StatusAceh.Net - Yusri (37), warga Gampong Panterik, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh masih belum bisa pulang dari Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh, karena biaya pengobatan sebesar Rp 20 juta tak ditanggung BPJS Kesehatan.
Peristiwa ini bermula, Kamis (7/12) malam sekira pukul 23.30 WIB, Yusri menjadi korban pembacokan di gampongnya dan mendapat luka parah di kaki kirinya. Pihak keluarga pun langsung melarikan korban ke RSUZA untuk mendapatkan perawatan medis.
Keluarga korban bercerita, mulanya pihak rumah sakit meminta persyaratan administrasi untuk BPJS Kesehatan seperti biasanya. Persyaratan itu pun telah dilengkapi pihak keluarga.
Proses perawatan dan operasi pun dilaksanakan oleh tim dokter RSUZA, Banda Aceh, Jumat (8/12). Korban harus menjalani operasi, karena lukanya cukup dalam.
Dalam waktu bersamaan, keluarga korban juga melaporkan kasus kriminal ini kepada Polsek Lhuengbata. Keluarga korban melaporkan telah terjadi pembacokan dan korban sudah dilarikan ke rumah sakit.
Munjir, adik kandung korban mengatakan, kakaknya telah mendapatkan perawatan selama 5 hari. Dokter pun mengizinkan korban pulang ke rumah.
Namun petaka itu terjadi setelah itu. Menurut Munjir, pihak manajemen rumah sakit mengabarkan kepada keluarganya bahwa seluruh biaya perawatan dan obat-obatan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Alasan pihak rumah sakit, sebutnya, BPJS saat ini tidak menanggung biaya pengobatan korban tindak kriminal. Pihak rumah sakit meminta pihak keluarga melunasi seluruh biaya pengobatan sebesar Rp 17.500.000.
"Karena memang kami tidak punya biaya sebesar itu. Korban masih bertahan di rumah sakit sekarang, belum bisa pulang," kata Munjir, di Banda Aceh, Rabu (12/12).
Tidak tanggung biaya pengobatan oleh BPJS bagi korban kriminal, merujuk pada Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu ditandatangani dan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo tanggal 17 September 2018 lalu.
Dalam Perpres tersebut pada pasal 52 huruf r berbunyi 'pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang seseuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,' BPJS tidak dijamin. Artinya pihak BPJS tidak menanggung biaya pengobatan seperti tercantum dalam poin r tersebut.
"Ini terjadi kriminalisasi kalau gitu, karena yang sering menjadi korban seperti ini juga orang miskin, semestinya tetap ditanggung seperti JKA (Jaminan Kesehatan Aceh) dulu," tukas Munjir.
Ia berharap apa yang menimpa keluarganya bisa mendapatkan solusi yang baik. "Ke depan pasti akan ada korban-korban lainnya," kata dia.
Munjir juga mengaku, telah melaporkan kasus ini kepada pihak Kantor Perwakilan Aceh Ombudsman Republik Indonesia, Selasa (11/12). Harapannya kasus yang sedang dihadapi ini bisa segera mendapatkan solusi dan tidak kembali terjadi pada orang lain. | Merdeka.com
Peristiwa ini bermula, Kamis (7/12) malam sekira pukul 23.30 WIB, Yusri menjadi korban pembacokan di gampongnya dan mendapat luka parah di kaki kirinya. Pihak keluarga pun langsung melarikan korban ke RSUZA untuk mendapatkan perawatan medis.
Keluarga korban bercerita, mulanya pihak rumah sakit meminta persyaratan administrasi untuk BPJS Kesehatan seperti biasanya. Persyaratan itu pun telah dilengkapi pihak keluarga.
Proses perawatan dan operasi pun dilaksanakan oleh tim dokter RSUZA, Banda Aceh, Jumat (8/12). Korban harus menjalani operasi, karena lukanya cukup dalam.
Dalam waktu bersamaan, keluarga korban juga melaporkan kasus kriminal ini kepada Polsek Lhuengbata. Keluarga korban melaporkan telah terjadi pembacokan dan korban sudah dilarikan ke rumah sakit.
Munjir, adik kandung korban mengatakan, kakaknya telah mendapatkan perawatan selama 5 hari. Dokter pun mengizinkan korban pulang ke rumah.
Namun petaka itu terjadi setelah itu. Menurut Munjir, pihak manajemen rumah sakit mengabarkan kepada keluarganya bahwa seluruh biaya perawatan dan obat-obatan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Alasan pihak rumah sakit, sebutnya, BPJS saat ini tidak menanggung biaya pengobatan korban tindak kriminal. Pihak rumah sakit meminta pihak keluarga melunasi seluruh biaya pengobatan sebesar Rp 17.500.000.
"Karena memang kami tidak punya biaya sebesar itu. Korban masih bertahan di rumah sakit sekarang, belum bisa pulang," kata Munjir, di Banda Aceh, Rabu (12/12).
Tidak tanggung biaya pengobatan oleh BPJS bagi korban kriminal, merujuk pada Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu ditandatangani dan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo tanggal 17 September 2018 lalu.
Dalam Perpres tersebut pada pasal 52 huruf r berbunyi 'pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang seseuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,' BPJS tidak dijamin. Artinya pihak BPJS tidak menanggung biaya pengobatan seperti tercantum dalam poin r tersebut.
"Ini terjadi kriminalisasi kalau gitu, karena yang sering menjadi korban seperti ini juga orang miskin, semestinya tetap ditanggung seperti JKA (Jaminan Kesehatan Aceh) dulu," tukas Munjir.
Ia berharap apa yang menimpa keluarganya bisa mendapatkan solusi yang baik. "Ke depan pasti akan ada korban-korban lainnya," kata dia.
Munjir juga mengaku, telah melaporkan kasus ini kepada pihak Kantor Perwakilan Aceh Ombudsman Republik Indonesia, Selasa (11/12). Harapannya kasus yang sedang dihadapi ini bisa segera mendapatkan solusi dan tidak kembali terjadi pada orang lain. | Merdeka.com
loading...
Post a Comment