![]() |
Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi berpose usai diwawancara Beritagar.id di kediaman orangtuanya |
StatusAceh.Net - Pemerintah berencana memberikan pengampunan kepada Din Minimi beserta kelompoknya. Din Minimi merupakan kelompok bersenjata di Aceh yang telah menewaskan aparat TNI. Setelah Tax Amnesty, kini muncul Criminal Amnesty?
Rapat kerja Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko PolHukam) dengan Komisi III DPR, Kamis (21/7/2016) membahas rencana pemerintah untuk memberikan pengampunan terhadap Din Minimi dan kelompoknya melalui hak prerogatif Presiden "Amnesty/Abolisi".
Dalam rapat tersebut juga dihadiri unsur Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Bareskrim Mabes Polri, Badan Intelejen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pemberian amnesti kepada Din Minimi ini, menurut Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dengan menggunakan payung hukum Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 serta praktik ketatanegaraan di Indonesia. "Hal itu merupakan hak prerogatif dari Presiden, namun harus diikuti dengan pemberian abolisi," ujar Luhut dalam raker dengan Komisi III DPR RI
Luhut menyebutkan, bila merujuk sejarah dan tuntutan kelompok Din Minimi tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal murni. Dia menyebutkan tindakan kelompok ini dilandasi tuntutan politis yakni melanjutkan proses integrasi sesuai MoU Helsinki, meningkatkan kesejahteraan para janda korban dan mantan GAM, adanya pemantau independen dari luar Aceh pada Pilkada 2017 dan pemberian amnesti kepada seluruh kelompok Din Minimi.
"Alasan dan latar belakang pemberian Amnesti kepada kelompok Din Minimi adalah untuk kepentingan negara dan kesatuan bangsa, keinsyafan orang yang tersangkut pemberontakan dan orang yang melakukan suatu tindakan pidana," tegas Luhut.
Dia menyebutkan pihaknya telah melakukan sejumlah langkah terkait penguatan alasan dan pertimbangan Presiden untuk memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi. Seperti Kemenkumham melakukan rapat koordinasi dengan BIN, Polri, Jaksa Agung serta instansi terkait. Selain itu, kata Luhut, Menkumham juga mengeluarkan surat tentang kajian hukum dan pendapat tentang pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi.
"Jaksa Agung juga telah memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi. Kapolri juga telah mengeluarkan surat berupa pertimbangan hukum kepada Presiden dalam rangka pemberian amnesti kepada kelompok ini," papar Luhut.
Merespons pemaparan Menkopolhukam, sejumlah anggota Komisi III DPR memberi tanggapannya. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura Sarifuddin Suding mengatakan pemberian amnesti tidak bisa dilepasan dari aspek hukum. "Kalau tidak ada pidananya, apa yang mau dikasih amnesti. Kalau belum diproses hukum, apanya yang mau dihapuskan," kata Suding.
Lebih lanjut Suding mengatakan Fraksi Hanura berpandangan sebaiknya dalam kasus Din Minimi dan kelompoknya tetap berpijak pada kedaulatan hukum dengan tetap memproses hukum Din Minimi dan kelompoknya. "Kita tetap berpijak pada kedaulatan hukum kita dan yang bersangkutan tetap diproses hukum. Bahwa untuk kepentingan negara lebih besar itu hak prerogatif presiden tapi harus dilalui proses hukumnya terlebih dahulu," sebut Suding
Hal senada juga ditegaskan oleh anggota Komisi III lainnya agar negara tidak salah dalam memberikan amnesti kepada pelaku kriminal. "Negara jangan sampai salah memberikan amnesti. Jangan sampai pelaku kriminal kita berikan amnesti," ingat Masinton Pasaribu.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman juga mengingatkan pemberian amnesti harus melalui pertimbangan yang matang. Dia mempertanyakan apakah pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi akan menjamin terciptanya kedamaian di Aceh. "Tapi ini jangan dijadikan contoh di daerah lain. Ini khusus penyelesaian konteks di Aceh," ingat Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini.
Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad mengatakan untuk menggetahui apakah Din Minimi dan kelompoknya masuk kriminal atau politis maka perlu meminta pendapat Mahkamah Agung (MA) untuk menilainya. "Untuk mengetahui kriminal atau politis, perlu MA yang menjudge apakah ini kriminal atau politis. Harus ada pernyataan dulu dari MA apakah ini kriminal atau politis," sebut Noor.
Seperti diketahui, akhir 2015 lalu, Din Minimi menyerahkan diri dan menyerahkan 15 pucuk senjata. Proses tersebut atas prakarasa Kepala BIN Sutiyoso. Saat proses penyerahan diri itu Din Minimi meminta agar kelompoknya mendapat amnesti dari Presiden. Selain itu, kelompok ini juga meminta agar KPK turun ke daerah-daerah tingkat dua di Aceh. "Kelompok ini bukan ingin memisahkan dari NKRI serta bukan pula kelompok perampok," ujar Sutiyoso kala itu. [inilah]
Rapat kerja Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko PolHukam) dengan Komisi III DPR, Kamis (21/7/2016) membahas rencana pemerintah untuk memberikan pengampunan terhadap Din Minimi dan kelompoknya melalui hak prerogatif Presiden "Amnesty/Abolisi".
Dalam rapat tersebut juga dihadiri unsur Kejaksaan Agung, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Bareskrim Mabes Polri, Badan Intelejen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pemberian amnesti kepada Din Minimi ini, menurut Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dengan menggunakan payung hukum Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 serta praktik ketatanegaraan di Indonesia. "Hal itu merupakan hak prerogatif dari Presiden, namun harus diikuti dengan pemberian abolisi," ujar Luhut dalam raker dengan Komisi III DPR RI
Luhut menyebutkan, bila merujuk sejarah dan tuntutan kelompok Din Minimi tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal murni. Dia menyebutkan tindakan kelompok ini dilandasi tuntutan politis yakni melanjutkan proses integrasi sesuai MoU Helsinki, meningkatkan kesejahteraan para janda korban dan mantan GAM, adanya pemantau independen dari luar Aceh pada Pilkada 2017 dan pemberian amnesti kepada seluruh kelompok Din Minimi.
"Alasan dan latar belakang pemberian Amnesti kepada kelompok Din Minimi adalah untuk kepentingan negara dan kesatuan bangsa, keinsyafan orang yang tersangkut pemberontakan dan orang yang melakukan suatu tindakan pidana," tegas Luhut.
Dia menyebutkan pihaknya telah melakukan sejumlah langkah terkait penguatan alasan dan pertimbangan Presiden untuk memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi. Seperti Kemenkumham melakukan rapat koordinasi dengan BIN, Polri, Jaksa Agung serta instansi terkait. Selain itu, kata Luhut, Menkumham juga mengeluarkan surat tentang kajian hukum dan pendapat tentang pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi.
"Jaksa Agung juga telah memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada kelompok Din Minimi. Kapolri juga telah mengeluarkan surat berupa pertimbangan hukum kepada Presiden dalam rangka pemberian amnesti kepada kelompok ini," papar Luhut.
Merespons pemaparan Menkopolhukam, sejumlah anggota Komisi III DPR memberi tanggapannya. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura Sarifuddin Suding mengatakan pemberian amnesti tidak bisa dilepasan dari aspek hukum. "Kalau tidak ada pidananya, apa yang mau dikasih amnesti. Kalau belum diproses hukum, apanya yang mau dihapuskan," kata Suding.
Lebih lanjut Suding mengatakan Fraksi Hanura berpandangan sebaiknya dalam kasus Din Minimi dan kelompoknya tetap berpijak pada kedaulatan hukum dengan tetap memproses hukum Din Minimi dan kelompoknya. "Kita tetap berpijak pada kedaulatan hukum kita dan yang bersangkutan tetap diproses hukum. Bahwa untuk kepentingan negara lebih besar itu hak prerogatif presiden tapi harus dilalui proses hukumnya terlebih dahulu," sebut Suding
Hal senada juga ditegaskan oleh anggota Komisi III lainnya agar negara tidak salah dalam memberikan amnesti kepada pelaku kriminal. "Negara jangan sampai salah memberikan amnesti. Jangan sampai pelaku kriminal kita berikan amnesti," ingat Masinton Pasaribu.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman juga mengingatkan pemberian amnesti harus melalui pertimbangan yang matang. Dia mempertanyakan apakah pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi akan menjamin terciptanya kedamaian di Aceh. "Tapi ini jangan dijadikan contoh di daerah lain. Ini khusus penyelesaian konteks di Aceh," ingat Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini.
Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad mengatakan untuk menggetahui apakah Din Minimi dan kelompoknya masuk kriminal atau politis maka perlu meminta pendapat Mahkamah Agung (MA) untuk menilainya. "Untuk mengetahui kriminal atau politis, perlu MA yang menjudge apakah ini kriminal atau politis. Harus ada pernyataan dulu dari MA apakah ini kriminal atau politis," sebut Noor.
Seperti diketahui, akhir 2015 lalu, Din Minimi menyerahkan diri dan menyerahkan 15 pucuk senjata. Proses tersebut atas prakarasa Kepala BIN Sutiyoso. Saat proses penyerahan diri itu Din Minimi meminta agar kelompoknya mendapat amnesti dari Presiden. Selain itu, kelompok ini juga meminta agar KPK turun ke daerah-daerah tingkat dua di Aceh. "Kelompok ini bukan ingin memisahkan dari NKRI serta bukan pula kelompok perampok," ujar Sutiyoso kala itu. [inilah]
loading...
Post a Comment