Lombok - Warga Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdampak gempa 7 SR dan 6,2 SR pekan lalu masih bertahan di tenda pengungsian. Sementara penanganan darurat dampak gempa bumi di NTB memasuki hari ketujuh.
Penanganan terus dilakukan. Data korban meninggal terus bertambah hingga mencapai 392 orang. Gempa susulan juga terus terjadi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merekam, hingga kemarin (12/8) pukul 15.00 Wita, telah terjadi 576 gempa susulan. Korban meninggal terbanyak masih terdapat di Lombok Utara dengan 339 orang, Lombok Barat 30 orang, Kota Mataram 9 orang, Lombok Timur 10 orang, Lombok Tengah 2 orang, dan Kota Lombok 2 orang.
Korban luka-luka tercatat 1.353 orang, 783 orang di antaranya luka berat dan 570 orang luka ringan. "Pendataan dan verifikasi masih dilakukan petugas," kata Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kemarin (12/8).
Sutopo mengatakan, beras, sembako, dan kebutuhan dasar untuk pengungsi harus tersedia mengingat masa pengungsian masih akan berlangsung lama.
BNPB juga mengimbau agar distribusi bantuan tidak dilakukan secara sembarangan. Secara khusus, BNPB tidak menganjurkan bantuan berupa susu formula dan makanan bayi. Khusus bagi ibu dengan bayi di bawah 2 tahun, disarankan tetap menyusui. "Meski kondisi darurat, harus tetap menyusui. Tidak bisa digantikan dengan susu formula," tegas Sutopo.
Susu formula dan sejenisnya tidak dianjurkan karena peralatan untuk mengolahnya sulit didapatkan. Misalnya, air bersih, alat memasak, dan botol steril.
"Pemberian susu formula meningkatkan risiko diare, kurang gizi, bahkan kematian bayi," kata Sutopo.
Sementara itu, pengungsi korban gempa semakin menderita. Bukan saja karena trauma gempa, mereka semakin tidak nyaman hidup di pengungsian tanpa ada kejelasan. Di sisi lain distribusi bantuan bagi 352.793 jiwa pengungsi belum bisa merata. Kini semakin banyak warga meminta sumbangan di pinggir ke jalan.
Keresahan itu dirasakan Maryam, 65, warga Dusun Sidemen Lauq, Desa Lembah Sari, Kecamatan Batu Layar. Dia sudah sepekan berada di pengungsian bersama anak dan cucu-cucunya. Setiap hari mereka hanya bisa berbaring di antara tumpukan pakaian dan bermacam perabot dapur di tenda itu. "Kalau malam habis kita (saya) digigit nyamuk," keluhnya.
Hal yang sama dikeluhkan Hj Nur Aisah, 70, pengungsi lainnya asal Lembah Sari. Pada malam hari mereka kedinginan, atap terpal tak cukup menghangatkan tubuh rentanya. | Jawapos
Penanganan terus dilakukan. Data korban meninggal terus bertambah hingga mencapai 392 orang. Gempa susulan juga terus terjadi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merekam, hingga kemarin (12/8) pukul 15.00 Wita, telah terjadi 576 gempa susulan. Korban meninggal terbanyak masih terdapat di Lombok Utara dengan 339 orang, Lombok Barat 30 orang, Kota Mataram 9 orang, Lombok Timur 10 orang, Lombok Tengah 2 orang, dan Kota Lombok 2 orang.
Korban luka-luka tercatat 1.353 orang, 783 orang di antaranya luka berat dan 570 orang luka ringan. "Pendataan dan verifikasi masih dilakukan petugas," kata Kapusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kemarin (12/8).
Sutopo mengatakan, beras, sembako, dan kebutuhan dasar untuk pengungsi harus tersedia mengingat masa pengungsian masih akan berlangsung lama.
BNPB juga mengimbau agar distribusi bantuan tidak dilakukan secara sembarangan. Secara khusus, BNPB tidak menganjurkan bantuan berupa susu formula dan makanan bayi. Khusus bagi ibu dengan bayi di bawah 2 tahun, disarankan tetap menyusui. "Meski kondisi darurat, harus tetap menyusui. Tidak bisa digantikan dengan susu formula," tegas Sutopo.
Susu formula dan sejenisnya tidak dianjurkan karena peralatan untuk mengolahnya sulit didapatkan. Misalnya, air bersih, alat memasak, dan botol steril.
"Pemberian susu formula meningkatkan risiko diare, kurang gizi, bahkan kematian bayi," kata Sutopo.
Sementara itu, pengungsi korban gempa semakin menderita. Bukan saja karena trauma gempa, mereka semakin tidak nyaman hidup di pengungsian tanpa ada kejelasan. Di sisi lain distribusi bantuan bagi 352.793 jiwa pengungsi belum bisa merata. Kini semakin banyak warga meminta sumbangan di pinggir ke jalan.
Keresahan itu dirasakan Maryam, 65, warga Dusun Sidemen Lauq, Desa Lembah Sari, Kecamatan Batu Layar. Dia sudah sepekan berada di pengungsian bersama anak dan cucu-cucunya. Setiap hari mereka hanya bisa berbaring di antara tumpukan pakaian dan bermacam perabot dapur di tenda itu. "Kalau malam habis kita (saya) digigit nyamuk," keluhnya.
Hal yang sama dikeluhkan Hj Nur Aisah, 70, pengungsi lainnya asal Lembah Sari. Pada malam hari mereka kedinginan, atap terpal tak cukup menghangatkan tubuh rentanya. | Jawapos
loading...
Post a Comment