![]() |
Jamaluddin berpakaian saat masih menjadi anggotanTNA/ GAM. (Liputan6.com/Rino Abonita/ Dok. Jamaluddin |
StatusAceh.Net - Sebuah peristiwa tak melulu soal kehebohan, yang membuat mata terbelalak, namun juga menyentuh mata batin, relung terdalam kita sebagai manusia. Agar dipetik makna bagaimana mensyukuri hidup.
Cerita itu bisa datang dari para penyintas, orang-orang yang diberi kesempatan hidup, setelah beradu tarung dengan kematian. Misal Rahmat yang selamat dari tsunami, atau Ama Tebi dari terkaman buaya.
Ada pula kisah Ratna, bidan di Aceh Tamiang yang menyabung nyawa, menerobos banjir demi menyelamatkan nyawa pasiennya. Beda dengan Jamaludin, eks-anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang selamat dari bidikan sniper saat salat.
Berikut empat kisah orang Aceh yang pernah bergelut dengan maut yang berhasil dirangkum Liputan6.com dalam Kaleidoskop 2018.
1. Kisah Lelaki Aceh yang Selamat dari Tsunami Palu Berkat Azan
Rahmat Saiful Bahri berada lantai paling atas Swiss-Belhotel Silae, Palu, kala gempa bermagnitudo 7,4 yang disusul tsunami melanda ibu kota Sulawesi Tengah itu, Jumat, 28 September 2018.
Dari lantai paling suara azan yang dikumandangkan oleh Rahmat menyeruak diantara kerumunan penghuni dan karyawan hotel yang sedang ketakutan saat itu.
Di benak lelaki yang tercatat sebagai Kepala Sekretariat Majelis Adat (MAA) Kota Banda Aceh itu hanya ada securah harapan dan segenap doa. "Kuserahkan seluruhnya kepada-Mu ya Allah".
Bersamaan dengan itu, gelombang besar diperkirakan setinggi 3 meter lebih menerjang dan menghancurkan berbagai bangunan yang dilewatinya. Kendaraan dan berbagai benda lainnya tampak bak anai-anai. Mengapung, saling bertubrukan, terombang tak berdaya.
Beruntung, pria hendak mengikuti workshop 'Nasional Best Practise Implementasi Penguatan Peran Tokoh Informal dan Lembaga Adat', yang akan digelar di Swiss-Belhotel Silae Palu itu, selamat. Padahal, hotel yang dimana dia menginap letaknya menghadap ke Teluk Palu, dan hanya beberapa meter saja dari pinggir pantai.
Rahmat yakin, kumandang azan yang dilakukan pada senja dimana musibah itu terjadi, sedikit banyak telah menyelamatkannya.
"Kalau kita di Aceh kan, biasanya saat terjadi bencana, apapun itu, kita orang Aceh selalu refleks mengumandangkan azan," kisah Rahmat, kepada Liputan6.com, Minggu (7/10/2018).
Pria yang sempat dianggap telah tiada oleh keluarga dan sanak famili ini bisa pulang dan kembali bercengkrama dengan anak istri beberapa hari setelah musibah yang menelan ribuan nyawa manusia itu terjadi. Sebelumnya, dia sempat mengungsi ke gunung, dan terkatung-katung di Bandar Udara SIS Al-Jufrie, Palu.
Pria yang juga selamat dari gulungan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 ini sempat makan makanan sisa, dan tidur di hamparan rumput, pada hari-hari dimana musibah itu baru saja terjadi. Rahmat kembali ke Aceh pada Rabu, 3 Oktober 2018.
Di Banda Aceh, Rahmat di peusijeuk (semacam selamatan) sesaat di Kantor Wali Kota Banda Aceh. Disitu ia disambut oleh sang Wali Kota Aminullah Usman, yang juga memimpin upacara peusijuek. Rahmat baru dapat pulang ke rumah menjumpai keluarga setelah upacara itu selesai.
Kisah Ama Tebi Selamat dari Mulut Buaya, Baca Disini
Cerita itu bisa datang dari para penyintas, orang-orang yang diberi kesempatan hidup, setelah beradu tarung dengan kematian. Misal Rahmat yang selamat dari tsunami, atau Ama Tebi dari terkaman buaya.
Ada pula kisah Ratna, bidan di Aceh Tamiang yang menyabung nyawa, menerobos banjir demi menyelamatkan nyawa pasiennya. Beda dengan Jamaludin, eks-anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang selamat dari bidikan sniper saat salat.
Berikut empat kisah orang Aceh yang pernah bergelut dengan maut yang berhasil dirangkum Liputan6.com dalam Kaleidoskop 2018.
1. Kisah Lelaki Aceh yang Selamat dari Tsunami Palu Berkat Azan
Rahmat Saiful Bahri berada lantai paling atas Swiss-Belhotel Silae, Palu, kala gempa bermagnitudo 7,4 yang disusul tsunami melanda ibu kota Sulawesi Tengah itu, Jumat, 28 September 2018.
Dari lantai paling suara azan yang dikumandangkan oleh Rahmat menyeruak diantara kerumunan penghuni dan karyawan hotel yang sedang ketakutan saat itu.
Di benak lelaki yang tercatat sebagai Kepala Sekretariat Majelis Adat (MAA) Kota Banda Aceh itu hanya ada securah harapan dan segenap doa. "Kuserahkan seluruhnya kepada-Mu ya Allah".
Bersamaan dengan itu, gelombang besar diperkirakan setinggi 3 meter lebih menerjang dan menghancurkan berbagai bangunan yang dilewatinya. Kendaraan dan berbagai benda lainnya tampak bak anai-anai. Mengapung, saling bertubrukan, terombang tak berdaya.
Beruntung, pria hendak mengikuti workshop 'Nasional Best Practise Implementasi Penguatan Peran Tokoh Informal dan Lembaga Adat', yang akan digelar di Swiss-Belhotel Silae Palu itu, selamat. Padahal, hotel yang dimana dia menginap letaknya menghadap ke Teluk Palu, dan hanya beberapa meter saja dari pinggir pantai.
Rahmat yakin, kumandang azan yang dilakukan pada senja dimana musibah itu terjadi, sedikit banyak telah menyelamatkannya.
"Kalau kita di Aceh kan, biasanya saat terjadi bencana, apapun itu, kita orang Aceh selalu refleks mengumandangkan azan," kisah Rahmat, kepada Liputan6.com, Minggu (7/10/2018).
Pria yang sempat dianggap telah tiada oleh keluarga dan sanak famili ini bisa pulang dan kembali bercengkrama dengan anak istri beberapa hari setelah musibah yang menelan ribuan nyawa manusia itu terjadi. Sebelumnya, dia sempat mengungsi ke gunung, dan terkatung-katung di Bandar Udara SIS Al-Jufrie, Palu.
Pria yang juga selamat dari gulungan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 ini sempat makan makanan sisa, dan tidur di hamparan rumput, pada hari-hari dimana musibah itu baru saja terjadi. Rahmat kembali ke Aceh pada Rabu, 3 Oktober 2018.
Di Banda Aceh, Rahmat di peusijeuk (semacam selamatan) sesaat di Kantor Wali Kota Banda Aceh. Disitu ia disambut oleh sang Wali Kota Aminullah Usman, yang juga memimpin upacara peusijuek. Rahmat baru dapat pulang ke rumah menjumpai keluarga setelah upacara itu selesai.
Kisah Ama Tebi Selamat dari Mulut Buaya, Baca Disini
loading...
Post a Comment