StatusAceh.Net - Pembukaan jalan baru di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dinilai menjadi salah satu pemicu kerusakan hutan di Aceh. Yayasan Hutan ALam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mencatat pembangunan jalan yang terjadi di dalam KEL mencapai 105,5 kilometer.
Gis Manager Yayasan HAkA, Agung Dwinurcahya, memaparkan hasil monitoring dari NASA atau satelit VIIRS dan MODIS, laju kerusakan hutan disebabkan karena adanya akses jalan dalam hutan lindung. Ia mencontohkan seperti yang terjadi di Gayo Lues tembus ke Aceh Tamiang. Perambahan hutan terjadi setelah adanya akses jalan.
“Seperti pembukaan jalan dari Pining ke Lesten, dari pantauan satelit setiap bulan terjadi perambahan hutan karena sudah ada akses jalan,” ucap Agung, saat menyampaikan hasil temuan tentang defortase KEL, Senin (23/7).
Dari hasil temuan tersebut, Agung berharap pemerintah di tingkat provinsi maupun kabupaten dan seluruh komponen masyarakat lebih menjaga hutan terutama di dalam KEL yang menjadi sumber air bagi rakyat Aceh dan juga berjasa untuk mitigasi bencana.
Ia juga mengharapkan masyarakat untuk berhati-hati ketika membuka jalan baru. Lantaran hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya kerusakan hutan.
“Deforestasi di dalam kawasan hutan Aceh, khususnya KEL harus terus ditekan demi masa depan generasi masyarakat Aceh dan dunia ke depan, begitu juga dengan pembukaan jalan, berharap ada perencanaan dan model bagaimana bentuk jalan itu dibangun,” pungkasnya.
Sekretaris HAkA, Badrul Irfan mengatakan, mereka bukannya tak suka dengan pembukaan jalan baru. Namun menurutnya, setiap aktivitas pembangunan jalan baru harus terlebih dahulu mempertimbangkan untung dan ruginya bagi lingkungan.
“Bukan anti, tapi harus dengan penuh kehati-hatian lah. Lihat apakah lebih menguntungkan atau mengalami kerugian. Jalan ke Lesten misalnya, tempat dibangun PLTU Tampur I, buat apa jalan?? sedangkan penduduk di Lesten nanti akan direlokasi,” ucapnya.
Gis Manager Yayasan HAkA, Agung Dwinurcahya, memaparkan hasil monitoring dari NASA atau satelit VIIRS dan MODIS, laju kerusakan hutan disebabkan karena adanya akses jalan dalam hutan lindung. Ia mencontohkan seperti yang terjadi di Gayo Lues tembus ke Aceh Tamiang. Perambahan hutan terjadi setelah adanya akses jalan.
“Seperti pembukaan jalan dari Pining ke Lesten, dari pantauan satelit setiap bulan terjadi perambahan hutan karena sudah ada akses jalan,” ucap Agung, saat menyampaikan hasil temuan tentang defortase KEL, Senin (23/7).
Dari hasil temuan tersebut, Agung berharap pemerintah di tingkat provinsi maupun kabupaten dan seluruh komponen masyarakat lebih menjaga hutan terutama di dalam KEL yang menjadi sumber air bagi rakyat Aceh dan juga berjasa untuk mitigasi bencana.
Ia juga mengharapkan masyarakat untuk berhati-hati ketika membuka jalan baru. Lantaran hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya kerusakan hutan.
“Deforestasi di dalam kawasan hutan Aceh, khususnya KEL harus terus ditekan demi masa depan generasi masyarakat Aceh dan dunia ke depan, begitu juga dengan pembukaan jalan, berharap ada perencanaan dan model bagaimana bentuk jalan itu dibangun,” pungkasnya.
Sekretaris HAkA, Badrul Irfan mengatakan, mereka bukannya tak suka dengan pembukaan jalan baru. Namun menurutnya, setiap aktivitas pembangunan jalan baru harus terlebih dahulu mempertimbangkan untung dan ruginya bagi lingkungan.
“Bukan anti, tapi harus dengan penuh kehati-hatian lah. Lihat apakah lebih menguntungkan atau mengalami kerugian. Jalan ke Lesten misalnya, tempat dibangun PLTU Tampur I, buat apa jalan?? sedangkan penduduk di Lesten nanti akan direlokasi,” ucapnya.
Kawasan Ekosostem Leuser berada di 13 kabupaten/kota di Aceh dengan luas 2,25 juta hektare. Namun saat ini hanya tersisa 1,8 juta hektare, akibat perambahan dan illegal logging. Dari hasil monitoring, kerusakan hutan di KEL mencapai 3.290 hektare. | Kumparan
loading...
Post a Comment