Banjarmasin - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membuka hasil investigasi kematian Muhammad Yusuf (42), wartawan Berantas News dan Kemajuan Rakyat, yang tewas ketika mendekam di Lapas Kelas IIB Kotabaru. Hasil investigasi ini berdasarkan analisis semua data, fakta, informasi, dan mempelajari dokumen yang relevan atas pengaduan.
Anggota Komnas HAM, Hairansyah, mengatakan salah satu penyebab meninggalnya M. Yusuf lantaran proses penahanan di tengah penurunan kesehatan terdakwa. Sebab, kata dia, keluarga terdakwa telah menyampaikan penangguhan Yusuf karena mengidap penyakit jantung dan perlu kontrol ke dokter secara rutin.
“Namun tidak dipenuhi baik oleh kepolisian maupun kejaksaan,” kata Hairansyah ketika dikonfirmasi banjarhits.id, Jumat (27/7/2018). Komnas HAM merilis hasil investigasi tersebut di Jakarta.
Menurut dia, kondisi lapas yang over kapasitas patut diduga turut memicu kematian almarhum Yusuf. Hairansyah berkata Yusuf sebagai tahanan titipan pernah menempati ruang tahanan mapenaling (K5) dan ruang tahanan K2. Yusuf kejang-kejang dan muntah ketika mendekam di sel K2, sebelum dinyatakan meninggal ketika tiba di UGD RSUD Kotabaru pada 10 Juni 2018.
“Dalam penerapan Pasal 45 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik karena perbuatan yang dilakukan oleh M. Yusuf yaitu pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, diduga tidak profesional dan tidak objektif serta mengabaikan hak asasi manusia,” kata bekas komisioner KPUD Kalsel itu.
Menurut Ancah—begitu ia disapa—Komnas HAM memberi rekomendasi berdasar kesimpulan di atas. Komnas HAM merekomendasikan agar Kapolda Kalimantan Selatan menindaklanjuti penanganan peristiwa kematian M. Yusuf secara objektif dan profesional. Ancah meminta hasil autopsi segera dibuka ke keluarga dan masyarakat, supaya ada kepastian penyebab kematian almarhum Yusuf.
”Mengintensifkan pembinaan dan pengawasan terhadap jajarannya untuk dapat memenuhi hak asasi tahanan, terutama para terduga pelaku tindak pidana yang memiliki riwayat penyakit kronis tertentu,” demikian kata Ancah.
Menurut dia, polisi mesti bertindak profesional dalam menangani konflik lahan antara warga dan perusahaan, terutama pengaduan permasalahan sengketa lahan oleh perusahaan. Selain itu, Komnas HAM mendorong rotasi dan pergantian (tour of duty) secara berkala terhadap jajaran kepolisian di bawah Polda Kalsel agar tidak menimbulkan konflik kepentingan ketika bertugas.
“Melakukan evaluasi terkait kapasitas dan kondisi rutan, lapas, penjara di polda dan polres-polres sehingga dapat memberikan suasana yang baik dan sehat bagi tahanan,” kata dia.
Komnas HAM pun memberi catatan kepada Kejaksaan Negeri Kotabaru agar bertindak imparsial dan profesional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah dan HAM dalam menangani setiap perkara yang telah dilimpahkan. Kejari pun harus mengevaluasi dan mengawasi kondisi tahanan titipan kejaksaan di Lapas IIB Kotabaru.
Ancah mendorong Kementerian Hukum dan HAM melakukan evaluasi terkait kapasitas dan kondisi lapas sehingga dapat memberikan suasana yang baik dan sehat bagi tahanan.
“Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap petugas Lapas terkait pelayanan kepada tahanan, dalam hal ini pelayanan kesehatan bagi para tahanan agar tidak terulang peristiwa tersebut,” ucap Ancah.
Ia berkata lapas mesti memperhatikan kapasitas dan kualitas layanan kesehatan bagi para tahanan melalui klinik di dalam lapas. Prioritas layanan kesehatan kepada para tahanan dan napi yang memiliki riwayat penyakit tertentu dan perlu penanganan secara intensif.
Komnas HAM juga memberi rekomendasi kepeda pemilik media dan Dewan Pers agar meningkatkan kapasitas dan kualitas jurnalistik para wartawan. Dewan Pers wajib proaktif melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap media dan awak media dalam menjalankan tugas jurnalistiknya
Dalam hal kasus pengaduan dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada jurnalis, Ancah mengimbau Dewan Pers lebih mengedepankan upaya persuasif untuk menyelesaikan kasusnya ketimbang memberi legitimasi sebagai saksi ahli yang hanya akan mengancam ruang kebebasan pers dan berpendapat
Menurut dia, perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik telah menjadi kewajiban dunia internasional. ”Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Human Rights Council) di Wina, Austria, dalam resolusi yang disepakati seluruh anggota tanggal 27 September 2012 untuk pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur fundamental kebebasan ekspresi,” katanya. | Kumparan.com | Banjarhits.id,
loading...
Post a Comment