Lhokseumawe - Nasib mahasiswi Nanda Feriana yang terseret kasus viral soal kritiknya dipolisikan menjadi pencemaran nama baik kini tergantung itikad baik dosen pelapornya Dwi, sementara kasus dugaan korupsi dana beasiswa bidik misi di Unimal Kabupaten Aceh Utara pihak kepolisisan juga tetap melanjutkan pemeriksaan.
Hal tersebut diungkapkan Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman dihadapan para wartawan ketika berkunjung ke Kantor Organisasi Persatuan Wartawan Aceh ( PWA) di Kecamatan Banda Sakti, Sabtu (21/10) lalu,.
Sejak kasus mahasiswi dilaporkan dosennya atas kasus pencemaran nama baik, dirinya kerap menerima berbagai masukan dan saran dari berbagai kalangan untuk menghentikan kasus viral tersebut.
Akan tetapi, dalam kacamata hukum semua itu hanya menjadi bagian usaha yang sia-sia dan tidak akan bisa mempengaruhi atau menghambat proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
Karena selaku penegak hukum, kapolres mengaku tidak mungkin mengabaikan nasib masyarakat yang membuat laporan ke polisi secara resmi dan sebagai pelayan hukum tentu segera menindak lanjutinya sesuai prosedur yang berlaku.
“ Coba bayangkan kalau anda berada pada posisi sebagai warga yang merasa dirugikan sebuah persoalan membuat laporan ke polisi. Tentunya selaku penegak hukum wajib menindak lanjutinya dan tidak mungkin diabaikan,” ujarnya.
Sehingga nasib mahasiswi Nanda Feriana yang dilaporkan atas kasus pencamaran nama baik, kini tergantung pada itikad baik dosennya Dwi sebagai pelapor yang merasa dirugikan atas tindakannya mengkritik pengajar melalui medsos.
Bila dosennya mau mencabut laporannya dan memilih jalan berdamai tentu persoalan bisa mudah dituntaskan.
Begitu pun sebaliknya, bila tidak dicabut, maka polisi tetap akan menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum tanpa pandang bulu dan tebang pilih.
Kapolres juga menegaskan kasus ini juga terlepas dari persoalan lain atau tidak ada sangkut pautnya dengan kasus dugaan gunting dana beasiswa mahasiswa bidik misi yang kini sedang dalam penyelidikan polisi.
Kasus dugaan korupsi itu akan tetap dilanjutkan dan diusut hingga tuntas serta sampai sekarang masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak terkait di Universitas Malikussaleh. Mengingat status uang yang di potong itu bersifat Penerimaan Bukan Pajak Negera ( PBPN), kapolres juga meminta agar uang itu dikembalikan kepada mahasiswa.
Sedangkan untuk data hasil proses penyelidikan kasus dugaan korupsi, kapolres menjelaskan pihaknya tidak bisa mempublikasikan ke media massa sesuai intruksi Presiden Jokowi.
Karena hal ini menyangkut marwah dan nama baik orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi tersebut yang hidup ditengah masyarakat. Bila dalam pemeriksaaan polisi ternyata terbukti salah tentu itu menjadi resiko bagi pelaku menerima hukuman di pengadilan.
Namun sebaliknya bila justru dalam pemeriksaan polisi ternyata terbukti tidak bersalah, maka orang yang tadinya diduga bersalah tentu tetap akan menerima dampak buruk dan hukuman sosial dari masyarakat yang tetap menganggapnya bersalah.
Sementara itu, Mantan BEM Unimal T. Andi Rahman kepada Waspada, Minggu (23/10) meminta polisi serius mengusut tuntas kasus dugaan korupsi gunting dana beasiswa mahasiswa bidik misi. Seharusnya polisi sudah bisa menetap tersangka, mengingat status uang yang dipotong pihak Biro Kemahasiswaan itu berstatus Penerimaan Bukan Pajak Negara (PBPN).
Dalam Permen Ristek Dikti no 22 tahun 2015 secara jelas disebut pada pasal 7 poin 1. Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibebankan pada mahasiswa Bidikmisi paling banyak Rp 2400.000. Poin 2. UKT sebagaimana dimaksud ada poin (1) dibayarkan oleh Kemenristek Dikti kepada Perguruan Tinggi Negeri.
Pada pasal 8 disebut Perguruan tinggi di larang memungut uang pangkal dan atau pungutan lain selain UKT Pada mahasiswa baru program sarjana atau diploma.
Realitanya tidak seperti itu, makanya mahasiswa butuh kejelasan dan mempertanyakan alasan Arief Rachman SH MH selaku kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan yang masih pungut biaya lainnya dikampus Unimal seperti biaya kegiatan seminar skripsi, Kuliah Praktek (KP), Kuliah Kerja Nyata(KKN), yudisium, Wisuda yang semua ditotal senilai Rp 1.850.000 sejak 2011.
Sedangkan kasus mahasiswi Nanda Feriana yang dilaporkan polisi, seharusnya dosen tersebut bijak menanggapi tulisan status Facebook, tidak perlu melaporkan ke polisi. Nanda merupakan mahasiswi cerdas, kritis, dan sering membawa nama baik Unimal ke tingkat nasional.
Apalagi, Nanda secara pribadi telah memohon maaf melalui akun Facebook miliknya, termasuk mediasi yang difasilitasi pihak fakultas serta turut membawa ibunya dan teungku imum gampong ke rumah dosen itu untuk meminta maaf.
"Dosen tersebut meminta Nanda meminta maaf selama empat hari berturut-turut di koran, lokal itu sangat memberatkan Nanda sebagai orang miskin. Saya berharap polisi melihat kasus ini sebagai perselisihan di tingkat kampus,” terangnya. (HW/ZA)
Hal tersebut diungkapkan Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman dihadapan para wartawan ketika berkunjung ke Kantor Organisasi Persatuan Wartawan Aceh ( PWA) di Kecamatan Banda Sakti, Sabtu (21/10) lalu,.
Sejak kasus mahasiswi dilaporkan dosennya atas kasus pencemaran nama baik, dirinya kerap menerima berbagai masukan dan saran dari berbagai kalangan untuk menghentikan kasus viral tersebut.
Akan tetapi, dalam kacamata hukum semua itu hanya menjadi bagian usaha yang sia-sia dan tidak akan bisa mempengaruhi atau menghambat proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
Karena selaku penegak hukum, kapolres mengaku tidak mungkin mengabaikan nasib masyarakat yang membuat laporan ke polisi secara resmi dan sebagai pelayan hukum tentu segera menindak lanjutinya sesuai prosedur yang berlaku.
“ Coba bayangkan kalau anda berada pada posisi sebagai warga yang merasa dirugikan sebuah persoalan membuat laporan ke polisi. Tentunya selaku penegak hukum wajib menindak lanjutinya dan tidak mungkin diabaikan,” ujarnya.
Sehingga nasib mahasiswi Nanda Feriana yang dilaporkan atas kasus pencamaran nama baik, kini tergantung pada itikad baik dosennya Dwi sebagai pelapor yang merasa dirugikan atas tindakannya mengkritik pengajar melalui medsos.
Bila dosennya mau mencabut laporannya dan memilih jalan berdamai tentu persoalan bisa mudah dituntaskan.
Begitu pun sebaliknya, bila tidak dicabut, maka polisi tetap akan menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum tanpa pandang bulu dan tebang pilih.
Kapolres juga menegaskan kasus ini juga terlepas dari persoalan lain atau tidak ada sangkut pautnya dengan kasus dugaan gunting dana beasiswa mahasiswa bidik misi yang kini sedang dalam penyelidikan polisi.
Kasus dugaan korupsi itu akan tetap dilanjutkan dan diusut hingga tuntas serta sampai sekarang masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak terkait di Universitas Malikussaleh. Mengingat status uang yang di potong itu bersifat Penerimaan Bukan Pajak Negera ( PBPN), kapolres juga meminta agar uang itu dikembalikan kepada mahasiswa.
Sedangkan untuk data hasil proses penyelidikan kasus dugaan korupsi, kapolres menjelaskan pihaknya tidak bisa mempublikasikan ke media massa sesuai intruksi Presiden Jokowi.
Karena hal ini menyangkut marwah dan nama baik orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi tersebut yang hidup ditengah masyarakat. Bila dalam pemeriksaaan polisi ternyata terbukti salah tentu itu menjadi resiko bagi pelaku menerima hukuman di pengadilan.
Namun sebaliknya bila justru dalam pemeriksaan polisi ternyata terbukti tidak bersalah, maka orang yang tadinya diduga bersalah tentu tetap akan menerima dampak buruk dan hukuman sosial dari masyarakat yang tetap menganggapnya bersalah.
Sementara itu, Mantan BEM Unimal T. Andi Rahman kepada Waspada, Minggu (23/10) meminta polisi serius mengusut tuntas kasus dugaan korupsi gunting dana beasiswa mahasiswa bidik misi. Seharusnya polisi sudah bisa menetap tersangka, mengingat status uang yang dipotong pihak Biro Kemahasiswaan itu berstatus Penerimaan Bukan Pajak Negara (PBPN).
Dalam Permen Ristek Dikti no 22 tahun 2015 secara jelas disebut pada pasal 7 poin 1. Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibebankan pada mahasiswa Bidikmisi paling banyak Rp 2400.000. Poin 2. UKT sebagaimana dimaksud ada poin (1) dibayarkan oleh Kemenristek Dikti kepada Perguruan Tinggi Negeri.
Pada pasal 8 disebut Perguruan tinggi di larang memungut uang pangkal dan atau pungutan lain selain UKT Pada mahasiswa baru program sarjana atau diploma.
Realitanya tidak seperti itu, makanya mahasiswa butuh kejelasan dan mempertanyakan alasan Arief Rachman SH MH selaku kepala Biro Akademik dan Kemahasiswaan yang masih pungut biaya lainnya dikampus Unimal seperti biaya kegiatan seminar skripsi, Kuliah Praktek (KP), Kuliah Kerja Nyata(KKN), yudisium, Wisuda yang semua ditotal senilai Rp 1.850.000 sejak 2011.
Sedangkan kasus mahasiswi Nanda Feriana yang dilaporkan polisi, seharusnya dosen tersebut bijak menanggapi tulisan status Facebook, tidak perlu melaporkan ke polisi. Nanda merupakan mahasiswi cerdas, kritis, dan sering membawa nama baik Unimal ke tingkat nasional.
Apalagi, Nanda secara pribadi telah memohon maaf melalui akun Facebook miliknya, termasuk mediasi yang difasilitasi pihak fakultas serta turut membawa ibunya dan teungku imum gampong ke rumah dosen itu untuk meminta maaf.
"Dosen tersebut meminta Nanda meminta maaf selama empat hari berturut-turut di koran, lokal itu sangat memberatkan Nanda sebagai orang miskin. Saya berharap polisi melihat kasus ini sebagai perselisihan di tingkat kampus,” terangnya. (HW/ZA)
loading...
Post a Comment