![]() |
Foto: Serambinews |
Banda Aceh - Manajemen RSUZA Banda Aceh mendukung penyerderhanaan sistem pelayanan berobat pasien JKA/JKN yang dilaksanakan Gubernur Irwandi Yusuf dan Wagub Nova Iriansyah dengan program JKA Plus.
“Selama ini akibat rumitnya urusan administrasi tagihan berobat pasien rawat inap kepada BPJS Kesehatan, tiap bulan RSUZA mengalami kerugian Rp 100 juta lebih,” kata Direktur RSUZA, Fachrul Jamal melalui Wadir Pelayanan, dr Azharuddin kepada Serambi, Minggu (9/7).
Azharuddin mencontohkan kasus kecelakaan lalu lintas yang masuk IGD dan tidak boleh ditolak. Ada korban kecelakaan yang baru sadar dan datang keluarganya pada hari ketiga, sementara persyaratan dari BPJS semua administrasi pasien yang masuk rumah sakit harus dituntaskan dalam waktu 3x24 jam seperti identitas korban (KTP), kartu keluarga (KK), laporan peristiwa kecelakaan dari polisi. “Setelah semua syarat itu lengkap baru BPJS Kesehatan dan PT Jasa Raharja mau membayar tagihan berobat dan klaim asuransinya,” kata Azharuddin.
Beratnya lagi, lanjut Azharuddin, untuk mendapatkan surat laporan kecelakaan lalu lintas dari pihak kepolisian harus ada saksi yang melihat kasus kecelakaan, baru pihak polisi mau mengeluarkan laporan.
“Seandainya korban kecelakaan yang dibawa ke RSUZA adalah korban kecelakaan tunggal, tidak ada yang melihatnya, apakah polisi mau menerbitkan surat laporan kecelakaan?,” tanya Azharuddin.
Dikatakan Azharuddin, untuk menagih biaya operasi pasien ke BKJS Kesehatan harus dilampirkan surat keterangan kecelakaan lalu lintas. Kalau tidak ada surat itu, BPJS Kesehatan tetap menolak tagihan biaya berobat pasien JKA.
“Sedangkan biaya operasi patah tulang yang telah dikeluarkan pihak rumah sakit mencapai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang ratusan juta. Kalau BPJS menolak, kemana pihak kami harus menagih, sedangkan korban tak mampu membayarnya karena tagihannya terlalu mahal. Karena rumitnya administrasi BPJS Kesehatan, RSUZA rugi mencapai Rp 100 juta sebulan,” ujar Azharuddin.
Kasus lainnya, ungkap Azharuddin, pasien bayi baru lahir dari ibu peserta BPJS Mandiri, apabila bayinya tidak didaftar ketika dalam kandungan, maka jaminan untuk bayi itu tidak bisa dikeluarkan.
Pada tahun 2016, bayi baru lahir harus didaftarkan dalam KK paling lambat 3x24 jam kerja agar dapat dikeluarkan jaminan JKA/JKN.
Jika kedua orang tuanya tidak memasukkan nama bayi itu dalam salah satu KK yang ada nama ibunya, biaya pelayanan persalinan tidak bisa ditagih ke BPJS Kesehtan.
Pihak BPJS Kesehatan, kata Azharuddin, tidak bisa dipersalahkan karena itu sudah menjadi protap mereka untuk bisa mencairkan dana tagihan klaim berobat pasien JKN dan JKA untuk rumah sakit. Karena BPJS tiap tahun diaudit BPK.(Serambinews)
“Selama ini akibat rumitnya urusan administrasi tagihan berobat pasien rawat inap kepada BPJS Kesehatan, tiap bulan RSUZA mengalami kerugian Rp 100 juta lebih,” kata Direktur RSUZA, Fachrul Jamal melalui Wadir Pelayanan, dr Azharuddin kepada Serambi, Minggu (9/7).
Azharuddin mencontohkan kasus kecelakaan lalu lintas yang masuk IGD dan tidak boleh ditolak. Ada korban kecelakaan yang baru sadar dan datang keluarganya pada hari ketiga, sementara persyaratan dari BPJS semua administrasi pasien yang masuk rumah sakit harus dituntaskan dalam waktu 3x24 jam seperti identitas korban (KTP), kartu keluarga (KK), laporan peristiwa kecelakaan dari polisi. “Setelah semua syarat itu lengkap baru BPJS Kesehatan dan PT Jasa Raharja mau membayar tagihan berobat dan klaim asuransinya,” kata Azharuddin.
Beratnya lagi, lanjut Azharuddin, untuk mendapatkan surat laporan kecelakaan lalu lintas dari pihak kepolisian harus ada saksi yang melihat kasus kecelakaan, baru pihak polisi mau mengeluarkan laporan.
“Seandainya korban kecelakaan yang dibawa ke RSUZA adalah korban kecelakaan tunggal, tidak ada yang melihatnya, apakah polisi mau menerbitkan surat laporan kecelakaan?,” tanya Azharuddin.
Dikatakan Azharuddin, untuk menagih biaya operasi pasien ke BKJS Kesehatan harus dilampirkan surat keterangan kecelakaan lalu lintas. Kalau tidak ada surat itu, BPJS Kesehatan tetap menolak tagihan biaya berobat pasien JKA.
“Sedangkan biaya operasi patah tulang yang telah dikeluarkan pihak rumah sakit mencapai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang ratusan juta. Kalau BPJS menolak, kemana pihak kami harus menagih, sedangkan korban tak mampu membayarnya karena tagihannya terlalu mahal. Karena rumitnya administrasi BPJS Kesehatan, RSUZA rugi mencapai Rp 100 juta sebulan,” ujar Azharuddin.
Kasus lainnya, ungkap Azharuddin, pasien bayi baru lahir dari ibu peserta BPJS Mandiri, apabila bayinya tidak didaftar ketika dalam kandungan, maka jaminan untuk bayi itu tidak bisa dikeluarkan.
Pada tahun 2016, bayi baru lahir harus didaftarkan dalam KK paling lambat 3x24 jam kerja agar dapat dikeluarkan jaminan JKA/JKN.
Jika kedua orang tuanya tidak memasukkan nama bayi itu dalam salah satu KK yang ada nama ibunya, biaya pelayanan persalinan tidak bisa ditagih ke BPJS Kesehtan.
Pihak BPJS Kesehatan, kata Azharuddin, tidak bisa dipersalahkan karena itu sudah menjadi protap mereka untuk bisa mencairkan dana tagihan klaim berobat pasien JKN dan JKA untuk rumah sakit. Karena BPJS tiap tahun diaudit BPK.(Serambinews)
loading...
Post a Comment