Jakarta - Pemerintah ngotot untuk melanjutkan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Kata Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki, kereta cepat merupakan upaya modernisasi angkutan massal. Meskipun menuai kritik, proyek kereta cepat itu jalan terus.
Teten menyebutkan, pembangunan Kereta Api Cepat juga ditujukan untuk membangun konektivitas antarkota dan antar kawasan.
"Ini merupakan bagian dari pembangunan jaringan kereta api Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, sepanjang 3.258 km," kata Teten.
Namun, Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menilai ada permainan (pat gulipat) di balik kengototan pemerintah membangun kereta cepat. Kejanggalan utama, terlihat dari soal jaminan proyek tersebut.
Awalnya, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat menyatakan tidak ada jaminan negara ataupun dana APBN dalam proyek tersebut.
Namun, di tahun 2016, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dalam aturan baru tersebut, Proyek cepat dimasukan ke dalam proyek strategis. Artinya, pemerintah bisa memberikan jaminan untuk proyek tersebut. Meskipun di Perpres nomor 3 tahun 2016 Menteri Keuangan dimungkinkan memberi jaminan finansial dan kelayakan usaha, tetapi Jokowi sudah menegaskan tidak ada jaminan finansial dari APBN untuk proyek kereta cepat. Pemerintah hanya akan memberikan jaminan mengenai konsistensi kebijakan pembangunan kereta api cepat, bukan jaminan finansial.
Menteri BUMN Rini soemarno juga berulang kali menegaskan, tidak ada jaminan finansial untuk proyek tersebut. “Ini tidak ada pendanaan dari pemerintah, tidak ada jaminan pemerintah. Pembayarannya dari tiket, pengembangan stasiun-stasiun yang akan dilewati kereta cepat ini," ujar Rini Soemarno, 29 Januari 2016.
Dikatakan Arief, pernyataan menteri Rini itu merupakan sebuah kebohongan. "Ucapan Rini Soemarno yang mengatakan tidak mengunakan jaminan dari pemerintah terkesan membodohi publik ,sebab setelah ground breaking proyek Kereta Api Cepat maka terbit Perpres Nomor 3 Tahun 2016," kata Arief Poyuono.
Arief menduga ada konspirasi busuk antara Jokowi dengan Tiongkok untuk memaksakan proyek mercusuar. "Dan pasti ada oknum-oknum sekitar Jokowi dan Rini Soemarno yang menikmati fee rente projek KA Cepat yang di mark up ini," kata dia.
Ketua Forum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu menjelaskan, sejak awal tender, proyek kereta api cepat sudah bermasalah. Apalagi, ketika pemerintah justru menunjuk Tiongkok sebagai "penggarap" proyek dan menyingkirkan Jepang.
Padahal, kata Arief, proyek Kereta Cepat yang ditawarkan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) jauh lebih menguntungkan. "Produknya juga jauh lebih baik dari China Railway Corporation. Tapi sayangnya JICA dikalahkan akibat ada konspirasi busuk antara Jokowi dengan Xu Shaosi, Menteri Pembangunan Nasional dan Komisi Reformasi China, untuk mempengaruhi tender," ungkap Arief.
Lihat saja, perbandingan harga yang ditawarkan oleh JICA. Saat tender JICA menawarkan biaya proyek kereta cepat USD4,4 Miliar dengan masa pinjaman 40 tahun dengan grace periode (masa mulai membayar bunga ) 10 tahun kemudian setelah pinjaman cair. Dengan bunga 0,1 persen. Sedangkan, China Railway Corporation mengunakan biaya USD5,5 Miliar, yang jauh tiga kali lebih mahal dari biaya pembangunan proyek Kereta api cepat dengan kecepatan 250km/jam yang sama di Tiongkok.
Lalu dari masa pinjaman, Tiongkok memberikan jangka waktu 50 tahun, tapi belum jelas berapa tahun grace periode yang diberikan. Sebab itu, dibutuhkan jaminan dari pemerintah berupa Sovereign Guarantee dalam bentuk Subsidiary Loan Agreement agar BUMN yang ikut dalam projek Kereta Cepat mendapatkan pinjaman sebesar USD5,5 miliar. "Sedangkan bunga bank yang dikenakan adalah 2 persen pertahun tidak fix rate," tutur Arief.
Nah, menurut Arief, dari sisi pembiayaan proyek Kereta Cepat ini tentunya akan merugikan BUMN yang bergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN ( WIKA,PTPN 8 ,PT KAI ,PT JSM ). Begini, di dalam kepemilikan saham PT KCIC, 60 persen Saham dimiliki PT Pilar Sinergi BUMN dan 40 persen China Railway Corporation. "Ini aneh kenapa tidak 100 persen saham dimiliki oleh BUMN. Kenapa China Railway Corporation mendapatkan 40 persen Saham, lalu apa prestasi China Railway Corporation dalam proyek ini. Apakah karena pinjaman sebesar USD5,5 Miliar dari China Bank Development maka China Railway dapat saham 40 persen?, " kata dia.
Kalau itu masalahnya, hal itu hanyalah akal-akalan. Sebab, pinjaman dari China Bank Development itu juga sebenarnya ditanggung oleh BUMN semua nantinya. "Dan apakah tidak dihitung pengunaan lahan milik BUMN yang digunakan untuk jalur KA Cepat," kata dia.
Tak hanya itu, belanja material untuk proyek KA cepat yang hampir 96 persen itu dibeli dari China Railway Corporation . "Lalu apa dong modalnya China Railway Corporation dalam proyek KA Cepat ini," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah Joko Widodo, terutama menteri Rini Soemarno dan Menteri-menteri terkait dalam proyek Kereta Cepat telah membodohi publik. Sebab itu, dia meminta agar proyek tersebut dihentikan. "Masih ada jalan untuk menolak tragedi kerugian negara triliunan rupiah yang akan ditanggung oleh anak cucu kita. Kepala Daerah yang daerahnya dilewati jalur Kereta Cepat sebaiknya ramai-ramai menolak," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra lainnya, Ferry Juliantono mengatakan, Fraksi Partai Gerindra di DPR RI akan bergerilya mencari dukungan guna membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kereta Cepat.
Lewat Pansus Kereta Cepat, nantinya diharapkan masyarakat bisa mendapatkan kejelasan secara rinci dari pemerintah terkait pembangunan proyek tersebut.
"Secara umum kami yakin seluruh fraksi di DPR setuju bahwa masalah Kereta Cepat harus dijelaskan secara lebih rinci dan terbuka," ujar Ferry.
Ferry mengklaim, sejauh ini Fraksi Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera telah mendukung pembentukan Pansus Kereta Cepat. "Sejauh ini mereka setuju. Tapi secara formal belum," pungkas Ferry. (RIMA)
Teten menyebutkan, pembangunan Kereta Api Cepat juga ditujukan untuk membangun konektivitas antarkota dan antar kawasan.
"Ini merupakan bagian dari pembangunan jaringan kereta api Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, sepanjang 3.258 km," kata Teten.
Namun, Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menilai ada permainan (pat gulipat) di balik kengototan pemerintah membangun kereta cepat. Kejanggalan utama, terlihat dari soal jaminan proyek tersebut.
Awalnya, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat menyatakan tidak ada jaminan negara ataupun dana APBN dalam proyek tersebut.
Namun, di tahun 2016, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dalam aturan baru tersebut, Proyek cepat dimasukan ke dalam proyek strategis. Artinya, pemerintah bisa memberikan jaminan untuk proyek tersebut. Meskipun di Perpres nomor 3 tahun 2016 Menteri Keuangan dimungkinkan memberi jaminan finansial dan kelayakan usaha, tetapi Jokowi sudah menegaskan tidak ada jaminan finansial dari APBN untuk proyek kereta cepat. Pemerintah hanya akan memberikan jaminan mengenai konsistensi kebijakan pembangunan kereta api cepat, bukan jaminan finansial.
Menteri BUMN Rini soemarno juga berulang kali menegaskan, tidak ada jaminan finansial untuk proyek tersebut. “Ini tidak ada pendanaan dari pemerintah, tidak ada jaminan pemerintah. Pembayarannya dari tiket, pengembangan stasiun-stasiun yang akan dilewati kereta cepat ini," ujar Rini Soemarno, 29 Januari 2016.
Dikatakan Arief, pernyataan menteri Rini itu merupakan sebuah kebohongan. "Ucapan Rini Soemarno yang mengatakan tidak mengunakan jaminan dari pemerintah terkesan membodohi publik ,sebab setelah ground breaking proyek Kereta Api Cepat maka terbit Perpres Nomor 3 Tahun 2016," kata Arief Poyuono.
Arief menduga ada konspirasi busuk antara Jokowi dengan Tiongkok untuk memaksakan proyek mercusuar. "Dan pasti ada oknum-oknum sekitar Jokowi dan Rini Soemarno yang menikmati fee rente projek KA Cepat yang di mark up ini," kata dia.
Ketua Forum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu menjelaskan, sejak awal tender, proyek kereta api cepat sudah bermasalah. Apalagi, ketika pemerintah justru menunjuk Tiongkok sebagai "penggarap" proyek dan menyingkirkan Jepang.
Padahal, kata Arief, proyek Kereta Cepat yang ditawarkan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) jauh lebih menguntungkan. "Produknya juga jauh lebih baik dari China Railway Corporation. Tapi sayangnya JICA dikalahkan akibat ada konspirasi busuk antara Jokowi dengan Xu Shaosi, Menteri Pembangunan Nasional dan Komisi Reformasi China, untuk mempengaruhi tender," ungkap Arief.
Lihat saja, perbandingan harga yang ditawarkan oleh JICA. Saat tender JICA menawarkan biaya proyek kereta cepat USD4,4 Miliar dengan masa pinjaman 40 tahun dengan grace periode (masa mulai membayar bunga ) 10 tahun kemudian setelah pinjaman cair. Dengan bunga 0,1 persen. Sedangkan, China Railway Corporation mengunakan biaya USD5,5 Miliar, yang jauh tiga kali lebih mahal dari biaya pembangunan proyek Kereta api cepat dengan kecepatan 250km/jam yang sama di Tiongkok.
Lalu dari masa pinjaman, Tiongkok memberikan jangka waktu 50 tahun, tapi belum jelas berapa tahun grace periode yang diberikan. Sebab itu, dibutuhkan jaminan dari pemerintah berupa Sovereign Guarantee dalam bentuk Subsidiary Loan Agreement agar BUMN yang ikut dalam projek Kereta Cepat mendapatkan pinjaman sebesar USD5,5 miliar. "Sedangkan bunga bank yang dikenakan adalah 2 persen pertahun tidak fix rate," tutur Arief.
Nah, menurut Arief, dari sisi pembiayaan proyek Kereta Cepat ini tentunya akan merugikan BUMN yang bergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN ( WIKA,PTPN 8 ,PT KAI ,PT JSM ). Begini, di dalam kepemilikan saham PT KCIC, 60 persen Saham dimiliki PT Pilar Sinergi BUMN dan 40 persen China Railway Corporation. "Ini aneh kenapa tidak 100 persen saham dimiliki oleh BUMN. Kenapa China Railway Corporation mendapatkan 40 persen Saham, lalu apa prestasi China Railway Corporation dalam proyek ini. Apakah karena pinjaman sebesar USD5,5 Miliar dari China Bank Development maka China Railway dapat saham 40 persen?, " kata dia.
Kalau itu masalahnya, hal itu hanyalah akal-akalan. Sebab, pinjaman dari China Bank Development itu juga sebenarnya ditanggung oleh BUMN semua nantinya. "Dan apakah tidak dihitung pengunaan lahan milik BUMN yang digunakan untuk jalur KA Cepat," kata dia.
Tak hanya itu, belanja material untuk proyek KA cepat yang hampir 96 persen itu dibeli dari China Railway Corporation . "Lalu apa dong modalnya China Railway Corporation dalam proyek KA Cepat ini," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah Joko Widodo, terutama menteri Rini Soemarno dan Menteri-menteri terkait dalam proyek Kereta Cepat telah membodohi publik. Sebab itu, dia meminta agar proyek tersebut dihentikan. "Masih ada jalan untuk menolak tragedi kerugian negara triliunan rupiah yang akan ditanggung oleh anak cucu kita. Kepala Daerah yang daerahnya dilewati jalur Kereta Cepat sebaiknya ramai-ramai menolak," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra lainnya, Ferry Juliantono mengatakan, Fraksi Partai Gerindra di DPR RI akan bergerilya mencari dukungan guna membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kereta Cepat.
Lewat Pansus Kereta Cepat, nantinya diharapkan masyarakat bisa mendapatkan kejelasan secara rinci dari pemerintah terkait pembangunan proyek tersebut.
"Secara umum kami yakin seluruh fraksi di DPR setuju bahwa masalah Kereta Cepat harus dijelaskan secara lebih rinci dan terbuka," ujar Ferry.
Ferry mengklaim, sejauh ini Fraksi Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera telah mendukung pembentukan Pansus Kereta Cepat. "Sejauh ini mereka setuju. Tapi secara formal belum," pungkas Ferry. (RIMA)
loading...
Post a Comment