![]() |
Jumpa pers KontraS terkait hukuman mati. ©2018 Merdeka.com/Genantan |
Jakarta - Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah menghapus sistem hukuman mati di Indonesia. Ketua Advokasi KontraS Putri Kanisia menyampaikan empat rekomendasi yang harus dilakukan pemerintah.
Pertama, pemerintah harus melakukan moratorium hukuman mati sebagai praktik penghukuman kejahatan sebelum menuju kepada penghapusan secara menyeluruh hukuman mati. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan konstitusi khususnya pada pasal 281 UUD 1945.
"Secara khusus hal tersebut bertentangan dengan sejumlah undang-undang di antaranya undang-undang No 39 tahun 1999 tentang HAM dan juga undang-undang No 12 tahun 2005 tentang pengesahan Internasional Convention on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik" kata dia di Markas KontraS, Kwitang, Jakarta, Rabu (9/5).
Kedua, berkaca dari kasus-kasus pidana mati di Indonesia yang terbukti adanya pelanggaran prosedur hukum dan dugaan 'unfair trial' dialami oleh mayoritas terpidana mati harus dijadikan koreksi dan evaluasi menyeluruh bagi pemerintah Indonesia terhadap seluruh tuntutan maupun vonis hukuman mati yang dijatuhkan terhadap terpidana mati.
"Secara khusus pemerintah Indonesia juga harus mengevaluasi Kejaksaan Agung terkait pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia yang telah menyalahi prosedur hukum yang berlaku," sambung Putri.
Ketiga, pemerintah Indonesia harus melakukan pembenahan yang serius dan melakukan pengawasan terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia agar memenuhi standar peradilan yang adil, tidak memihak dan Imparsial serta mengacu kepada standar HAM internasional yang berlaku universal.
"Kami juga mendesak pemerintah Indonesia menindak tegas aktor-aktor penegak hukum yang terlibat dalam praktik peradilan yang korup, manipulatif atau sewenang-wenang terhadap kasus hukuman mati di Indonesia," tuturnya.
Keempat, pemerintah Indonesia harus mampu memberikan akses bantuan hukum yang layak dan memadai bagi terpidana mati sehingga potensi potensi terhadap terjadinya pelanggaran prosedur hukum maupun dugaan 'unfair trial' dapat dihindari. Untuk itu, pemerintah dapat menjalin kerja sama dan komunikasi dengan berbagai stakeholders.
"Kedutaan-Kedutaan asing di Indonesia, organisasi advokat di Indonesia, maupun kelompok masyarakat sipil yang memang memiliki pengalaman maupun pemahaman khusus dalam melakukan pendampingan terhadap terpidana mati di Indonesia," ujar Putri.
Selain KontraS, penghapusan hukuman mati dan rekomendasi ini juga didukung oleh Anti Death Penalty Asia Network (ADPAN), Ensemble Contre La Peine De Mort (ECPM), Komnas HAM, Imparsial dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. | Merdeka.com
Pertama, pemerintah harus melakukan moratorium hukuman mati sebagai praktik penghukuman kejahatan sebelum menuju kepada penghapusan secara menyeluruh hukuman mati. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan konstitusi khususnya pada pasal 281 UUD 1945.
"Secara khusus hal tersebut bertentangan dengan sejumlah undang-undang di antaranya undang-undang No 39 tahun 1999 tentang HAM dan juga undang-undang No 12 tahun 2005 tentang pengesahan Internasional Convention on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik" kata dia di Markas KontraS, Kwitang, Jakarta, Rabu (9/5).
Kedua, berkaca dari kasus-kasus pidana mati di Indonesia yang terbukti adanya pelanggaran prosedur hukum dan dugaan 'unfair trial' dialami oleh mayoritas terpidana mati harus dijadikan koreksi dan evaluasi menyeluruh bagi pemerintah Indonesia terhadap seluruh tuntutan maupun vonis hukuman mati yang dijatuhkan terhadap terpidana mati.
"Secara khusus pemerintah Indonesia juga harus mengevaluasi Kejaksaan Agung terkait pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia yang telah menyalahi prosedur hukum yang berlaku," sambung Putri.
Ketiga, pemerintah Indonesia harus melakukan pembenahan yang serius dan melakukan pengawasan terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia agar memenuhi standar peradilan yang adil, tidak memihak dan Imparsial serta mengacu kepada standar HAM internasional yang berlaku universal.
"Kami juga mendesak pemerintah Indonesia menindak tegas aktor-aktor penegak hukum yang terlibat dalam praktik peradilan yang korup, manipulatif atau sewenang-wenang terhadap kasus hukuman mati di Indonesia," tuturnya.
Keempat, pemerintah Indonesia harus mampu memberikan akses bantuan hukum yang layak dan memadai bagi terpidana mati sehingga potensi potensi terhadap terjadinya pelanggaran prosedur hukum maupun dugaan 'unfair trial' dapat dihindari. Untuk itu, pemerintah dapat menjalin kerja sama dan komunikasi dengan berbagai stakeholders.
"Kedutaan-Kedutaan asing di Indonesia, organisasi advokat di Indonesia, maupun kelompok masyarakat sipil yang memang memiliki pengalaman maupun pemahaman khusus dalam melakukan pendampingan terhadap terpidana mati di Indonesia," ujar Putri.
Selain KontraS, penghapusan hukuman mati dan rekomendasi ini juga didukung oleh Anti Death Penalty Asia Network (ADPAN), Ensemble Contre La Peine De Mort (ECPM), Komnas HAM, Imparsial dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. | Merdeka.com
loading...
Post a Comment