WACANA pemekaran Aceh menjadi dua provinsi yaitu ALA dan ABAS kembali dimunculkan menjelang proses tahapan pilkada Aceh 2017 mendatang.
Pemekaran ALA-ABAS sudah lama diwacanakan oleh elit politik yang menginginkan Aceh dibagi menjadi dua provinsi, tetapi hal tersebut secara nyata bertentangan dengan MoU Helsinki dan UU PA.
Secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat bahwa, pemekaran ALA dan ABAS bukanlah solusi untuk mencapai kesejahteraan. Dengan pemekaran tersebut akan membawa dampak negatif bagi kestabilan politik di Aceh dan ini cukup berpengaruh terhadap perdamaian.
Jika hari ini kita hanya memikirkan pemekaran Aceh tanpa memberikan solusi terhadap persoalan pembangunan, pemerataan ekonomi dan sosial kebudayaan maka kita kembali lagi ke mengulang sejarah kelam. Anak cucu kita akan mencatat bahwa kegalan pembangunan Aceh dan pemeretaan ekonomi akibat konflik sesama orang Aceh karena persoalan pemekaran.
Pembentukan ALA-ABAS secara administrasi sudah tidak terpenuhi berupa usulan Gubernur dan Persetujuan DPR Aceh. Secara nyata UU PA sudah mengunci pemekaran Aceh, tapi hari ini elit politik tetap memaksakan kehendaknya atas nama rakyat. Bila kita jeli melihat bahwa deklarasi pembentukan Abas pada tanggal 4 Desember 2005 dilakukan secara sepihak oleh para pendukungnya bertepatan dengan momentum pembahasan RUU Pemerintah Aceh.
Pesoalan Aceh hari ini adalah persoalan keadilan, kesenjangan sosial dan juga persoalan kemanusian dan ekonomi kerakyatan, jadi bukan persolan pemekaran seperti keinginan elit-elit politik. Rakyat harus mendesak Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Wakil Rakyat Aceh di DPR-RI dan Senator DPD – RI Dapil Aceh, untuk menyelesaikan persoalan keadilan, kesenjangan sosial dan ekonomi kerakyatan.
Kami menilai selama ini perwakilan masyarakat Aceh di DPR RI sibuk dengan Agenda pemekaran yang hanya memihak kepada kepentingan segelintir elit politik di daerah tertentu yang belum tentu dapat memberikan jaminan kesejahtraan.
Berbicara pemekaran Aceh kami nilai ini bertentangan dengan MoU dan UUPA maka oleh karena itu kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Tim Pemekaran untuk tdak mengkhianati perdamaian Aceh. Masyarakat Aceh harus melawan semua pihak yang menentang MoU dan UU PA, perdamaian dilakukan untuk menyatukan seluruh masyarakat Aceh, untuk membangun kembali Aceh yang bermartabat dan merumuskan kembali tatanan sosial di bawah UU No. 11 Tahun 2006.
Masih banyak PR perdamaian yang harus sesegera mungkin diperjuangkan oleh perwakilan Aceh baik di Parlemen Pusat atau Parlemen Daerah, termasuk percepatan pembentukan lembaga KKR, Pengadilan HAM Komisi kebenaran dan klaim serta alokasi lahan untuk mantan kombatan.[]
*Oleh: Azwar AG - Ketua Mahasiswa dan Pemuda Peduli Perdamaian Aceh (M@PPA)
Dikutip dari lintasgayo.com
Pemekaran ALA-ABAS sudah lama diwacanakan oleh elit politik yang menginginkan Aceh dibagi menjadi dua provinsi, tetapi hal tersebut secara nyata bertentangan dengan MoU Helsinki dan UU PA.
Secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat bahwa, pemekaran ALA dan ABAS bukanlah solusi untuk mencapai kesejahteraan. Dengan pemekaran tersebut akan membawa dampak negatif bagi kestabilan politik di Aceh dan ini cukup berpengaruh terhadap perdamaian.
Jika hari ini kita hanya memikirkan pemekaran Aceh tanpa memberikan solusi terhadap persoalan pembangunan, pemerataan ekonomi dan sosial kebudayaan maka kita kembali lagi ke mengulang sejarah kelam. Anak cucu kita akan mencatat bahwa kegalan pembangunan Aceh dan pemeretaan ekonomi akibat konflik sesama orang Aceh karena persoalan pemekaran.
Pembentukan ALA-ABAS secara administrasi sudah tidak terpenuhi berupa usulan Gubernur dan Persetujuan DPR Aceh. Secara nyata UU PA sudah mengunci pemekaran Aceh, tapi hari ini elit politik tetap memaksakan kehendaknya atas nama rakyat. Bila kita jeli melihat bahwa deklarasi pembentukan Abas pada tanggal 4 Desember 2005 dilakukan secara sepihak oleh para pendukungnya bertepatan dengan momentum pembahasan RUU Pemerintah Aceh.
Pesoalan Aceh hari ini adalah persoalan keadilan, kesenjangan sosial dan juga persoalan kemanusian dan ekonomi kerakyatan, jadi bukan persolan pemekaran seperti keinginan elit-elit politik. Rakyat harus mendesak Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Wakil Rakyat Aceh di DPR-RI dan Senator DPD – RI Dapil Aceh, untuk menyelesaikan persoalan keadilan, kesenjangan sosial dan ekonomi kerakyatan.
Kami menilai selama ini perwakilan masyarakat Aceh di DPR RI sibuk dengan Agenda pemekaran yang hanya memihak kepada kepentingan segelintir elit politik di daerah tertentu yang belum tentu dapat memberikan jaminan kesejahtraan.
Berbicara pemekaran Aceh kami nilai ini bertentangan dengan MoU dan UUPA maka oleh karena itu kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Tim Pemekaran untuk tdak mengkhianati perdamaian Aceh. Masyarakat Aceh harus melawan semua pihak yang menentang MoU dan UU PA, perdamaian dilakukan untuk menyatukan seluruh masyarakat Aceh, untuk membangun kembali Aceh yang bermartabat dan merumuskan kembali tatanan sosial di bawah UU No. 11 Tahun 2006.
Masih banyak PR perdamaian yang harus sesegera mungkin diperjuangkan oleh perwakilan Aceh baik di Parlemen Pusat atau Parlemen Daerah, termasuk percepatan pembentukan lembaga KKR, Pengadilan HAM Komisi kebenaran dan klaim serta alokasi lahan untuk mantan kombatan.[]
*Oleh: Azwar AG - Ketua Mahasiswa dan Pemuda Peduli Perdamaian Aceh (M@PPA)
Dikutip dari lintasgayo.com
loading...
Post a Comment