![]() |
Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak |
Banda Aceh - Wakil Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) angkat bicara menyangkut nasib Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Ini terkait dengan gugurnya sejaumlah pasal lewat permohonan uji materil yang diajukan sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mantan Wakil Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) asal Pidie itu mengatakan, fenomena ini harus segera disikapi, terutama Pemerintah Pusat harus memegang komitmen terhadap UUPA. "Jangan datang satu-dua orang yang menggugat, disetujui langsung," katanya pada MODUSACEH.CO, Kamis (1/9/2016).
Abu Razak mengaku kecewa pada Pemerintah Pusat, karena poin-poin MoU Helsinki belum sepunuhnya dijalankan, namun beberapa pasal UUPA justru telah gugur. “Walaupun hari ini poin-poin MoU belum diselesaikan sepenuhnya, ini janji pusat. Kalau terus menerus digugat akan jadi konflik baru, bagaimana? siapa tanggungjawab? Kami sudah mengurut dada hari ini,” katanya.
Secara pribadi Abu Razak mengaku jika pusat terus menerus mengakomodir gugatan terhadap UUPA, dia lebih memilih Aceh kembali memperjuangkan kemerdekaan. “Kalau terus menerus, kami minta merdeka kembali, tulis itu! Saya minta merdeka kembali. Sampaikan itu pada presiden, kalau ini terus diakomodir oleh pusat,” ujar Abu Razak.
Abu Razak menjelaskan, UUPA merupakan realisasi dari MoUHelsinki. Poin-poin didalamnya memerintahkan pembentukan qanun. Namun, kata Abu Razak, Qanun Bendera Aceh saja sampai saat ini belum jelas. “Sebenar RI dengan GAM harus duduk kembali, jangan senang-senang datang dua orang diterima. Kalau terus menerus, saya pribadi minta merdeka kembali. Saya akan tantang lagi Indonesia,” katanya.
Menurut Ketua Harian KONI Aceh ini, UUPA merupakan sesuatu yang sakral bagi Aceh dan ia sebagai pedoman. Maka Abu Razak menegaskan agar pusat tak semena-mena. "Kewenangan pusat hanya enam di Aceh. Jadi saya berharap duduklah dulu dengan mantan GAM. Bila perlu dengan DPRA, Pemerintah Aceh. Koordinasilah. Enam tanggungjawab pusat kita tidak gugat apapun,” katanya.
Sebagaimana diketahui, baru baru ini salah seorang masyakarat Aceh yang juga bakal calon Gubernur Aceh Abdullah Puteh menggugat Pasal 67 ayat (2) huruf g Undang-Undang Pemerintahan Aceh. MK menerima seluruh permohonan Abdullah Puteh dan menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi. Sebelumnya, pasal 256 UUPA yang mengatur tentang calon perseorangan hanya bisa sekali dalam pilkada juga dinilai tidak sesuai dengan konstitusi. Saat ini gugatan demi gugatan juga sedang dilayangkan ke MK. Ada yang berhasil, tak sedikit juga yang ditolak.[Sumber: modusaceh.co]
Mantan Wakil Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) asal Pidie itu mengatakan, fenomena ini harus segera disikapi, terutama Pemerintah Pusat harus memegang komitmen terhadap UUPA. "Jangan datang satu-dua orang yang menggugat, disetujui langsung," katanya pada MODUSACEH.CO, Kamis (1/9/2016).
Abu Razak mengaku kecewa pada Pemerintah Pusat, karena poin-poin MoU Helsinki belum sepunuhnya dijalankan, namun beberapa pasal UUPA justru telah gugur. “Walaupun hari ini poin-poin MoU belum diselesaikan sepenuhnya, ini janji pusat. Kalau terus menerus digugat akan jadi konflik baru, bagaimana? siapa tanggungjawab? Kami sudah mengurut dada hari ini,” katanya.
Secara pribadi Abu Razak mengaku jika pusat terus menerus mengakomodir gugatan terhadap UUPA, dia lebih memilih Aceh kembali memperjuangkan kemerdekaan. “Kalau terus menerus, kami minta merdeka kembali, tulis itu! Saya minta merdeka kembali. Sampaikan itu pada presiden, kalau ini terus diakomodir oleh pusat,” ujar Abu Razak.
Abu Razak menjelaskan, UUPA merupakan realisasi dari MoUHelsinki. Poin-poin didalamnya memerintahkan pembentukan qanun. Namun, kata Abu Razak, Qanun Bendera Aceh saja sampai saat ini belum jelas. “Sebenar RI dengan GAM harus duduk kembali, jangan senang-senang datang dua orang diterima. Kalau terus menerus, saya pribadi minta merdeka kembali. Saya akan tantang lagi Indonesia,” katanya.
Menurut Ketua Harian KONI Aceh ini, UUPA merupakan sesuatu yang sakral bagi Aceh dan ia sebagai pedoman. Maka Abu Razak menegaskan agar pusat tak semena-mena. "Kewenangan pusat hanya enam di Aceh. Jadi saya berharap duduklah dulu dengan mantan GAM. Bila perlu dengan DPRA, Pemerintah Aceh. Koordinasilah. Enam tanggungjawab pusat kita tidak gugat apapun,” katanya.
Sebagaimana diketahui, baru baru ini salah seorang masyakarat Aceh yang juga bakal calon Gubernur Aceh Abdullah Puteh menggugat Pasal 67 ayat (2) huruf g Undang-Undang Pemerintahan Aceh. MK menerima seluruh permohonan Abdullah Puteh dan menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi. Sebelumnya, pasal 256 UUPA yang mengatur tentang calon perseorangan hanya bisa sekali dalam pilkada juga dinilai tidak sesuai dengan konstitusi. Saat ini gugatan demi gugatan juga sedang dilayangkan ke MK. Ada yang berhasil, tak sedikit juga yang ditolak.[Sumber: modusaceh.co]
loading...
Post a Comment