Banda Aceh - Gubernur Zaini Abdullah meminta dukungan kepada para
anggota Tim Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI) Pemantau Otonomi Khusus
Aceh untuk segera menuntaskan beberapa produk hukum yang menjadi turunan
dari Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
“Saat
ini, masih banyak terdapat beberapa Peraturan Pelaksanaan UUPA, yang
menurut hemat kami perlu dituntaskan dan direvisi, agar mampu menyerap
semangat dari UUPA itu sendiri,” katanya saat melakukan pertemuan dengan
tim tersebut di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Banda Aceh, Rabu (17/2).
Pertemuan
tersebut dihadiri oleh Ketua Tim Pemantau Otsus yang juga Wakil Ketua
DPR RI, Fadli Zon, Koordinator Tim, H. Firmandez, serta anggota yang
terdiri dari Nasir Djamil, Diah Pitaloka, Sirmadji, Fadhlullah, H.
Muslim Ayub, H. Irawan dan Prof. Dr. Bachtiar Aly. Turut hadir Ketua
Komisi I DPRA, Abdullah Saleh, Kapolda Aceh, Irjen Pol Husein Hamidi,
Kajati Aceh, Raja Nafrizal, para Bupati dan Wali Kota serta SKPA dan
sejumlah tamu lainnya.
Antara
beberapa peraturan yang perlu segera dituntaskan menurut Gubernur Aceh
adalah PP Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah Yang Bersifat
Nasional di Aceh, Perpres Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengalihan Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota menjadi Badan Pertanahan Aceh dan Kantor Pertanahan Aceh
Kabupaten/Kota dan PP Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Sumberdaya
Alam Bersama Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Menurut
Gubernur, walaupun beberapa dari PP tersebut telah mendapat respon dari
Presiden tetapi pembahasannya di tingkat kementerian terkait belum
sepenuhnya selesai.
“Oleh
karena itu tim Pemerintah Aceh terus berupaya berkoordinasi dengan
Pemerintah Pusat agar semuanya dapat dituntaskan dalam waktu yang tidak
terlalu lama, dan dukungan dari anggota tim pemantau dari DPR RI ini
tentu sangat kami harapkan,” tegas Gubernur.
Selain
dari beberapa PP tersebut yang belum tuntas, Gubernur menyatakan masih
banyak terdapat beberapa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) lainnya
yang perlu dibahas bersama antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
Antara
RPP yang dimaksud menurut Gubernur adalah RPP tentang Standar, Norma
dan Prosedur Pembinaan dan Pengawasan PNS Provinsi Aceh dan
Kabupaten/Kota, RPP tentang Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan
Aceh, RPP tentang Penyerahan Prasarana, Pendanaan, Personil dan Dokumen
Terkait dengan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah
dan RPP tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur
sebagai Wakil Pemerintahan.
“Kita harap Pemerintah Pusat lebih tegas dan jujur dalam memberikan hak dan wewenang Aceh sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh,” katanya.
Gubernur singgung pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
Dalam
pertemuan tersebut, Gubernur Aceh turut menyinggung Perpres No.3 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang tidak
menempatkan Aceh sebagai salah satu kawasan prioritas nasional untuk
pembangunan jalan tol, kereta api Trans-Sumatra.
“Saya
sangat kecewa melihat perpres itu, dimana Aceh hanya dicantumkan dalam
proyek strategis nasional untuk pembangunan beberapa bendungan saja,
dibandingkan dengan Sumatera Utara yang mendapat pembangunan jalan tol
di beberapa ruas. Kenapa Aceh cuma dapat proyek prioritas nasional pada
bendungannya saja?,” ujar Gubernur.
Gubernur
berharap Pemerintah Pusat seharusnya memberikan perhatian lebih besar
terhadap Aceh, terutama dalam pembangunan infrastruktur strategis
seperti pembangunan jalan tol dan kereta api.
“Aceh
sudah memberikan kontribusi yang besar dari awal terbentuknya RI, oleh
karena itu kami minta Pemerintah Pusat jangan mendiskriminasikan Aceh
dalam hal pembangunan,” tegas Gubernur.
Dana Otsus dorong pembangunan Aceh lebih baik
Terkait
dengan penggunaan dana otsus untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Aceh, Gubernur menyatakan Dana Otonomi Khusus yang telah diterima oleh
Aceh sejak 2008 telah memberikan kontribusi penting dalam peningkatan
ekonomi dan penurunan angka kemiskinan di Aceh.
“Terbukti
semenjak awal diberikan dana otonomi khusus pada tahun 2008 sampai
sekarang, pertumbuhan ekonomi Aceh semakin membaik. “Pada tahun 2008,
pertumbuhan Aceh berkisar 1,88 %, sementara sampai dengan 2015,
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Aceh
berkisar 4,34 %,” jelas Gubernur.
Demikian
juga halnya dengan kemiskinan, dimana menurut data BPS menunjukkan tren
terus menurun, dimana persentase penduduk miskin pada tahun 2008
mencapai 23,5 %, dan berhasil diturunkan menjadi 17, 11 % pada tahun
2015.
“Untuk
itu, kami sekali lagi meminta dukungan kepada Bapak Ibu anggota tim
pemantau dari DPR RI, agar perhatian terhadap Aceh dapat terus
ditingkatkan. Kami beserta seluruh jajaran Pemerintah Aceh, akan terus menempuh berbagai langkah, agar pembangunan Aceh dapat menjadi semakin baik dari waktu ke waktu,” ujar Gubernur.(Rill)
loading...
Post a Comment