![]() |
Jalan di Desa Pantong Kecamatan Nisam, Aceh Utara yang masih rusak parah |
Nisam - Mengembangkan dan mencari fakta sejarah asal usul suatu daerah memang sulit di karenakan sumber yang berbeda - beda. disisi lain sejarah sangat penting di kembangkan untuk mengenang masa lalu dan menjadikan Historis di suatu daerah.
Sekilas Rillis yang di terima StatusAceh.Net Kamis, 19 Januari 2017 tentang sejarah Kecamatan Nisam, Aceh utara dari hasil investigasi Tgk Baihaqi salah seorang putra Nisam.
Menurut cerita dari mulut ke mulut, orang pertama yang datang ke Nisam berasal dari kawasan Barat.
Jumlah pendatang ini tidak diketahui dengan pasti Setelah melalui perjalanan sulit menembus Rimba Raya, sampailah rombongan ini di kawasan yang agak datar. Di dataran rendah ini para rombongan berhenti untuk beristirahat. Sambil melepaskan lelah, mereka berbincang-bincang dengan rencana mereka menemukan sumber penghasilan baru. Perbincangan mereka akhirnya menyepakati untuk membuka lahan baru di dataran tersebut.
Membuka lahan yang benar-benar baru dalam bahasa Aceh di kenal dengan istilah ''teubok''. Ada juga kata lain dalam bahasa Aceh untuk pekerjaan membuka lahan baru, seperti ''poh rhoh'', ''puga'' dan lain-lain. Kata teuboh itu kemudian digunakan dalam percakapan orang Aceh dengan kata seuneubok.
Pada suatu saat rombongan itu melihat asap yang mengepul ke udara. sebahagian dari mereka naik ke tempat yang lebih tinggi untuk mencari tahu dari mana sumber asap itu. Ternyata sumbernya berada di arah selatan. Kemudian diputuskan untuk melihat dari dekat. Atas kesepakat bersama di utuskan lah seorang diatara rombongan untuk menuju tempat sumber asap tersebut.
Orang yang terpilih untuk melakukan tugas tersebut, kondisi istrinya sedang hamil. Saat dia pergi, dia berpesan kepada istrinya, ’’meunyo lon hana woe lee, tapeugah bak sinyak tanyoe teuman, tayu seutot lon rot bungon manee’’(Kalau saya tidak kembali lagi, Kasih tau sama anak kita nanti, suruh cari lewat bunga manee). Pesan ini mengisyaratkan bahwa, dalam perjalanan orang tersebut meninggalkan jejak sebagai petunjuk jalan untuk kembali.
Di pagi hari, berangkatlah utusan itu menuju selatan. Keberangkatan itu diiringi dengan hantaran dan tatapan orang-orang yang mengantarnya di ujung Gampong. Terlihat jelas raut wajah sedih dan sedikit khawatir dari orang-orang yang mengantar. Terlebih istrinya, perasaannya seakan mengatakan, “seulamat jalan boh jantong hate, meunyo di donya han meureumpok le, bah uroe pagee tanyo bersama’’(selamat jalan buah Jantung hati, jika di dunia tidak ketemu lagi, di akhirat nanti kita akan bersama).
Setelah sekian lama ditunggu-tunggu, utusan tersebut belum juga kembali. Waktu pun berjalan begitu cepatnya, hingga anak yang dikandung istri nya telah menjadi pemuda dewasa. Sang anak pun kemudian memutuskan untuk mencari jejak ayahnya. Keputusan itu didasarkan atas wasiat ayahnya kepada ibunya. Berbekal restu ibunda dan orang di Seuneubok, berangkatlah sang anak muda ini menelusiri jejak bungong mane. Perjalanan yang sulit itu dilalu dengan berbekal perlengkapan alat yang sangat sederhana.
Setelah melakukan perjalan kira-kira sehari semalam tanpa henti, sampailah anak muda ini di suatu tempat. Keadaan tempat itu terlihat sudah di bersihkan dari belantara. Disana juga terlihat sudah ada tanda-tanda kehidupan yang tidak lagi baru. Bangunan tempat tinggal, persawahan, dan perkebunan sudah terlihat hidup. Dari penataan bangunan dan lahan bercocok tanam, hanya terlihat sedikit perbedaan dengan gampong Seuneubok. Perbedaan itu terletak pada bangunan tempat tinggal. Bangunan di tempat baru itu terlihat lebih besar dari bangunan yang ada di gampong dia.
Saat anak muda ini masih asik mengamati tempat baru di pinggir hutan, tiba-tiba ada suara datang dari arah belakang. “ hai aneuk muda, panee teuka gata? Ho ta keumeuk langkah?”(Hai anak muda, dari mana anda ? kemana anda mau melangkah ?). Dengan sedikit kaget anak muda berpaling ke arah sumber suara. Ternyata yang menyapanya adalah seorang perempuan tua.
Nantikan Sambungan episode berikutnya tentang sejarah Nisam.
penulis : Tgk Baihaqi Annisamy
Sekilas Rillis yang di terima StatusAceh.Net Kamis, 19 Januari 2017 tentang sejarah Kecamatan Nisam, Aceh utara dari hasil investigasi Tgk Baihaqi salah seorang putra Nisam.
Menurut cerita dari mulut ke mulut, orang pertama yang datang ke Nisam berasal dari kawasan Barat.
Jumlah pendatang ini tidak diketahui dengan pasti Setelah melalui perjalanan sulit menembus Rimba Raya, sampailah rombongan ini di kawasan yang agak datar. Di dataran rendah ini para rombongan berhenti untuk beristirahat. Sambil melepaskan lelah, mereka berbincang-bincang dengan rencana mereka menemukan sumber penghasilan baru. Perbincangan mereka akhirnya menyepakati untuk membuka lahan baru di dataran tersebut.
Membuka lahan yang benar-benar baru dalam bahasa Aceh di kenal dengan istilah ''teubok''. Ada juga kata lain dalam bahasa Aceh untuk pekerjaan membuka lahan baru, seperti ''poh rhoh'', ''puga'' dan lain-lain. Kata teuboh itu kemudian digunakan dalam percakapan orang Aceh dengan kata seuneubok.
Pada suatu saat rombongan itu melihat asap yang mengepul ke udara. sebahagian dari mereka naik ke tempat yang lebih tinggi untuk mencari tahu dari mana sumber asap itu. Ternyata sumbernya berada di arah selatan. Kemudian diputuskan untuk melihat dari dekat. Atas kesepakat bersama di utuskan lah seorang diatara rombongan untuk menuju tempat sumber asap tersebut.
Orang yang terpilih untuk melakukan tugas tersebut, kondisi istrinya sedang hamil. Saat dia pergi, dia berpesan kepada istrinya, ’’meunyo lon hana woe lee, tapeugah bak sinyak tanyoe teuman, tayu seutot lon rot bungon manee’’(Kalau saya tidak kembali lagi, Kasih tau sama anak kita nanti, suruh cari lewat bunga manee). Pesan ini mengisyaratkan bahwa, dalam perjalanan orang tersebut meninggalkan jejak sebagai petunjuk jalan untuk kembali.
Di pagi hari, berangkatlah utusan itu menuju selatan. Keberangkatan itu diiringi dengan hantaran dan tatapan orang-orang yang mengantarnya di ujung Gampong. Terlihat jelas raut wajah sedih dan sedikit khawatir dari orang-orang yang mengantar. Terlebih istrinya, perasaannya seakan mengatakan, “seulamat jalan boh jantong hate, meunyo di donya han meureumpok le, bah uroe pagee tanyo bersama’’(selamat jalan buah Jantung hati, jika di dunia tidak ketemu lagi, di akhirat nanti kita akan bersama).
Setelah sekian lama ditunggu-tunggu, utusan tersebut belum juga kembali. Waktu pun berjalan begitu cepatnya, hingga anak yang dikandung istri nya telah menjadi pemuda dewasa. Sang anak pun kemudian memutuskan untuk mencari jejak ayahnya. Keputusan itu didasarkan atas wasiat ayahnya kepada ibunya. Berbekal restu ibunda dan orang di Seuneubok, berangkatlah sang anak muda ini menelusiri jejak bungong mane. Perjalanan yang sulit itu dilalu dengan berbekal perlengkapan alat yang sangat sederhana.
Setelah melakukan perjalan kira-kira sehari semalam tanpa henti, sampailah anak muda ini di suatu tempat. Keadaan tempat itu terlihat sudah di bersihkan dari belantara. Disana juga terlihat sudah ada tanda-tanda kehidupan yang tidak lagi baru. Bangunan tempat tinggal, persawahan, dan perkebunan sudah terlihat hidup. Dari penataan bangunan dan lahan bercocok tanam, hanya terlihat sedikit perbedaan dengan gampong Seuneubok. Perbedaan itu terletak pada bangunan tempat tinggal. Bangunan di tempat baru itu terlihat lebih besar dari bangunan yang ada di gampong dia.
Saat anak muda ini masih asik mengamati tempat baru di pinggir hutan, tiba-tiba ada suara datang dari arah belakang. “ hai aneuk muda, panee teuka gata? Ho ta keumeuk langkah?”(Hai anak muda, dari mana anda ? kemana anda mau melangkah ?). Dengan sedikit kaget anak muda berpaling ke arah sumber suara. Ternyata yang menyapanya adalah seorang perempuan tua.
Nantikan Sambungan episode berikutnya tentang sejarah Nisam.
penulis : Tgk Baihaqi Annisamy
loading...
Post a Comment