![]() |
Ilustrasi |
Banda Aceh - Salah satu cara tepat untuk memperbaiki kinerja buruk Kantor
Lembaga Permasyarakatan Propinsi Aceh adalah pihak Kemenkum Ham RI harus
berani menerapkan sanksi pidana bagi kelalaian oknum petugas atau
pejabat yang membantu napi melakukan pelanggaran.
Hal
itu diungkapkan, Peneliti Hukum Propinsi Aceh Sariyulis kepada Waspada,
Kamis (1/9) kemarin, terkait kinerja lapas di Aceh khususnya Kota
Lhokseumawe yang semakin memburuk dengan terjadinya berbagai kasus
pelanggaran oleh napi kasus narkoba dan kasus korupsi setiap tahunnya.
Diantaranya
seperti kasus napi kabur, napi keluar lapas dengan cara ilegal, napi
kasus korupsi mendapat tempat dan pelayanan khusus dalam penjara serta
deretan kasus serupa lainnya.
Dikatakannya, hampir
sebagian besar petugas dan pejabat lapas juga berani mengulangi
kesalahan sama lantaran tidak akan merasa khawatir dengan sanksi ringan.
Diantaranya, seperti yang tertuang dalam pasal 4 ayat 10 undang-undang
nomor 6/2013 tentang tata tertib Lapas dan rutan Pp nomor 21 tahun
1999.
Akan tetapi, isinya sama sekali tidak menerapkan sanksi hukum pidana dan hanya sanksi ringan untuk pelanggaran disiplin.
Makanya,
sepanjang sejarah petugas dan pejabat yang terlibat kasus pelanggaran
seperti kebobolan napi justru sama sekali tidak pernah menerima sanksi
hukuman pantas dan layak.
Sanksi yang selama ini
diterapkan Kemenkum Ham RI sama sekali tidak memberikan efek jera,
hingga membuat pelakunya masih berani mengulangi perbuatan yang salah.
Sehingga
satu-satunya solusi yang harus dilakukan Kemenkum Ham RI adalah
menerapkan sanksi hukum pidana kepada oknum petugas dan pejabat yang
terbukti melakukan pelanggaran menerima suap untuk kebebasan napi.
“Kalau
ingin memperbaiki kinerja lapas di Aceh, maka Kemenkum Ham harus berani
menerapkan sanksi hukum pidana bagi petugas atau pejabat yang membantu
napi mendapatkan kebebasan ilegal,” tutur Sariyulis yang juga selaku
Peneliti Hukum LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Sariyulis
menegaskan bila sanksi hukum pidana telah diterapkan, maka para petugas
dan pejabat lapas akan berpikir dua kali untuk melakukan pelanggaran
mengingat resiko berat yang harus diterimanya.
Maka
secara otomatis rasa khawatir bisa terkena sanksi pidana tentu akan
memberi manfaat positif dan kinerja lapas akan mengalami perubahan baru
yang lebih baik serta mengurangi kejadian kasus pelanggaran yang
menguntungkan napi.
Hal serupa juga diungkapkan
Ketua Tim Pemantau Lembaga Permasyarakatan ( TPLP) Aceh Sayed Azhar ikut
mendukung penerapan sanksi hukum pidana bagi okum petugas dan pejabat
lapas yang melakukan pelanggaran.
Ironisnya, semua
kasus pelanggaran yang selama ini pernah terjadi dalam lapas di Aceh
menunjukkan kesan bahwa oknum petugas atau pejabat mencari keuntungan
pribadi dengan menjadikan napi sebagai objek penghasil uang.
Sedangkan
barang atau jasa yang dijual belikan dalam lapas adalah tiket ilegal
untuk mempermudah napi kasus narkoba dan napi kasus korupsi bisa keluar
masuk penjara.
Sayed menyebutkan kondisi buruk ini
masih terpelihara lantaran hasil uang haram yang diterima oknum petugas
dan pejabat dari napi bermasalah juga mengalir untuk atasan pejabat di
tingkat Kanwil Aceh.
Semua permainan ini
terbongkar berkat kecemburuan napi miskin lain yang membocorkan
informasi data akurat kepada pihak aktifis TPLP Aceh.
Namun
kesenjangan sosial dalam lapas dapat dihilangkan, bila pihak Kemenkum
Ham RI serius ingin melakukan perubahan dengan menerapkan sanksi hukum
pidana.
“Saya setuju dengan penerapan sanksi hukum
pidana untuk petugas dan pejabat lapas. Karena adanya efek jera bisa
menjadi cambuk api bagi yang lain agar tidak berani melakukan
kesalahan,”terangnya.(Wsp)
loading...
Post a Comment