilai, Hamid kecewa karena tak lagi mendapat tempat di pemerintahan. Padahal, dia merupakan lulusan Akademi Militer Belanda, Breda.

Dengan latar belakang itu, Hamid yang pernah menjadi opsir Belanda, merasa layak menyandang jabatan Menteri Pertahanan. Kekecewaan Hamid, dimanfaatkan Raymond Westerling, bekas Komandan Detasemen Pasukan Khusus Belanda yang mendirikan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Westerling mengajak Hamid bergabung dan melakukan serangan militer di Bandung. Sejumlah prajurit Siliwangi gugur akibat serangan itu. Pemberontakan militer Westerling berlanjut ke Jakarta.

Targetnya adalah Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX, Sekjen Ali Budiarjo, serta Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang. Namun aksi ini gagal, karena sidang kabinet yang dihadiri mereka bertiga sudah bubar, sebelum pasukan pemberontak tiba.

Hamid pun kemudian ditangkap dan diadili dengan dakwaan makar. Pengadilan memvonisnya bersalah, dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.

Tidak Mendalangi Makar
Berbeda dengan versi sejarah tersebut, buku "Sultan Hamid II: Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila” membantah pengkhianatan Hamid.

“Dia bukanlah pengkhianat negara seperti black campaign pada masa kehidupannya, namun pahlawan negara yang karya ciptanya menduduki peringkat tertinggi di dalam struktur negara, yaitu lembang negara,” ungkap penulis buku tersebut.

Dikutip dari thesis Fakultas Hukum UI yang disusun Anshari Dimyati, salah seorang penulis buku tersebut, dakwaan primer soal makar yang dituduhkan pada Hamid tak pernah terbukti.

“Demikian juga serangan terhadap Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta, tidak pernah terjadi. Tidak ada serangan, tidak ada tembak-menembak,” katanya.(Arah.com)

Terkini