![]() |
Teror bom di kantor keamanan Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi, dinilai sebagai serangan terhadap agama Islam dan umat Muslim. (Reuters/Handout) |
Madinah - Pakar dunia Islam dan urusan publik, Haroon Moghul, menilai serangan bom di kantor keamanan Masjid Nabawi di Madinah merupakan serangan terhadap agama Islam dan umat Muslim. Menurutnya, serangan yang diduga kuat merupakan ulah kelompok militan ISIS itu merupakan bukti nyata perang antara umat Muslim dan kelompok ekstremis.
Dalam tulisan kolomnya di CNN pada Selasa (5/7), direktur pengembangan di lembaga Center for Global Policy ini menyatakan bahwa bom yang meledak di kantor keamanan di kompleks masjid Nabawi menjelang waktu berbuka puasa pada Senin (4/7) itu menyentak publik dunia, utamanya karena terjadi di penghujung Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Terlebih, Madinah merupakan kota suci kedua bagi umat Muslim setelah Mekkah. Masjid Nabawi juga merupakan situs suci kedua bagi umat Muslim setelah Masjidil Haram. Masjid Nabawi dibangun oleh junjungan umat Muslim, Nabi Muhammad SAW, setelah beliau hijrah ke Madinah.
Sebagai salah satu situs tersuci, Masjid Nabawi kerap dipadati umat Muslim dari seluruh dunia setiap tahun, utamanya sebelum atau setelah menunaikan ibadah haji dan selama 10 malam terakhir Ramadan.
Oleh karena itu, banyak umat Muslim yang menyatakan tidak percaya bahwa serangan semacam ini dapat terjadi di salah satu kota tersuci.
"Terdapat kepercayaan di kalangan umat Muslim bahwa sebelum hari akhir Dajjal akan menyebabkan kekacauan dan ketidakadilan di muka bumi. Namun, dia tidak akan dapat memasuki Mekkah atau Madinah. Mungkin ini alasan mengapa begitu banyak umat Muslim tak bisa percaya atas serangan yang baru saja terjadi," ujar Moghul.
Moghul menegaskan bahwa meski belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini, sulit untuk mengelak indikasi kuat mengarah kepada ISIS, ketimbang kelompok militan lainnya, seperti Al-Qaidah.
"Al-Qaidah kelompok yang keji, tapi Al-Qaidah juga menolak menjadi cikal bakal ISIS karena [ISIS] terlalu keras. Tidak ada keraguan bahwa ini adalah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap umat Islam di dunia, yang sebagian di antaranya memadati Madinah," kata Moghul dalam tulisannya.
"Ini juga merupakan serangan terhadap agama Islam itu sendiri," tulisnya.
Moghul menyatakan bahwa serangan semacam ini sejalan dengan praktek ISIS yang mengedepankan kekerasan dengan berdarah dingin, logika politik yang kejam, serta berusaha untuk mengeksploitasi dan memperburuk ketegangan sosial yang ada.
"Mereka menyebutnya: manajemen kekejaman atau eliminasi zona abu-abu, yang berarti memaksa publik untuk memihak satu sisi, menyatakan perang dengan pluralisme, toleransi, demokrasi," kata Moghul.
Moghul juga menyoroti berbagai serangan yang terjadi di sejumlah negara di pekan terakhir Ramadan. Menurutnya, serangan bom di bandara Ataturk, Turki, drama penyanderaan di Dhaka, Bangladesh, bom di Baghdad, Irak dan di Masjid Nabawi, Saudi seperti serangkaian serangan yang terkordinasi.
"Ini merupakan serangan balik para jihadis global, yakni serangan di jantung dunia Islam. Semakin banyak korban berjatuhan, mungkin karena ISIS mulai kehilangan wilayah mereka. Mereka ingin menunjukkan bahwa upaya mengalahkan mereka akan menimbulkan konsekuensi," ujarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, ISIS memang dikabarkan dapat dipukul mundur dari sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang sebelumnya mereka kuasai. Pekan lalu, pemerintah Irak mengumumkan telah berhasil merebut kembali seluruh wilayah Fallujah dari tangan ISIS. Pemerintah Suriah juga mengklaim berhasil merebut Palmyra dari tangan ISIS beberapa bulan lalu.
"Apa kesamaan yang dimiliki Dhaka dan Baghdad, kecuali bahwa kelompok radikal telah mengeksploitasi pemerintahan gagal, suburnya ekstremisme agama serta stagnasi ekonomi selama bertahun-tahun sebagai pijakan ideologi mereka?" kata Moghul.
"Karena para ekstremis tidak melihat apapun selain kita --umat Islam-- dan mereka. Mereka telah memilih kubu sendiri, memiliki pandangan sendiri. Apakah kini umat Muslim dapat bersatu bersama untuk memerangi para ekstremis yang sangat membenci Islam?" tutur Moghul.
"Sejumlah Muslim dapat saja mengangkat bahu dan menyatakan mereka tidak ada hubungannya dengan serangan itu. Tapi ekstremisme tidak memandang itu. Ekstremisme ingin membunuh kita, membakar masjid kita, menghapus tradisi kita, membunuh seniman kita, bahkan menyerang junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Adalah hal yang wajar jika kita marah," ujarnya.
"Umat Muslim marah ketika terdapat kartun yang mengejek Nabi Muhammad. Saya kini bertanya-tanya, bagaimana umat Muslim akan bereaksi sekarang ketika seseorang mencoba meledakkan masjid [suci]?" kata Moghul.
Moghul berpendapat umat Muslim di dunia harus bersatu untuk mengatasi serangan dari para ekstremis yang semakin marak belakangan.
"Umat Muslim dunia harus bekerja sama dalam cara yang tampaknya sulit untuk dibayangkan sekarang. Memang benar bahwa kita saat ini tidak memiliki lembaga, pemimpin, dan visi yang membuat kita bersatu seluruhnya. Namun ini harus segera mulai dibentuk, karena tak ada jalan keluar lain," tuturnya. (CNN)
Dalam tulisan kolomnya di CNN pada Selasa (5/7), direktur pengembangan di lembaga Center for Global Policy ini menyatakan bahwa bom yang meledak di kantor keamanan di kompleks masjid Nabawi menjelang waktu berbuka puasa pada Senin (4/7) itu menyentak publik dunia, utamanya karena terjadi di penghujung Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Terlebih, Madinah merupakan kota suci kedua bagi umat Muslim setelah Mekkah. Masjid Nabawi juga merupakan situs suci kedua bagi umat Muslim setelah Masjidil Haram. Masjid Nabawi dibangun oleh junjungan umat Muslim, Nabi Muhammad SAW, setelah beliau hijrah ke Madinah.
Sebagai salah satu situs tersuci, Masjid Nabawi kerap dipadati umat Muslim dari seluruh dunia setiap tahun, utamanya sebelum atau setelah menunaikan ibadah haji dan selama 10 malam terakhir Ramadan.
Oleh karena itu, banyak umat Muslim yang menyatakan tidak percaya bahwa serangan semacam ini dapat terjadi di salah satu kota tersuci.
"Terdapat kepercayaan di kalangan umat Muslim bahwa sebelum hari akhir Dajjal akan menyebabkan kekacauan dan ketidakadilan di muka bumi. Namun, dia tidak akan dapat memasuki Mekkah atau Madinah. Mungkin ini alasan mengapa begitu banyak umat Muslim tak bisa percaya atas serangan yang baru saja terjadi," ujar Moghul.
Moghul menegaskan bahwa meski belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini, sulit untuk mengelak indikasi kuat mengarah kepada ISIS, ketimbang kelompok militan lainnya, seperti Al-Qaidah.
"Al-Qaidah kelompok yang keji, tapi Al-Qaidah juga menolak menjadi cikal bakal ISIS karena [ISIS] terlalu keras. Tidak ada keraguan bahwa ini adalah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap umat Islam di dunia, yang sebagian di antaranya memadati Madinah," kata Moghul dalam tulisannya.
"Ini juga merupakan serangan terhadap agama Islam itu sendiri," tulisnya.
Moghul menyatakan bahwa serangan semacam ini sejalan dengan praktek ISIS yang mengedepankan kekerasan dengan berdarah dingin, logika politik yang kejam, serta berusaha untuk mengeksploitasi dan memperburuk ketegangan sosial yang ada.
"Mereka menyebutnya: manajemen kekejaman atau eliminasi zona abu-abu, yang berarti memaksa publik untuk memihak satu sisi, menyatakan perang dengan pluralisme, toleransi, demokrasi," kata Moghul.
Moghul juga menyoroti berbagai serangan yang terjadi di sejumlah negara di pekan terakhir Ramadan. Menurutnya, serangan bom di bandara Ataturk, Turki, drama penyanderaan di Dhaka, Bangladesh, bom di Baghdad, Irak dan di Masjid Nabawi, Saudi seperti serangkaian serangan yang terkordinasi.
"Ini merupakan serangan balik para jihadis global, yakni serangan di jantung dunia Islam. Semakin banyak korban berjatuhan, mungkin karena ISIS mulai kehilangan wilayah mereka. Mereka ingin menunjukkan bahwa upaya mengalahkan mereka akan menimbulkan konsekuensi," ujarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, ISIS memang dikabarkan dapat dipukul mundur dari sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang sebelumnya mereka kuasai. Pekan lalu, pemerintah Irak mengumumkan telah berhasil merebut kembali seluruh wilayah Fallujah dari tangan ISIS. Pemerintah Suriah juga mengklaim berhasil merebut Palmyra dari tangan ISIS beberapa bulan lalu.
"Apa kesamaan yang dimiliki Dhaka dan Baghdad, kecuali bahwa kelompok radikal telah mengeksploitasi pemerintahan gagal, suburnya ekstremisme agama serta stagnasi ekonomi selama bertahun-tahun sebagai pijakan ideologi mereka?" kata Moghul.
"Karena para ekstremis tidak melihat apapun selain kita --umat Islam-- dan mereka. Mereka telah memilih kubu sendiri, memiliki pandangan sendiri. Apakah kini umat Muslim dapat bersatu bersama untuk memerangi para ekstremis yang sangat membenci Islam?" tutur Moghul.
"Sejumlah Muslim dapat saja mengangkat bahu dan menyatakan mereka tidak ada hubungannya dengan serangan itu. Tapi ekstremisme tidak memandang itu. Ekstremisme ingin membunuh kita, membakar masjid kita, menghapus tradisi kita, membunuh seniman kita, bahkan menyerang junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Adalah hal yang wajar jika kita marah," ujarnya.
"Umat Muslim marah ketika terdapat kartun yang mengejek Nabi Muhammad. Saya kini bertanya-tanya, bagaimana umat Muslim akan bereaksi sekarang ketika seseorang mencoba meledakkan masjid [suci]?" kata Moghul.
Moghul berpendapat umat Muslim di dunia harus bersatu untuk mengatasi serangan dari para ekstremis yang semakin marak belakangan.
"Umat Muslim dunia harus bekerja sama dalam cara yang tampaknya sulit untuk dibayangkan sekarang. Memang benar bahwa kita saat ini tidak memiliki lembaga, pemimpin, dan visi yang membuat kita bersatu seluruhnya. Namun ini harus segera mulai dibentuk, karena tak ada jalan keluar lain," tuturnya. (CNN)
loading...
Post a Comment