“Apakah robot Rusia lebih baik ketimbang robot Amerika? Jelas tidak."
StatusAceh.Net - Dmitry
Rogozin tentu hanya bercanda saat mengatakan bahwa Rusia tak butuh lagi
“sopir” tank, akhir tahun lalu. Wakil Perdana Menteri Rusia untuk
urusan industri pertahanan itu mengatakan bahwa mereka butuh lebih
banyak pemain game World of Tanks.
Rusia tentu saja masih butuh banyak prajurit untuk menyopiri
tank-tank mereka. Mereka masih punya ribuan tank T-72 yang legendaris.
Dan baru beberapa bulan lalu, Rusia memamerkan tank generasi terbaru,
T-14 Armata buatan Uralvagonzavod.
Tapi perang di masa depan, menurut Wakil Perdana Menteri Rogozin,
memang tak lagi sama seperti Perang Dunia II atau era Perang Dingin.
Perang di masa datang akan makin banyak melibatkan robot yang
dikendalikan para “sopir” dari jauh.
“Kita akan menghadapi pertempuran tanpa kontak langsung, sehingga tak
akan ada prajurit kita yang mati di medan perang,” kata Rogozin,
dikutip SputnikNews. Yang akan berhadap-hadapan langsung di medan tempur adalah “prajurit-prajurit” robot.
RS1A3 Mini Rex buatan Lobaev Robotics
Foto: Lobaev Robotics
Masa perang seperti perang di Korea dan Vietnam
setengah abad lalu, atau perang ala Operasi Badai Gurun di Irak,
sepertinya memang sudah lewat. Seperti ditulis Robert O. Work, Wakil
Menteri Pertahanan Amerika Serikat, dalam artikelnya bertajuk “Preparing
War on Robotic Age”, masa perlombaan senjata nuklir dan peluru kendali
sudah berlalu.
“Superioritas teknologi militer Amerika terus terkikis,” Robert Work
menulis. Jika hendak mempertahankan superioritas militernya, menurut
dia, Pentagon harus menggenjot keunggulan militer Amerika dalam
perlombaan teknologi robot militer.
“Kita tahu bahwa Cina sudah menggelontorkan investasi besar-besaran
untuk mengembangkan robot otonom militer…. Jenderal Valery Gerasimov,
Panglima Angkatan Bersenjata Rusia, juga telah menekankan perlunya
kesiapan persiapan mereka menghadapi perang robot,” kata Robert Work,
dikutip Defense One. Dan bukan tak mungkin, mengutip Jenderal
Gerasimov, dalam beberapa tahun mendatang, satu unit atau satu kompi
“prajurit” robot bisa bekerja sama dan melakukan operasi militer secara
otonom tanpa melibatkan sama sekali prajurit manusia.
* * *
Genderang tanda dimulainya perlombaan teknologi “prajurit” robot sudah ditabuh.
“Perlombaan ini bukan hanya soal Amerika dan Rusia,
tapi banyak negara lain, bahkan juga melibatkan perusahaan-perusahaan di
Lembah Silikon…. Semuanya berlomba menjadi yang terdepan,” kata Peter
W. Singer, peneliti militer di New America, kepada Popular Mechanics.
Paling tidak, ada lebih dari 70 negara yang sedang mengembangkan robot
militer, otonom maupun tidak, dari Israel, Cina, hingga Iran.
Patroli tentara Amerika di Khakriz, Afganistan, menggunakan robot untuk mendeteksi ranjau Foto: Getty ImagesIran, seperti diklaim oleh Brigadir Jenderal Ahmad
Reza Pourdastan, Panglima Angkatan Darat Iran, tengah mengembangkan
robot penembak jitu. “Di robot ini akan dipasang senapan sniper 23
milimeter dan akan menjadi yang pertama di Iran, juga di dunia,”
Jenderal Pourdastan mengklaim, dikutip Tasnim News.
Militer Cina jarang pamer robot-robotnya sehingga
agak sulit menaksir sudah sejauh mana kemampuan mereka. Inggris
mengembangkan pesawat tanpa awak semi-otonom dengan teknologi stealth Taranis. Sejumlah negara Eropa bergabung dalam konsorsium untuk mengembangkan pesawat tanpa awak Dassault nEUROn.
Rusia baru dua tahun lalu mengoperasikan Laboratorium Robot Militer,
tapi getol pamer “prajurit-prajurit” robotnya di situs-situs berita yang
dikendalikan Moskow, seperti Sputnik News. Pada Januari lalu, Sputnik menulis
soal robot RS1A3 Mini Rex yang dirancang oleh Lobaev Robotics. Robot
otonom yang bobotnya hanya 23 kilogram ini dipersenjatai senapan dan
mampu beroperasi di pelbagai medan, bahkan diklaim mampu menaiki tangga
dengan lincah.
Dua bulan kemudian, Rusia kembali memamerkan robotnya, Uran-9,
Uran-6, dan Uran-14. Robot tank tanpa awak Uran-9 dipersenjatai dengan
kanon 30 mm ABM M30, senapan mesin 7.62, dan misil 9M120 Ataka. Robot
Uran-6, yang dibuat oleh Rostec, bisa dikendalikan dari jarak 1
kilometer, berfungsi sebagai penyapu ranjau dan penjinak bom. Si bontot
Uran-14 dapat dipakai untuk menjinakkan api dan menyingkirkan rupa-rupa
hambatan yang menghalangi jalan pasukan.
Uralvagonzavod, pembuat tank T-14 Armata, sudah siap
bertransisi dari tank dengan awak ke tank tanpa sopir dan tank otonom,
tank tanpa sopir juga tanpa operator.
Sekarang, menurut Vyacheslav Khalitov, Wakil Direktur Jenderal
Uralvagonzavod, T-14 masih perlu dioperasikan oleh tiga prajurit. “Tapi
nanti akan kami kurangi menjadi dua prajurit, kemudian tanpa awak sama
sekali,” kata Khalitov. Dia berharap, prototipe tank tanpa awak itu
bakal siap paling telat dua tahun lagi.
Penyapu ranjau Uran
Foto: Sputnik
Semua kontraktor pertahanan Rusia dikerahkan untuk
mempersiapkan pasukan robot Beruang Merah. United Instrument
Manufacturing Corporation (OPK), anak usaha Rostec, mengklaim telah
menuntaskan pengembangan software Unicum untuk dipasang di segala jenis robot militer.
Unicum, menurut Sergey Skokov, Wakil Presiden Direktur OPK, bisa
dipasang sekaligus di 10 robot. Sepuluh robot ini bakal bisa saling
berkomunikasi, berkoordinasi, mengidentifikasi musuh, dan mengenali
masalah dalam satu operasi militer layaknya satu unit pasukan.
Walaupun Rusia sudah melompat jauh dalam hal teknologi robot militer,
dalam pengembangan prajurit robot, Amerika tetap masih superior
ketimbang Rusia, juga Cina, dan negara-negara lain. “Apakah robot Rusia
lebih baik ketimbang robot Amerika? Jelas tidak. Tapi apakah mereka
telah menguasai teknologi yang beberapa tahun lalu belum mereka miliki? Yes. Rusia terang terus berinvestasi dan berusaha mengejar Amerika,” kata Peter Singer kepada Vice.
Post a Comment