![]() |
Raden Aboe Bakar Djajadiningrat |
KETIKA Snouck Hurgronje meneliti Mekkah dan bertugas di Hindia Belanda, dia mendapatkan bantuan dari sejumlah orang bumiputra dan keturunan Arab. Berkat mereka, Snouck bisa menghasilkan laporan-laporan berharga untuk pemerintah kolonial.
Siapa saja mereka?
Siapa saja mereka?
Raden Aboe Bakar Djajadiningrat
Pada Agustus 1884, Snouck Hurgronje tiba di konsulat Belanda di Jeddah. Dia segera memulai misinya untuk mengamati kehidupan jemaah haji di Mekkah, yang mayoritas berasal dari Hindia Belanda (Indonesia). Dia mewawancarai jemaah haji dan informan lokal yang datang ke konsulat. Di konsulat pula Snouck berkenalan dengan Aboe Bakar Djajadiningrat, yang sudah tinggal di Mekkah sekitar lima tahun.
Snouck terkesan dengan pertemuan tersebut dan bahkan menjalin pertemanan. Snouck kemudian minta Aboe Bakar mengajarkannya bahasa Melayu, yang penting untuk keberhasilan misinya. Dia juga menjadikan Aboe Bakar sebagai asisten pribadi untuk kerja risetnya di Mekkah. Pilihan Snouck bukan tanpa alasan.
Aboe Bakar, lahir tahun 1854, adalah putra keempat dari Raden Adipati Natadiningrat, bupati Pandeglang, Jawa Barat, yang menjabat sekira 1850 sampai 1870. Saudaranya, Raden Adipati Murawan Sutadiningrat, meneruskan kedudukan sebagai bupati. Artinya, keluarga Aboe Bakar memiliki hubungan yang erat dengan pemerintah kolonial.
Selain itu, Aboe Bakar fasih sejumlah bahasa yang penting dalam berkomunikasi di Mekkah, seperti bahasa Arab, Melayu, Sunda, dan Jawa. Aboe Bakar kemudian jadi penerjemah di konsulat Belanda di Jeddah.
Pilihan Snouck tak percuma. Dengan tekun, Aboe Bakar membantu penelitian di Mekkah dan Jeddah. Dia memberikan informasi mengenai adat kebiasaan dan sistem pendidikan di Masjidil Haram. Dia juga mengirimkan buku-buku penting yang diperolehnya di Mekkah. Aboe Bakar bahkan berperan dalam persiapan keislaman Snouck yang kemudian ganti nama menjadi Abd al-Ghaffar.
E. Gobee dan C. Adriaanse dalam Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936 jilid I menyebut Aboe Bakar memberikan keterangan tertulis panjang-lebar tentang kehidupan sehari-hari dan kebiasaan agama di Mekkah usai Snouck pulang ke Belanda. Dia juga mengirim informasi biografi beberapa ulama dari Hindia Belanda yang memberi kuliah di Mekkah.
Dari bahan-bahan itulah Snouck menghasilkan karya dua jilid berjudul Mekka. Bahkan Van Koningsveld dalam Snouck Hurgronje dan Islam menyebut Mekka, sampai pada tingkat sangat penting, didasarkan atas catatan yang dikirim Aboe Bakar, sehingga klaim bahwa Snouck adalah seorang pengamat Islam “tidak dapat dibenarkan”. Menurut Van Koningsveld, 100 dari 393 halaman versi asli buku Jerman didasarkan langsung pada pengamatan Aboe Bakar.
Surat-surat Aboe Bakar berlanjut setidaknya sampai tahun 1912. Surat-surat itu berisi referensi hingga materi terkait pekerjaan Snouck dalam kapasitas sebagai penasihat pemerintah Belanda. Termasuk di antaranya laporan tahun 1896 tentang masyarakat Aceh di Mekkah.
M. Laffan dalam “Raden Aboe Bakar: An introductory note concerning Snouck Hurgronje's informant in Jeddah (1884-1912)”, dimuat Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 155 (1999), menyebut Snouck dan Aboe Bakar menjalin hubungan saling menguntungkan. Snouck menyebut Aboe Bakar sebagai “informan setia saya”. Sebaliknya, Aboe Bakar memanggil Snouck sebagai “pelindungku” dan sering menggunakan hubungan itu untuk kepentingan keluarganya.
Pada 1912, Aboe Bakar yang sudah pensiun ditunjuk sebagai wakil konsul Belanda di Mekkah sebagai hadiah yang pantas atas pelayanannya yang berharga selama bertahun-tahun. Dia tetap tinggal di Mekkah, bersama istri dan keluarga Arabnya, sampai kematiannya pada 1914.
Baca Selanjutnya >>>
loading...
Post a Comment