![]() |
Tajuddin S.Sos, Tokoh Pemuda Kecamatan Banda Baro |
StatusAceh.Net - Gonjang ganjing tentang data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), yang menempatkan Provinsi Aceh di peringkat satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Sumatera per September 2018.
Data tersebut dipaparkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyudin MM dalam berita resmi statistik terkait 'Profil Kemiskinan dan Ketimpangan Pengeluaran Penduduk di Provinsi Aceh September 2018', di Aula BPS setempat, Selasa (15/1/2019)kemarin.
Menurutnya, Jumlah penduduk miskin di Aceh pada September 2018 mencapai 831 ribu orang (15,68 persen).
Angka tersebut berkurang sebanyak 8 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2018 yang berjumlah 839 ribu orang (15,97 persen).
Sedangkan jika dibandingkan dengan September 2017 terjadi penambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 2 ribu orang (15,92 persen).
Dengan persentase sebesar 15,68 persen tersebut, Aceh menempati posisi pertama dengan jumlah persentase penduduk miskin tertinggi se-Sumatera.
Sedangkan di nasional menempati urutan ke-enam setelah Papua (27,43 persen), Papua Barat (22,66 persen), Nusa Tenggara Timur (21,03 persen), Maluku (17,85 persen), dan Gorontalo (15,83 persen).
Tajuddin, tokoh pemuda di Kecamatan Banda Baro, Aceh Utara mengatakan permasalahan tersebut bukan kesalahan pemerintah semata untuk mengentas kemiskinan di Aceh.
"Kita jangan asik menyalahkan pemerintah, namun mari bersama - sama mencari jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan ini menurut bidang kita masing-masing," ujarnya kepada StatusAceh.Net, Rabu, 16 Januari 2019.
Lanjutnya, Untuk para pengusaha dan investor, dia berharap membuka lapangan kerja, dengan fokus di industri kecil dan menengah. Dan jangan bergantung dengan APBA atau APBK saja.
"Banyak hal yang bisa kita lajukan, dan peluang investasi di industri kecil dan menengah sangat terbuka. Coba kita lihat kenyataan dilapangan, masyarakat di Provinsi Aceh yang selalu menjadi ladang empuk (konsumen), dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Padahal dengan angka pencari kerja yang sangat banyak di Aceh menjadi modal berharga dalam industri," sebutnya.
Tajuddin menilai fenomena kemiskinan di Provinsi Aceh, sebenarnya sudah terbaca jauh hari, namun semua pihak merasa tidak bersalah, tidak peka atau malah membiarkan berjalan dengan sendirinya.
"Saban hari kita disuguhkan berita tertangkapnya Bandar Sabu, pemakai dan penjual sabu dalam skala kecil, ini menujukkan ada yang salah di Provinsi Aceh," ungkapnya.
Tambah Tajuddin, Kebutuhan hidup yang semakin banyak, harga kebutuhan hidup yang semakin mencekik leher, sedang tempat mencari kerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut tidak ada. Sehingga jalan pintas dan satu satunya terjun ke bisnis ilegal yang sangat menjanjikan.
Inilah kenyataan hidup di Provinsi Aceh, yang kaya sumber daya alam, dan mendapat alokasi dana khusus dari Pemerintah Pusat (Indonesia).
Jadi provinsi termiskin dan bila tidak ada goodwill dari pemerintah dan lihat yang bertanggung jawab pasti peringkat tersebut akan terus berlanjut di tahun selanjutnya.
"Namun ada satu pertanyaan yang masih ada dihati, jangan jangan kita (provinsi Aceh) memang sudah nyaman dengan peringkat tersebut, dan ini menjadi jualan untuk mereka yang di pemerintahan. Wallahualam bissawab," tambah Tajuddin.(Red)
Data tersebut dipaparkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyudin MM dalam berita resmi statistik terkait 'Profil Kemiskinan dan Ketimpangan Pengeluaran Penduduk di Provinsi Aceh September 2018', di Aula BPS setempat, Selasa (15/1/2019)kemarin.
Menurutnya, Jumlah penduduk miskin di Aceh pada September 2018 mencapai 831 ribu orang (15,68 persen).
Angka tersebut berkurang sebanyak 8 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2018 yang berjumlah 839 ribu orang (15,97 persen).
Sedangkan jika dibandingkan dengan September 2017 terjadi penambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 2 ribu orang (15,92 persen).
Dengan persentase sebesar 15,68 persen tersebut, Aceh menempati posisi pertama dengan jumlah persentase penduduk miskin tertinggi se-Sumatera.
Sedangkan di nasional menempati urutan ke-enam setelah Papua (27,43 persen), Papua Barat (22,66 persen), Nusa Tenggara Timur (21,03 persen), Maluku (17,85 persen), dan Gorontalo (15,83 persen).
Tajuddin, tokoh pemuda di Kecamatan Banda Baro, Aceh Utara mengatakan permasalahan tersebut bukan kesalahan pemerintah semata untuk mengentas kemiskinan di Aceh.
"Kita jangan asik menyalahkan pemerintah, namun mari bersama - sama mencari jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan kemiskinan ini menurut bidang kita masing-masing," ujarnya kepada StatusAceh.Net, Rabu, 16 Januari 2019.
Lanjutnya, Untuk para pengusaha dan investor, dia berharap membuka lapangan kerja, dengan fokus di industri kecil dan menengah. Dan jangan bergantung dengan APBA atau APBK saja.
"Banyak hal yang bisa kita lajukan, dan peluang investasi di industri kecil dan menengah sangat terbuka. Coba kita lihat kenyataan dilapangan, masyarakat di Provinsi Aceh yang selalu menjadi ladang empuk (konsumen), dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Padahal dengan angka pencari kerja yang sangat banyak di Aceh menjadi modal berharga dalam industri," sebutnya.
Tajuddin menilai fenomena kemiskinan di Provinsi Aceh, sebenarnya sudah terbaca jauh hari, namun semua pihak merasa tidak bersalah, tidak peka atau malah membiarkan berjalan dengan sendirinya.
"Saban hari kita disuguhkan berita tertangkapnya Bandar Sabu, pemakai dan penjual sabu dalam skala kecil, ini menujukkan ada yang salah di Provinsi Aceh," ungkapnya.
Tambah Tajuddin, Kebutuhan hidup yang semakin banyak, harga kebutuhan hidup yang semakin mencekik leher, sedang tempat mencari kerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut tidak ada. Sehingga jalan pintas dan satu satunya terjun ke bisnis ilegal yang sangat menjanjikan.
Inilah kenyataan hidup di Provinsi Aceh, yang kaya sumber daya alam, dan mendapat alokasi dana khusus dari Pemerintah Pusat (Indonesia).
Jadi provinsi termiskin dan bila tidak ada goodwill dari pemerintah dan lihat yang bertanggung jawab pasti peringkat tersebut akan terus berlanjut di tahun selanjutnya.
"Namun ada satu pertanyaan yang masih ada dihati, jangan jangan kita (provinsi Aceh) memang sudah nyaman dengan peringkat tersebut, dan ini menjadi jualan untuk mereka yang di pemerintahan. Wallahualam bissawab," tambah Tajuddin.(Red)
loading...
Post a Comment